-Fanfiction Version-
Short
Story Chapter 2/END
Museum Louvre. tempat dimana terdapatnya
lukisan mahakarya Monalisa karya Leonardo da Vinci, patung Venus de Milo sampai
patung Firaun Ramses II, musuh Nabi Musa. Tidak cukup sehari untuk menjelajahi
museum yang merupakan salah satu museum terbesar didunia itu. Memerlukan 10
Euro untuk dapat masuk kedalamnya. Tiket sudah berada ditangan Yoona, mereka
sudah tidak sabar untuk segera masuk kedalamnya. Terdapat pyramide kaca
berukuran besar dihadapan mereka. Pyramid itu dibangun pada tahun 1989.
Pyramide itu merupakan pintu masuk utama ke dalam museum.
“
daebak.. “ ucap Luhan terpana.
Terdapat banyak hasil karya seniman terkenal dunia disana. Luhan yang sudah berkali-kali
berlibur ke Paris tidak pernah bosan untuk mengunjungi museum tersebut. Karya
seni yang luar biasa akan sangat sayang jika dilewatkan begitu saja.
Mengambil banyak gambar pasti akan ia
lakuakan, tapi walau hasratnya dalam memotret begitu besar, ia tidak pernah
lupa dengan keberadaan Yoona. Seperti biasa, kemana pun kakinya melangkah,
tangannya tetap menggenggam sesuatu yang sepertinya sudah menjadi keharusan
untuknya.
Setelah seharian menjelajahi seluruh bagian
dalam museum, Meskipun lelah, namun semua itu terbayar dengan keindahan dan
nilai sejarah dari karya-karya seni yang ada disana. Tak lama lagi malam akan
tiba. Yoona meminta untuk segera pulang, namun Luhan menahannya, ada yang ingin
ia tunjukkan kepada gadis itu, sesuatu yang sangat indah jika disaksikan pada
malam hari.
Rasa lelah yang mereka rasakan kembali
terbayarkan ketika melihat Piramida de louvre pada malam hari. Gelapnya malam
membuat piramida tersebut dapat terlihat dengan jelas, sinar lampu yang berada
didalamnya menembus piramida bagian atas sehingga hal tersebut menjadi tontonan
yang sangat indah. Ditambah keindahan bangunan yang berada disekitarnya. Mereka
berdua tersenyum, sekilas tak terlihat ekspresi lelah diwajah mereka.
“
otte? (bagaimana) Bagus bukan? “ tanya
Luhan.
“
hem.. lumayan. Kita pulang ya.. “
“
oke.. “
“
kau kenapa? Tanganmu dingin sekali. “ menyadari akan dinginnya tangan yang
sedang menggenggam tangannya itu.
“
gwenchana, ini sudah sering terjadi. “ melangkah dengan cepat, seakan mengejar
sesuatu yang sedari tadi Yoona mencoba mencari tahu. Ia hanya bisa mengikuti
langkah pria itu, semakin lama tangannya semakin dingin, dapat Yoona rasakan,
tangan pria itu mulai mengeluarkan keringat dingin.
Selama didalam Metro, Luhan berkali-kali
memukul dadanya pelan. Disaat Yoona menanyakannya, ia hanya mengatakan sesak
dikarenakan keadaan Metro yang terlalu ramai. Menurutnya pria itu terlihat
aneh. Setiba mereka di hotel, pria itu dengan langkah cepat memasuki kamar
mandi, dan seperti biasa, butuh waktu yang lama untuk menunggunya keluar dari
sana.
Dua jam sudah berlalu. Yoona sudah lelah
menunggu pria itu, dirinya yang seharusnya membersihkan tubuhnya sudah
terlanjur tertidur di atas sofa. Luhan belum juga keluar dari sana. Didalam
heningnya malam, terdengar suara dari dalam kamar mandi, seperti suara
seseorang yang sedang memuntahkan sesuatu, sangat lama, suara itu menghilang
seiring keluarnya Luhan dari sana.
Wajahnya terlihat lemah, seluruh tubuhnya
basah diakibatkan banyaknya keringat yang keluar dari tubuhnya. Berjalan
mendekati kopernya lalu mengganti seluruh pakaiannya. Disaat ia hendak tidur,
ia kembali kesal melihat Yoona yang tertidur di sofa.
“
gadis ini benar-benar, apa dia tidak memikirkan kesehatannya? Seharian
kelelahan kenapa dia memilih tidur disofa? Apa aku harus selalu memindahkannya?
“ celotehnya sembari mengangkat gadis itu ke atas kasur. Setelah ia menyelimutinya,
ia berusaha untuk menegakkan tubuhnya, namun tubuhnya yang pada saat itu begitu
lemah, hal hasil ia terduduk dan pingsan, kakinya terlipat diatas lantai dan
tubuhnya tersandar ditepi tempat tidur.
Secercah cahaya mendekat dari sela gorden
yang tidak tertutup rapat. Cahaya itu pula yang membangunkan Yoona dari
tidurnya. Mengucek-ngucek matanya agar dirinya cepat sadarkan diri, berat,
kakinya terasa berat, ketika ia melihat ke arak kakinya, ternyata Luhan
tertidur disudut tempat tidur dan kedua tangannya menimpa kakinya.
Yoona terlihat tenang, ia malah mencoba
menarik tubuh pria itu keatas kasur. Dapat ia rasakan panasnya tubuh Luhan pada
saat itu. Ia segera mengambil plaster untuk meredakan demam. Setelah
menyelimuti pria itu, ia keluar dari kamar dan berjalan keluar hotel, mencari
makanan hangat yang dapat mengisi perutnya dan juga Luhan.
Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya ia
mendapatkan restoran yang menyediakan bubur, walau buburnya berbeda dengan
bubur yang ada di Seoul, itu tidak jadi masalah. Dengan cepat ia melangkahkan
kakinya kembali ke hotel. Kosong. Tak terlihat siapapun disana.
“
yak.. eodiya? (kau dimana) “ teriak
gadis itu pelan.
“
yeogi (disini) “ kata seseorang dari
arah balkon. Kontras membuat Yoona berlari kesana. Dilihatnya Luhan sedang
mengotak-atik kameranya sambil sesekali tersenyum.
“
sudah enakan? “ gadis itu sudah duduk disampingnya, menatapnya panik sembari
meletakkan makanan yang baru saja ia beli diatas meja.
“
apa kau yang menempel plaster ini? “ jawabnya tenang sambil meraba keningnya.
“
ne.. “ ia mengangguk.
“
kau beli apa? Kebetulan aku lapar. “ matanya sudah memperhatikan bungkusan yang
ada diatas meja.
“
bubur. Ayo dimakan, biar cepat sembuh. “ ia membuka bungkusan itu lalu
diberikan kepada Luhan, tidak lupa juga ia berikan sendok dan juga minuman
hangat.
“
oo.. Kau menjadi sangat perhatian. Wae?
Apa kau benar-benar sudah tertarik kepadaku? “ sambil tersedak ia menelan
setiap sendokan bubur yang masuk kedalam mulutnya. Yoona hanya menatapnya
heran, terbesit rasa penasaran dengan keadaan pria itu. “ wae? Ada apa lagi? Apa gw terlihat tampan disaat makan? “
“
aku rasa ini bukan demam biasa, apa tidak sebaiknya kita ke dokter saja? “
wajahnya terlihat serius.
“
sudahlah, Cuma demam, mungkin karena kelelahan. kau gak makan? Mau aku suapin?
“ katanya sambil menyodorkan sesendok bubur kepada Yoona. gadis itu terlihat
salah tingkah, ia malah meninggalkan Luhan dan berjalan kekamar mandi.
Yoona beranjak ke kamar mandi untuk
membersihkan tubuhnya. Tidak perlu waktu lama, setelah ia selesai menggunakan
pakaiannya, ia langsung keluar dari sana. Dilihatnya pria itu sudah berpakaian
rapi, dengan kemeja merah hati dan celana biru terongnya. Begitu norak dimata
Yoona, namun matanya tidak bisa menghindari pemandangan itu, Luhan terlihat
tampan dengan setelan maskulinnya. “
seharian ini kau terlalu sering menatapku, hajima..
(jangan) lebih baik jangan.. “ katanya yang saat itu sedang merapihkan
kemejanya didepan cermin.
“
pakaianmu norak sekali. “ jawab Yoona tidak menghiraukan perkataan Luhan dan
membuat muka.
“
aish kau ini, dari pada kau yang
selalu berkabung. “ sindirnya yang berhasil membuat Yoona kembali menatapnya.
“
wae? aku salah ngomong? Benarkan? “
senyumnya terlihat mencela.
“
kau, kenapa menggunakan pakaian serapi itu? “ katanya berusaha mengganti topik.
“
hari ini kita ke Katedral Notre Dame, maka itu harus rapi. “
“
katedral? “ Yoona sudah siap memeriksa isi ranselnya, gadis itu sepertinya
menyetujui ajakan Luhan.
“
aku biasa menyebutnya gereja gothik.. sudah siap untuk memulai perjalanan hari
ini? “ ucap Luhan dengan semangat.
“
hem.. “ tetapi Yoona terlihat tidak antusias.
“
ok, kajja! “ tidak lupa mengambil
ransel milik Yoona lalu ia pakai hingga menggantung dipundaknya, setelah itu
menarik tangan gadis itu. Perjalanan mereka hari ini pun dimulai.
Katedral Notre Dame. Inilah titik nol Kota
Paris dengan gereja yang memiliki legenda Si Bungkuk dari Notre Dame karya
Victor Hugo. Gereja besar yang bergaya gothic itu disebut-sebut sebagai gereja
dengan arsitektur terbaik di Eropa.
Luhan sedang asik memotret sedangkan Yoona
memilih duduk disalah satu kursi yang terdapat disana. Ada banyak turis disana,
Luhan yang baru saja menyadari banyaknya turis yang berdatangan dengan reflek
berlari mencari Yoona. gadis itu tidak terlihat. Berkeliling ia mencari gadis
itu tetap tidak terlihat.
Ia menyandarkan tubuhnya salah satu pohon
yang terdapat disana. Merasakan sesak pada dadanya, berlarian kesana kemari
membuatnya kelelahan. gadis itu, akhirnya ia mendapatkan gadis itu. Yoona
sedang duduk dibawah pohon yang letakknya tidak jauh dari posisinya. Disaat ia
hendak mendekatinya, langkahnya terhenti.
“
anak itu kenapa begitu merepotkan? Tapi, sepertinya aku yang membuat keadaan
seperti ini, tepatnya bukan aku, tetapi hati ini. Kapan aku bisa mengatakan
semuanya kepadanya? “ memegang dadanya yang semakin terasa sesak. Setelah
menunggu beberapa menit, dadanya kembali normal, ia baru memberanikan diri
untuk menghampiri Yoona. gadis itu kaget bukan main, ternyata sedari tadi ia
juga mencarinya, tapi karena kelelahan ia memilih duduk disana.
“
kau dari mana saja? Aku sudah mencarimu kemana-mana. “ omelannya terdengar
manja, ini pertama kalinya Yoona mengeluh kepadanya. Pria itu tersenyum karena
itu. Ia menarik tangan gadis itu dan membawanya ke suatu tempat. Beberapa waktu
kemudian, tibalah mereka disuatu tempat.
Istana
Versailles. Seperti biasa, Luhan melepaskan tangan Yoona untuk
mengotak-atik kameranya, setelah itu ia kembali menggenggam tangannya.
“
huh, panasnya.. “ keluh Luhan. Yoona yang menyadari keluhannya langsung membuka
payung yang sedari tadi berada di tangannya. “ gomawo.. “ Luhan mencoba menggoda Yoona dengan senyumannya. Namun
yang terlihat, gadis itu hanya menatapnya tanpa ekspresi. “ aish kau ini, kenapa sulit sekali untuk
melihat senyumanmu? “ wajahnya terlihat murung, tak disangka, Yoona tersenyum
melihat itu. Pertama kali baginya melihat Luha murung seperti itu. Senyum yang
tergambar dibibirnya membuat Luhan kembali tersenyum dan semakin bersemangat
disaat melangkahkan kakinya.
Sebuah patung berdiri kokoh di tengah
taman. Dengan lihai Luhan mengarahkan kameranya ke patung tersebut, tangan
kanannya yang masih menggenggam tangan gadis itu tidak menghalangi dirinya
untuk memotret apapun.
“
indahnya.. “ pujinya.
“
apanya yang indah? Hanya patung. “ sambar Yoona.
“
selera senimu payah. Sini, biar aku tunjukan yang lebih indah. “ ia menarik
tubuh gadis itu, merangkul Yoona dan mendekatkan tubuhnya dengan Yoona, lalu ia
mengarahkan kamera pada mereka. “ hitungan ketiga kau harus senyum, ingat itu!
“ katanya semangat.
Tepat dihitungan ketiga kilauan cahaya
dari kamera seperti menyambar cepat, Luhan langsung melihat hasil jepretannya.
“ yak, kau tidak bisa senyum? kita
ulangi lagi. “ ia kembali mencoba memotret mereka berdua. “ yak! Senyum senyum.. “ keluhnya yang
tidak juga melihat senyuman dibibir gadis itu.
Kali ini tepat pada hitungan ketiga,
sebuah kecupan lembut melayang di pipi gadis itu, kontras membuat Yoona
terdiam, pipinya merona, Luhan yang menyadari itu pun tersenyum puas. Ia
melepaskan genggamannya lalu berjalan mendekati patung yang lainnya. Sedangkan
gadis itu, ia masih berdiri mematung disana. “ kau memang tidak tersenyum,
tetapi aku yakin, hatimu pasti tersenyum. Pipimu memerah, apa kau sudah mulai
menyukaiku? Semoga tidak.. “ pikir Luhan disaat menghampiri patung lainnya.
“
ige mwoya? Ige mwoya!
Berani-beraninya dia menciumku! “ ia berlari menghampiri Luhan lalu memukul
pria itu, tidak terlalu keras, sepertinya Yoona tidak semarah itu, ia lebih terlihat
seperti salah tingkah. Pukulannya malah membuat Luhan tertawa geli. Melihat
pria itu tertawa, wajahnya menjadi murung.
“
sudah.. sudah, mari kita berjalan kembali.. “ setelah kembali menggenggam
tangan Yoona, mereka kembali berjalan. Menikmati indahnya taman itu.
Tak ada satupun yang tidak pantas
dipandang disana, hanya prilaku para pasanganlah yang menurut Yoona sangat
mengganggu. Disaat matanya mendapatkan pasangan yang sedang bermesraan,
wajahnya kembali murung. “ jangan begitu, dimata mereka kita juga pasangan.. “
ucap Luhan dengan penuh percaya diri.
Merebahkan kedua kaki diatas rerumputan.
Menghilangkan rasa letih yang mulai mengganggu mereka. gadis itu terlihat
sedang memandang kearah langit, tersenyum akan indahnya alam semesta. Senyumannya
yang sangat jarang terlihat sudah diabadikan dengan Luhan, sebuah jepretan
menyadarkan Yoona
“
jangan foto aku.. “ ucapnya pelan.
“
ne.. “ jawabnya santai. Melihat satu
persatu hasil jepretannya. Setiap gambar yang ia lihat selalu membuatnya tersenyum.
Namun tiba-tiba terlihat keringat mengalir di keningnya.
“
oo, kau keringatan? “ katanya sembari memberikan selembar tisu kepada Luhan.
“
aku pergi sebentar, jangan kemana-mana, mengerti? “ ia sudah berlari yang tidak
diketahui Yoona kemana arahnya. gadis itu menatap kamera yang ada di tangannya,
ia melihat foto-foto yang tadinya diambil Luhan.
Terlihat lagi senyuman dibibirnya. Hampir
semua foto disana merupakan gambar dirinya. Ia merasa tersanjung. namun, sebuah
foto berhasil membuat senyumnya menghilang, tetapi hatinya yang tersenyum.
Sebuah foto dimana tadinya Luhan menciumnya.
Ia rasakan detak jantungnya yang semakin berdetak
kencang, ia menyadari itu, selama ini, disaat Luhan menggenggam tangannya,
jantungnya selalu berdetak tak karuan, tapi ia berusaha menepis semua itu,
baginya terlalu cepat untuknya berpikir kearah sana. Ia mematikan kamera itu
lalu menggantungkannya di lehernya. Satu jam sudah berlalu. Luhan tidak juga
kembali.
Ia mulai bosan. Tidak seperti biasanya,
dulunya ia sangat menikmati waktu menyendirinya, tapi dikarenakan kehadiran
Luhan, ia mulai terbiasa dengan kehadiran pria itu. Pria tampan yang memiliki
semangat hidup yang membara. Senyumnya yang menawan dan pastinya akan dengan
mudah menjerat hati seorang wanita.
Didalam keheningan, Kara terperanjat. Ia
mengingat kejadian di museum yang lalu, ia mendapatkan kondisi Luhan yang
lemah. “ apa mungkin dia sakit lagi? Omo,
aku lupa, bukankah tadi pagi dia masih demam? Kenapa aku melupakan itu.. “ ia
mondar mandir kesana kemari. Mencari sesosok pria yang selama ini menemani
harinya.
Setengah jam terlewatkan begitu saja.
Yoona semakin khawatir. “ aish, ottokae?
“ kekhawatirannya menurun setelah mendapatkan pria itu sedang berjalan
mendekatinya. Kini setangkai bunga mawar berada ditangannya. Pria itu
memberikan sebuah mawar untuk permintaan maafnya kepada Yoona.
“
mian sudah membuatmu menunggu. “
tersenyum manis kepada Yoona. Kembali menggenggam tangan Yoona. Membawa gadis
itu pergi dari sana.
Tidak jauh dari hotel mereka berada.
Mereka menyinggahi salah satu restoran untuk mengisi perut mereka yang mulai
terasa kosong. Sesekali pria itu mencoba berbincang dengan salah satu
pengunjung lainnya. Membicarakan sesuatu yang tidak dimengerti Kara.
Sepertinya obrolan mereka mengandung lelucon,
terlihat dari tawa renyah pria itu. “ kenapa hanya diam? wae? Tidak mengerti ya? haha.. kami sedang membicarakanmu, mereka
bilang kita pasangan yang serasi, bagaimana? “ katanya disela obrolannya
bersama pria asing itu.
“
bagaimana apanya? “ tanya Yoona yang tidak mengerti maksud dari perkataannya.
“
dia bilang kita serasi.. “
“
serasi apanya? Sepertinya matanya terganggu. “ Kara langsung memakai
headsetnya. Menghiraukan pandangan Nudi yang belum juga putus.
“
ya, kita memang tidak serasi. Kita bahkan jauh berbeda. “ batinnya. Ia kembali
mengobrol dengan pria asing itu. Malam hari mereka habiskan disana, menikmati
berbagai macam teh dan juga beberapa kue yang terlihat nikmat. Hari semakin
gelap, Luhan memutuskan untuk segera kembali ke hotel.
Duduk dilantai bersandarkan kasur.
Mendengarkan alunan musik melalui headset yang tergantung ditelinganya.
Mengacuhkan Luhan yang sedari tadi sibuk membongkar kopernya. Setelah pria itu
mendapatkan sebuah botol yang berisikan obat-obatan, wajahnya terlihat tenang,
ia langsung meminum obat tersebut lalu mendekati Yoona dan duduk disampingnya.
Melihat tidak ada reaksi dari gadis itu, ia mencabut salah satu headset dan memakaikan
ke telinganya.
“ mwoya?
Yiruma? “ perkataannya membuat gadis itu kesal, baginya pria itu terlalu
berisik. Yoona hendak bangkit dari duduknya, tapi dengan cepat ditahan oleh
Luhan. Pria itu menggenggam tangannya dengan erat. “ tunggu dulu.. jangan menghidar seperti itu, tenang saja,
ada saatnya, nanti.. “ masih menggengam tangan itu. Ia kembali memakai headset
yang tadinya terlepas, ia juga memakaikan kembali headset tersebut kepada Luhan.
Mereka mendengarkan musik itu dalam diam. “ aku sedang jatuh cinta. “ ucapnya
pelan.
“
mwo? “ Yoona tersentak pelan.
“
ne, aku sedang jatuh cinta.. ani, aku sudah mencintainya sejak dulu
hingga saat ini. “ ia tersenyum sambil menghayalkan wanita yang ada
dipikirannya.
“
oh.. “ hanya itu reaksi yang ditunjukkan Yoona. berusaha tidak menghiraukan
hatinya yang memanas.
“
tapi aku bisa mengatakannya kepada gadis itu. “ tambahnya lagi.
“
wae? “ Yoona mulai penasaran.
“
karena aku tidak bisa selamanya menggenggam tangannya. “ Luhan menatapnya.
Cahaya matanya menggambarkan sebuah keyakinan yang mendalam. “ walau begitu,
apa dia masih bisa menerima aku? aku yang kemungkinan akan pergi meninggalkannya?
“ pertanyaan itu membuat Yoona bingung. Pria itu seperti berbicara langsung
kepadanya.
Dirinya yang tidak tahu mau berbicara apa
memilih diam. tatapan itu berlangsung sangat lama, kedipan mata dapat
terhitung, seakan tenggelam dalam hangatnya perasaan. Rasa nyaman yang
dirasakan Yoona membuatnya tidak dapat melepaskan pandangan itu. Dan pria itu,
perlahan ia mendekatkan wajahnya kepada gadis itu, aneh, Yoona tidak
menghindarinya.
Semakin dekat jarak antara wajah keduanya,
dapat Yoona rasakan hembusan nafasnya, sentuhan itu, melekat lembut dibibirnya,
dapat ia rasakan juga tetesan air mata yang mengalir dari mata pria itu, ciuman
itu berlangsung lama diiringi alunan piano yang semakin membuat suasana menjadi
tenang.
Alunan musik terhenti, saat itu Luhan
melepaskan ciumannya, dan kembali menatap kedua mata yang ada dihadapannya itu.
Setelah lama menatap mata gadis itu. Ia mengatakan sesuatu yang membuat gadis
itu meneteskan air mata. “ gadis itu adalah kau. “ ujarnya dengan tenang. Air
mata mengalir dari kedua matanya. “ saranghae..
“ ungkap Luhan dengan lembut.
“
onje? (kapan) Sejak kapan kau
menyukaiku? “ Tanya Yoona berbisik. Luhan hanya tersenyum dan tidak
menjawabnya.
“
aku ke kamar mandi dulu. “ sebelum ia ke kamar mandi, ia mengambil sesuatu
didalam kopernya setelah itu menghilang dari balik pintu. Sesuatu terjatuh dari
kopernya, tergelincir mendekati Yoona, gadis itu memperhatikan benda yang saat
itu ada ditangannya. Sebuah botol yang berisikan obat-obatan.
“
ini, obat ini bukannya sama persis dengan obat milik halmoni? Obat jantung berdosis tinggi? Dia sakit? Sakit jantung? “
air mata kembali membasahi pipinya. Botol itu terlepas dari tangannya,
obat-obatan itu pun berserakan dilantai.
Pria itu yang baru saja keluar dari kamar
mandi kontras mematung didepan pintu. Menatap gadis yang sedang menangisi
penyakitnya. Dengan tenang ia menghampiri gadis itu lalu memeluknya. Mengelus kepalanya
guna menenangkan Yoona yang sudah lama ia cintai.
“
sudahlah, nan gwenchana, ini hanya obat
penghilang rasa sakit.. “
“
dan berdosis tinggi? “ sambarnya. “ penyakitmu apa separah itu? “ tambahnya.
“
... “ Luhan melepaskan pelukannya lalu menatap kedua mata yang terus-terusan
mengeluarkan air mata. Menghapus air mata itu dengan lembut. “ ya, penyakitku
sudah parah. Dan hidupku sudah tidak lama lagi. Itulah kebenarannya. “ Yoona yang
mendengarnya menjadi lemas.
Pria yang selama ini menemaninya akan
pergi meninggalkannya, pria yang sudah menyentuh hatinya tidak bisa bersamanya
dalam waktu yang lama. Pria yang dapat dengan mudah membuatnya nyaman
terhadapnya, membuatnya melupakan akan kesunyian, membuatnya mencintai pria itu
tanpa kesadarannya, akan menghilang dari hadapannya.
“
obat itu, benar-benar milikmu? “
“
wae? Kau sudah menyukaiku? Benarkah
itu? onje? Sejak kapan? “ senyuman
mulai terlihat diwajahnya.
“
jangan tersenyum. “ ucapnya sembari mengumpulkan obat-obatan yang berserakan
dilantai. Sambil tertawa Luhan juga ikutan mengumpulkan obat-obatan itu. Malam
itu mereka lewatkan dengan mendengarkan alunan music dari Yiruma hingga
tertidur di atas ambal tebal yang terlentang diatas lantai.
Mont Marte. Sebuah bukit di utara Paris
dengan Gereja Basilika Sacre Coeur berdiri cantik di puncaknya. Sebelum ada
Menara Eiffel, inilah tempat warga Paris melihat pemandangan ke seantero kota.
Luhan membawa Yoona ke ketempat itu untuk menikmati indahnya pemandangan disore
hari bersama warga Paris di sana. Dengan setelan kaos berwarna merah yang
berlengan panjang, ia terlihat berwarna ditambah senyumnya yang terukir indah
diwajahnya.
Disampingnya, Yoona merangkul lengannya, gadis yang memakai pakaian serba hitam itu
kini tidak berkeinginan untuk melepas rangkulannya. Disebuah kursi panjang,
mereka menghabiskan sore hari disana. Bersama puluhan wisatawan lainnya.
Mengabadikan keindahan yang ada dihadapan mereka dengan berfoto bersama.
“
duduklah.. kau terlalu banyak bergerak. “ Yoona mengkhawatirkan keadaannya.
“
jangan begitu, tolong bersikap seperti biasa terhadapku. Sisa hidup ini, aku
ingin melewatinya dengan tenang, bersamamu. “ ujarnya dan berlari menuju
keramaian. Meninggalkan Yoona yang memang tidak menyukai keramaian.
Duduk santai sambil memperhatikan pria yang
kini mengisi hatinya. Alunan musik yang sedari tadi membelai telinganya
membuatnya tidak konsentrasi dengan pandangannya. Pria itu menghilang. Ia
khawatir bukan main, segera ia ambil botol obat yang ada diranselnya, dengan
wajahnya yang memucat ditambah ekspresinya yang ketakutan akan ditinggal oleh
orang yang ia sayangi, berlari mencari pria itu, tak terasa lagi olehnya rasa
lelah yang mulai menyeliputinya, yang ada dipikirannya hanyalah pria itu,
keadaan pria itu, Dapat terlihat air mata kecemasan di pipinya, mengalir lembut
hingga tak terputuskan.
“
aku disini.. “ suara itu, suara yang selama ini menemani hari-harinya. Diujung
tebing, seorang pria berdiri sambil menatapnya, dengan senyuman andalannya ia
memanggil Yoona untuk mendekatinya. “ sinilah, pemandangan disini sangat
indah.. “ Yoona langsung berlari kearahnya, yang ia lakukan hanya memeluk pria
itu. Baru saja ia berpikir bahwa pria itu sudah meninggalkannya. Tapi kini,
disaat ia berada didalam pelukan pria itu, ketenangan yang luar biasa menyelimutinya.
“ wae? Kenapa menangis? “
“
kenapa kau menghilang begitu saja? “
“
haha.. aku belum mati.. “ jawabnya yang diiringi tawa. Tetapi sesungguhnya
hatinya perih mendengar perkataan gadis itu, jika waktu itu sudah tiba,
pastinya gadis yang kini ada didalam pelukannya pasti akan lebih sakit dari
ini. “ apa seharusnya aku meninggalkanmu lebih awal? aku tidak mau perasaan ini
menyakitimu. “ pikirnya. Ditepisnya air mata yang hendak mengalir, tidak akan
ia perlihatkan air mata yang akan menyakiti hati Yoona. Ia mencari tempat untuk
mereka duduk, tidak jauh dari sana mereka menunggu malam tiba. Bersama sepinya
harapan.
Angin berhembus dengan kencang. Udara
dingin menyergap mereka. Takut akan kesehatan Luhan, Yoona langsung menarik
pria itu dan membawanya kembali ke hotel. Sesampai dihotel ia meninggalkan
Luhan dikamar lalu ia pergi mencari makanan dan minuman hangat. Penuh
perjuangan untuknya mendapatkan apa yang ia inginkan, hujan yang sedang turun
sangat menyulitkan perjalanannya, hingga akhirnya ia mendapatkan semuanya yang
ia inginkan.
Mempercepat langkahnya untuk kembali ke
hotel. Tak terlihat siapapun disana. Yang terdengar hanyalah suara erangan dari
kamar mandi. Pria itu sedang menahan sakitnya. Kara tersandar lemas didepan
pintu, menatap pintu itu dengan airmatanya yang tidak henti-hentinya mengalir.
“
apa sesakit itu? “ pikirnya. Ia terduduk dilantai, masih terus menatap pintu
tersebut, menunggu sosok yang selama ini menjaganya keluar dari sana. Satu jam,
dua jam, tiga jam, akhirnya pria itu keluar dari sana. Kali ini merupakan waktu
terlamanya menunggu pria itu. Melihat gadis itu terduduk dihadapannya, ia
langsung merangkul gadis itu dan membawanya ke sofa.
“
kenapa kau duduk disana? “ katanya cemas.
“
penyakitmu kumat lagi? “ air matanya tak juga habis dan terus mengalir.
“
tidurlah, kau sudah sangat kelelahan. “ menarik Yoona untuk segera berbaring di
kasur, namun tangannya ditepis begitu saja.
“
yang aku tanya, apa penyakitmu kumat lagi? “ keseriusannya membuat hati Luhan
seakan teriris. Air matanya yang terus mengalir seakan menyirami goresan
hatinya dengan alkohol, sangat perih.
“
Yoona-ya.. “ ucapnya lembut.
“
apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus aku lakukan agar rasa sakit itu
menghilang darimu! “ teriakannya membuat Luhan tidak dapat menahan air matanya
yang sedari tadi berusaha melepaskan dirinya dari mata. Tetapi ia berusaha
sekuat mungkin menahan air mata itu.
“
tetap tersenyum, hanya itu yang harus kau lakukan untukku. “
“
tersenyum? Bagaimana mungkin aku tersenyum sedangkan kau meringis kesakitan? “
“
sudahlah.. bagaimana kalau besok sore kita kencan? Menara Eiffel akan sangat
cocok untuk dijadikan tempat kita berkencan, dari puncak menaranya kita bisa
lihat keindahan kota Paris yang luar biasa. “ katanya yang berusaha terlihat
tegar dihadapan gadis itu.
“
... “ Yoona hanya menatapnya. Berusaha untuk tersenyum sesuai keinginan pria
itu, tersenyum sambil menganggukkan kepala sebagai tanda bahwa ia
menyetujuinya.
Yoona pun tertidur diatas kasur dan
berbalutkan selimut, sedangkan pria itu, ia duduk dibalkon sambil melihat
kembali semua foto yang telah ia dapatkan. Senyuman dan air mata mengiringi
malam itu. Malam yang tidak ingin ia lalui.
Pagi itu diiringi dengan turunnya hujan.
Iramanya yang terdengar nikmat membuat Yoona terbangun dari tidurnya, gadis itu
langsung berjalan ke balkon untuk menikmati air hujan yang mampu menghiburnya.
Baru ia sadari, pria itu tak terlihat disana, ia langsung melonjak kaget dan
berlari menelusuri setiap ruangan dikamarnya. kosong. terlihat sebuah surat
terletak diatas meja. Dengan cepat ia sambar lalu membacanya.
“
jangan khawatir, aku keluar sebentar, ada sesuatu yang harus aku lakukan, aku
sudah membelikan susu dan roti untukmu, jangan lupa dimakan. Ingat, nanti sore
datanglah ke menara, aku akan menunggumu dipuncak menara, gunakan jas merah
itu, aku ingin melihat kau memakainya. “
“
oo? Bagaimana ia bisa mengetahui tentang jas merah itu? “ setelah membaca surat
tersebut, ia menghela nafas dengan berat. Walau begitu, ia belum bisa
menenangkan dirinya. Terpisah dengan Luhan membuatnya mencemaskan keadaan pria
itu. Berhari-hari bersama pria itu membuatnya terbiasa akan kehadirannya. Menunggu
sore tiba, ia membuka ponselnya yang sudah lama tidak ia sentuh. Terdapat
sebuah pesan dari Irene sang sahabat. Ia mulai membaca pesan tersebut.
“
yak! Bagaimana liburanmu? Kau sombong sekali, tidak mengabariku sekalipun, jangan
lupa oleh-oleh untukku, oh ya, kau berlibur bersama dengan oppa ku ya? Luhan oppa
bilang dia sedang bersamamu, selamat bersenang-senang ya, jangan
lama-lama, aku sudah sangat
merindukanmu. annyeong miss black.. “
pesan panjang itu pun selesai ia baca.
“
mwoya? Apa maksudnya? “
…………………..
Seorang gadis berjas merah berdiri dengan
anggun disana. Dari ketinggian 325 meter ia dapat menyaksikan keindahan Kota
Paris yang luar biasa indahnya. Senyumnya terbentuk indah. Keinginannya untuk
dapat melihat Kota Paris dari puncak menara pun terlaksanakan. Tapi, pria itu
tidak kunjung datang. Hampir satu jam ia disana.
“
kemana dia, kenapa lama sekali? “ pikirnya. Lelah terus berdiri, ia memilih
duduk disalah satu kursi yang terdapat disana. Satu jam, dua jam, tiga jam,
bahkan empat jam berlalu begitu saja.
Luhan tidak juga terlihat. Kecemasan pun
timbul dengan cepat, langit mulai gelap yang berarti hari sudah malam, ia
langsung berlari menuju hotel. Berharap dapat menemukan pria itu disana.
Menepis semua pikirannya, dengan penuh keyakinan ia melangkahkan kakinya hingga
tak terasa lagi dinginnya air hujan yang sudah membasahi seluruh tubuhnya.
Kosong.
Air matanya mengalir begitu saja, tak terlihat
sosok itu disana. “ kau dimana? “ ucapnya
diiringi rintihan kesedihan. “ jangan
bilang kalau kau sudah pergi. “ terduduk lemas dilantai yang kini terasa sangat
amat dingin. Dilihatnya sebuah amplop diatas meja. Dengan tubuhnya yang lemah
ia meraih amplop tersebut dan kembali terduduk dilantai. Membuka amplop
tersebut dan melihat isinya.
Puluhan foto ada ditangannya. Melihat
satu-persatu foto tersebut, setiap lembarnya terdapat sebuah kalimat
dibaliknya, air mata terus mengalir, firasat itu semakin kuat, hingga ia
dapatkan foto terakhir, dimana seorang gadis yang memakai jas berwarna merah
sedang berdiri seorang diri dibawah Menara Eiffel. Menatap menara itu dengan
penuh pertanyaan.
Foto itu di ambil dari belakangnya, itu
artinya, tadi, sebelum ia menaiki puncak menara, pria itu ada disana, mengambil
gambarnya. Ia langsung dengan cepat membalik foto tersebut dan membaca
kalimatnya yang terdapat dibalik foto yang berukuran besar itu.
“
ini foto terakhir yang aku ambil, kau terlihat cantik dengan warna merah, kau
pantas menggunakannya, gomawo sudah mau menggunakannya untukku, walaupun aku
tidak bisa melihatnya dari jarak dekat, karena sekarang adalah saatnya, dimana
aku harus pergi meninggalkanmu, mian.. bakarlah foto-foto ini, jika itu
menyakitkan untukmu, jangan jadikan kepergianku sebagai penghalang masa
depanmu, kau harus raih masa depan yang cerah itu, kau harus perlihatkan
padaku, bahwa kau adalah wanita yang kuat. ucapkan kata maaf dariku untuk
Irene, mian karena aku tidak bisa
berkata jujur kepadanya, Yoona-ya.. saranghae.
“
Foto itu pun berserakan dilantai,
tangannya bahkan tidak kuat untuk mengangkat selembar foto pun, kenyataan ini
sangat memukulnya, pria yang baru saja ia cintai meninggalkannya untuk
selamanya. Hilang sudah masa-masa dimana ia tersenyum karenanya, tak akan
terlihat lagi senyuman pria itu, dan juga, genggaman hangatnya yang tidak
pernah luput dari setiap perjalanan mereka.
Pria itu selalu menggenggam tangannya
seakan tidak mau kehilangannya sedetik pun. itu terbaring lemah di atas ambal yang tebal,
ambal yang pernah menjadi saksi terjadinya ciuman lembut antara dirinya dan
Luhan. Kenangan itu menghilang seiring redanya hujan. Tertidur diheningnya
malam, seorang diri.
Pagi ini terasa hampa. Ia telusuri seluruh
ruangan, masih mengharapkan akan kehadiran pria itu. Sayangnya sosok itu tidak
juga terlihat. Dilihatnya foto-foto yang berserakan dilantai, ia langsung
mengumpulkan satu-persatu foto itu. Foto terakhir yang berada ditangannya, foto
yang berukuran paling besar dari foto yang lainnya, ia membaca kembali kalimat
yang ada dibelakangnya. Baru ia sadari, pria itu menuliskan nama Irene.
“
Irene? Dia kenal dengan Irene? omo!
Apa mungkin dia.. “ dengan cepat ia mengambil ponselnya dan melihat semua foto
yang ada disana, dia ingat sekali, Rena pernah mengirim fotonya disaat bersama oppanya.
Sekarang sudah jelas. Ternyata pria itu
adalah oppanya Irene. Menggenggam
ponselnya dengan erat. Menyesalkan ingatannya yang begitu lambat. “ pantas saja
aku merasa nyaman dengannya, ternyata.. “ tiba-tiba saja ia terdiam. Terlintas
sesuatu dibenaknya.
Tidak lama dari itu, ia langsung bergegas
menyiapkan semua barangnya dan kembali ke Seoul. Di bandara Charles de Gaulle
ia seperti melihat sesosok wanita yang sangat ia kenal, wanita itu begitu mirip
dengan ibunya Irene, tetapi ia tidak sempat menghampirinya karena wanita itu
sudah terlanjur menghilang.
……………………….
Rumah yang bercatkan merah hati disetiap
sudutnya, menjulang tinggi, serupa dengan rumahnya. Perbedaannya hanya pada
warnanya. Perlahan ia masuk kedalam rumah itu, meninggalkan kopernya begitu
saja. Dengan mudah ia masuk kedalam rumah itu. Dilihatnya sebuah foto
terpampang indah di dinding rumah tersebut. Sebuah keluarga yang terlihat
sangat bahagia. Tapi, tidak jauh dari sana, ia melihat seorang gadis sedang
terisak histeris.
“
Irena.. “ panggilnya lemah. Mendekati sahabatnya itu. “ wae gaeure? “ memeluk sahabatnya dengan lembut.
“
oppa.. oppa.. “ ucapnya dengan tangisnya.
“
wae? Ada apa dengan oppa mu? “
jantungnya seakan berhenti berdetak, seakan bisa menduga dengan apa yang akan
dikatakan oleh Irene.
“
dia sudah tiada. “ Tubuhnya seakan membeku, tak terlihat lagi air mata disana,
otaknya seakan tak berfungsi lagi. Irene yang melihat keadaannya semakin sedih
dan menangis dengan kuat. Air matanya sudah membasahi pakaian Yoona. “ tadi
malam, eomma mendapat kabar dari pihak rumah sakit di Paris, mereka mengabarkan
berita ini, karena itu eomma dan appa langsung berangkat kesana malam itu
juga. “ jelasnya.
“
antarkan aku kekamarnya.. “
“
ee? “ Irene terdiam menunggu penjelasan.
“
tolong, antarkan aku kekamarnya. “
Sebuah kamar berwarna merah Terlihat sepi
tanpa penghuni. Semua barang disana tertata rapi, seakan sudah tidak tersentuh
dalam waktu yang lama.
“
Luhan oppa jarang tidur dikamarnya,
dia lebh suka tidur dikamarku. “ kata Irene. Tapi tidak dihiraukan dengan Yoona.
gadis itu malah mendekati komputer yang terdapat disana, setelah ia
menghidupkan computer tersebut, terlihatlah gambar seseorang pada layarnya. “ yak, bukankah itu dirimu? “ Irene kaget ketikamelihat
gambar sahabatnya ada didalam komputer tersebut.
Yoona terus memeriksa setiap gambar yang
ada disana. Tangannya berhenti bergerak. Terjawab sudah semua
perkataan-perkataan Luhan selama ini. Semua foto yang ada disana merupakan
fotonya disaat ia masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Ada juga fotonya
yang sedang menyiram bunga, fotonya disaat ia sedang merenung dibalkon kamarnya,
fotonya yang bersama Irene. Tepatnya seluruh foto yang berada disana adalah
dirinya.
“
dia sudah mengenalku selama itu? “ pikirnya.
“
Yoona-ya, apa yang kau ketahui. Tolong
jelaskan padaku. “ menatap sahabatnya yang sedang berdiri kaku dihadapannya.
Dengan perlahan ia menceritakan semua kejadian yang ia alamai bersama Luhan
disana.
Tanpa air mata dan juga kesedihan. Jawaban
yang baru saja ia dapatkan membuatnya tegar dan menerima semua kenyataan
hidupnya. Setelah ia selesai mengatakan semua, ia keluar dari rumah itu,
menarik kopernya dan memakai ranselnya, masuk kedalam rumahnya.
Orangtuanya dan adiknya yang melihat
tingkah lakunya tidak berani untuk menegurnya. Aura wajahnya terlihat bahwa ia
sedang tidak ingin diganggu. Mereka hanya membiarkannya begitu saja.
………………….
Balkon kamarnya menjadi tempat dimana ia
sering menghabiskan waktu disana. Mendengarkan musik, menulis sesuatu yang
tidak jelas, merenungkan sesuatu. Keadaan yang sunyi itu membuatnya semakin
nyaman. Tiba-tiba saja ia berhenti menulis, ia merasakan sepasang mata sedang
menatapnya, tentunya dari balkon yang ada diseberang rumahnya.
Jantungnya berdetak kencang, kenangan itu
kembali, rasa takut menyelimutinya, harapan itu timbul kembali, harapan bahwa
pria itu berdiri disana, menatapnya, tersenyum kepadanya, memotretnya. Dengan
berani ia lemparkan pandangannya kesana, kearah balkon kamarnya Irene.
“
yak! Kau sedang apa miss black?
Haha.. “ Irene menertawainya. Tawanya menyadarkannya, kenangan itu sudah
menjadi kenangan. Tidak perlu disesali, paling tidak ia sudah pernah merasakan
bahagianya dicintai.
“
apa kau tahu? Ada sesuatu yang bahkan sampai sekarang belum pernah aku katakan
kepadamu. Saranghae.. “ batinnya.
Tersenyum sambil melambaikan tangan kepada
Irene yang terus-terusan meneriakinya. Kehidupannya belum berakhir, seperti
yang dikatakan Luhan, ia harus meraih masa depan yang cerah, ia harus
menunjukkan kepada pria itu bahwa ia merupakan wanita yang kuat. Pertemuan
singkat itu akan selalu ia kenang.
the end.
0 komentar:
Post a Comment