Sunday, October 5, 2014

Fanfiction_Short Time [Chapter 2/END]



-Fanfiction Version-
Short Story Chapter 2/END

     Museum Louvre. tempat dimana terdapatnya lukisan mahakarya Monalisa karya Leonardo da Vinci, patung Venus de Milo sampai patung Firaun Ramses II, musuh Nabi Musa. Tidak cukup sehari untuk menjelajahi museum yang merupakan salah satu museum terbesar didunia itu. Memerlukan 10 Euro untuk dapat masuk kedalamnya. Tiket sudah berada ditangan Yoona, mereka sudah tidak sabar untuk segera masuk kedalamnya. Terdapat pyramide kaca berukuran besar dihadapan mereka. Pyramid itu dibangun pada tahun 1989. Pyramide itu merupakan pintu masuk utama ke dalam museum.
daebak.. “ ucap Luhan terpana. Terdapat banyak hasil karya seniman terkenal dunia disana. Luhan yang sudah berkali-kali berlibur ke Paris tidak pernah bosan untuk mengunjungi museum tersebut. Karya seni yang luar biasa akan sangat sayang jika dilewatkan begitu saja.


     Mengambil banyak gambar pasti akan ia lakuakan, tapi walau hasratnya dalam memotret begitu besar, ia tidak pernah lupa dengan keberadaan Yoona. Seperti biasa, kemana pun kakinya melangkah, tangannya tetap menggenggam sesuatu yang sepertinya sudah menjadi keharusan untuknya.
    Setelah seharian menjelajahi seluruh bagian dalam museum, Meskipun lelah, namun semua itu terbayar dengan keindahan dan nilai sejarah dari karya-karya seni yang ada disana. Tak lama lagi malam akan tiba. Yoona meminta untuk segera pulang, namun Luhan menahannya, ada yang ingin ia tunjukkan kepada gadis itu, sesuatu yang sangat indah jika disaksikan pada malam hari.
     Rasa lelah yang mereka rasakan kembali terbayarkan ketika melihat Piramida de louvre pada malam hari. Gelapnya malam membuat piramida tersebut dapat terlihat dengan jelas, sinar lampu yang berada didalamnya menembus piramida bagian atas sehingga hal tersebut menjadi tontonan yang sangat indah. Ditambah keindahan bangunan yang berada disekitarnya. Mereka berdua tersenyum, sekilas tak terlihat ekspresi lelah diwajah mereka.
otte? (bagaimana) Bagus bukan? “ tanya Luhan.
“ hem.. lumayan. Kita pulang ya.. “
“ oke.. “
“ kau kenapa? Tanganmu dingin sekali. “ menyadari akan dinginnya tangan yang sedang menggenggam tangannya itu.
“ gwenchana, ini sudah sering terjadi. “ melangkah dengan cepat, seakan mengejar sesuatu yang sedari tadi Yoona mencoba mencari tahu. Ia hanya bisa mengikuti langkah pria itu, semakin lama tangannya semakin dingin, dapat Yoona rasakan, tangan pria itu mulai mengeluarkan keringat dingin.
     Selama didalam Metro, Luhan berkali-kali memukul dadanya pelan. Disaat Yoona menanyakannya, ia hanya mengatakan sesak dikarenakan keadaan Metro yang terlalu ramai. Menurutnya pria itu terlihat aneh. Setiba mereka di hotel, pria itu dengan langkah cepat memasuki kamar mandi, dan seperti biasa, butuh waktu yang lama untuk menunggunya keluar dari sana.
     Dua jam sudah berlalu. Yoona sudah lelah menunggu pria itu, dirinya yang seharusnya membersihkan tubuhnya sudah terlanjur tertidur di atas sofa. Luhan belum juga keluar dari sana. Didalam heningnya malam, terdengar suara dari dalam kamar mandi, seperti suara seseorang yang sedang memuntahkan sesuatu, sangat lama, suara itu menghilang seiring keluarnya Luhan dari sana.
    Wajahnya terlihat lemah, seluruh tubuhnya basah diakibatkan banyaknya keringat yang keluar dari tubuhnya. Berjalan mendekati kopernya lalu mengganti seluruh pakaiannya. Disaat ia hendak tidur, ia kembali kesal melihat Yoona yang tertidur di sofa.
“ gadis ini benar-benar, apa dia tidak memikirkan kesehatannya? Seharian kelelahan kenapa dia memilih tidur disofa? Apa aku harus selalu memindahkannya? “ celotehnya sembari mengangkat gadis itu ke atas kasur. Setelah ia menyelimutinya, ia berusaha untuk menegakkan tubuhnya, namun tubuhnya yang pada saat itu begitu lemah, hal hasil ia terduduk dan pingsan, kakinya terlipat diatas lantai dan tubuhnya tersandar ditepi tempat tidur.
     Secercah cahaya mendekat dari sela gorden yang tidak tertutup rapat. Cahaya itu pula yang membangunkan Yoona dari tidurnya. Mengucek-ngucek matanya agar dirinya cepat sadarkan diri, berat, kakinya terasa berat, ketika ia melihat ke arak kakinya, ternyata Luhan tertidur disudut tempat tidur dan kedua tangannya menimpa kakinya.
     Yoona terlihat tenang, ia malah mencoba menarik tubuh pria itu keatas kasur. Dapat ia rasakan panasnya tubuh Luhan pada saat itu. Ia segera mengambil plaster untuk meredakan demam. Setelah menyelimuti pria itu, ia keluar dari kamar dan berjalan keluar hotel, mencari makanan hangat yang dapat mengisi perutnya dan juga Luhan.
     Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya ia mendapatkan restoran yang menyediakan bubur, walau buburnya berbeda dengan bubur yang ada di Seoul, itu tidak jadi masalah. Dengan cepat ia melangkahkan kakinya kembali ke hotel. Kosong. Tak terlihat siapapun disana.
yak.. eodiya? (kau dimana) “ teriak gadis itu pelan.
yeogi (disini) “ kata seseorang dari arah balkon. Kontras membuat Yoona berlari kesana. Dilihatnya Luhan sedang mengotak-atik kameranya sambil sesekali tersenyum.
“ sudah enakan? “ gadis itu sudah duduk disampingnya, menatapnya panik sembari meletakkan makanan yang baru saja ia beli diatas meja.
“ apa kau yang menempel plaster ini? “ jawabnya tenang sambil meraba keningnya.
ne.. “ ia mengangguk.
“ kau beli apa? Kebetulan aku lapar. “ matanya sudah memperhatikan bungkusan yang ada diatas meja.
“ bubur. Ayo dimakan, biar cepat sembuh. “ ia membuka bungkusan itu lalu diberikan kepada Luhan, tidak lupa juga ia berikan sendok dan juga minuman hangat.
“ oo.. Kau menjadi sangat perhatian. Wae? Apa kau benar-benar sudah tertarik kepadaku? “ sambil tersedak ia menelan setiap sendokan bubur yang masuk kedalam mulutnya. Yoona hanya menatapnya heran, terbesit rasa penasaran dengan keadaan pria itu. “ wae? Ada apa lagi? Apa gw terlihat tampan disaat makan? “
“ aku rasa ini bukan demam biasa, apa tidak sebaiknya kita ke dokter saja? “ wajahnya terlihat serius.
“ sudahlah, Cuma demam, mungkin karena kelelahan. kau gak makan? Mau aku suapin? “ katanya sambil menyodorkan sesendok bubur kepada Yoona. gadis itu terlihat salah tingkah, ia malah meninggalkan Luhan dan berjalan kekamar mandi.
     Yoona beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Tidak perlu waktu lama, setelah ia selesai menggunakan pakaiannya, ia langsung keluar dari sana. Dilihatnya pria itu sudah berpakaian rapi, dengan kemeja merah hati dan celana biru terongnya. Begitu norak dimata Yoona, namun matanya tidak bisa menghindari pemandangan itu, Luhan terlihat tampan dengan setelan maskulinnya.  “ seharian ini kau terlalu sering menatapku, hajima.. (jangan) lebih baik jangan.. “ katanya yang saat itu sedang merapihkan kemejanya didepan cermin.
“ pakaianmu norak sekali. “ jawab Yoona tidak menghiraukan perkataan Luhan dan membuat muka.
aish kau ini, dari pada kau yang selalu berkabung. “ sindirnya yang berhasil membuat Yoona kembali menatapnya.
wae? aku salah ngomong? Benarkan? “ senyumnya terlihat mencela.
“ kau, kenapa menggunakan pakaian serapi itu? “ katanya berusaha mengganti topik.
“ hari ini kita ke Katedral Notre Dame, maka itu harus rapi. “
“ katedral? “ Yoona sudah siap memeriksa isi ranselnya, gadis itu sepertinya menyetujui ajakan Luhan.
“ aku biasa menyebutnya gereja gothik.. sudah siap untuk memulai perjalanan hari ini? “ ucap Luhan dengan semangat.
“ hem.. “ tetapi Yoona terlihat tidak antusias.
“ ok, kajja! “ tidak lupa mengambil ransel milik Yoona lalu ia pakai hingga menggantung dipundaknya, setelah itu menarik tangan gadis itu. Perjalanan mereka hari ini pun dimulai.
     Katedral Notre Dame. Inilah titik nol Kota Paris dengan gereja yang memiliki legenda Si Bungkuk dari Notre Dame karya Victor Hugo. Gereja besar yang bergaya gothic itu disebut-sebut sebagai gereja dengan arsitektur terbaik di Eropa.
     Luhan sedang asik memotret sedangkan Yoona memilih duduk disalah satu kursi yang terdapat disana. Ada banyak turis disana, Luhan yang baru saja menyadari banyaknya turis yang berdatangan dengan reflek berlari mencari Yoona. gadis itu tidak terlihat. Berkeliling ia mencari gadis itu tetap tidak terlihat.
     Ia menyandarkan tubuhnya salah satu pohon yang terdapat disana. Merasakan sesak pada dadanya, berlarian kesana kemari membuatnya kelelahan. gadis itu, akhirnya ia mendapatkan gadis itu. Yoona sedang duduk dibawah pohon yang letakknya tidak jauh dari posisinya. Disaat ia hendak mendekatinya, langkahnya terhenti.
“ anak itu kenapa begitu merepotkan? Tapi, sepertinya aku yang membuat keadaan seperti ini, tepatnya bukan aku, tetapi hati ini. Kapan aku bisa mengatakan semuanya kepadanya? “ memegang dadanya yang semakin terasa sesak. Setelah menunggu beberapa menit, dadanya kembali normal, ia baru memberanikan diri untuk menghampiri Yoona. gadis itu kaget bukan main, ternyata sedari tadi ia juga mencarinya, tapi karena kelelahan ia memilih duduk disana.
“ kau dari mana saja? Aku sudah mencarimu kemana-mana. “ omelannya terdengar manja, ini pertama kalinya Yoona mengeluh kepadanya. Pria itu tersenyum karena itu. Ia menarik tangan gadis itu dan membawanya ke suatu tempat. Beberapa waktu kemudian, tibalah mereka disuatu tempat.
     Istana Versailles. Seperti biasa, Luhan melepaskan tangan Yoona untuk mengotak-atik kameranya, setelah itu ia kembali menggenggam tangannya.
“ huh, panasnya.. “ keluh Luhan. Yoona yang menyadari keluhannya langsung membuka payung yang sedari tadi berada di tangannya. “ gomawo.. “ Luhan mencoba menggoda Yoona dengan senyumannya. Namun yang terlihat, gadis itu hanya menatapnya tanpa ekspresi. “ aish kau ini, kenapa sulit sekali untuk melihat senyumanmu? “ wajahnya terlihat murung, tak disangka, Yoona tersenyum melihat itu. Pertama kali baginya melihat Luha murung seperti itu. Senyum yang tergambar dibibirnya membuat Luhan kembali tersenyum dan semakin bersemangat disaat melangkahkan kakinya.
     Sebuah patung berdiri kokoh di tengah taman. Dengan lihai Luhan mengarahkan kameranya ke patung tersebut, tangan kanannya yang masih menggenggam tangan gadis itu tidak menghalangi dirinya untuk memotret apapun.
“ indahnya.. “ pujinya.
“ apanya yang indah? Hanya patung. “ sambar Yoona.
“ selera senimu payah. Sini, biar aku tunjukan yang lebih indah. “ ia menarik tubuh gadis itu, merangkul Yoona dan mendekatkan tubuhnya dengan Yoona, lalu ia mengarahkan kamera pada mereka. “ hitungan ketiga kau harus senyum, ingat itu! “ katanya semangat.
     Tepat dihitungan ketiga kilauan cahaya dari kamera seperti menyambar cepat, Luhan langsung melihat hasil jepretannya. “ yak, kau tidak bisa senyum? kita ulangi lagi. “ ia kembali mencoba memotret mereka berdua. “ yak! Senyum senyum.. “ keluhnya yang tidak juga melihat senyuman dibibir gadis itu.
     Kali ini tepat pada hitungan ketiga, sebuah kecupan lembut melayang di pipi gadis itu, kontras membuat Yoona terdiam, pipinya merona, Luhan yang menyadari itu pun tersenyum puas. Ia melepaskan genggamannya lalu berjalan mendekati patung yang lainnya. Sedangkan gadis itu, ia masih berdiri mematung disana. “ kau memang tidak tersenyum, tetapi aku yakin, hatimu pasti tersenyum. Pipimu memerah, apa kau sudah mulai menyukaiku? Semoga tidak.. “ pikir Luhan disaat menghampiri patung lainnya.
ige mwoya? Ige mwoya! Berani-beraninya dia menciumku! “ ia berlari menghampiri Luhan lalu memukul pria itu, tidak terlalu keras, sepertinya Yoona tidak semarah itu, ia lebih terlihat seperti salah tingkah. Pukulannya malah membuat Luhan tertawa geli. Melihat pria itu tertawa, wajahnya menjadi murung.
“ sudah.. sudah, mari kita berjalan kembali.. “ setelah kembali menggenggam tangan Yoona, mereka kembali berjalan. Menikmati indahnya taman itu.
     Tak ada satupun yang tidak pantas dipandang disana, hanya prilaku para pasanganlah yang menurut Yoona sangat mengganggu. Disaat matanya mendapatkan pasangan yang sedang bermesraan, wajahnya kembali murung. “ jangan begitu, dimata mereka kita juga pasangan.. “ ucap Luhan dengan penuh percaya diri.
     Merebahkan kedua kaki diatas rerumputan. Menghilangkan rasa letih yang mulai mengganggu mereka. gadis itu terlihat sedang memandang kearah langit, tersenyum akan indahnya alam semesta. Senyumannya yang sangat jarang terlihat sudah diabadikan dengan Luhan, sebuah jepretan menyadarkan Yoona
“ jangan foto aku.. “ ucapnya pelan.
ne.. “ jawabnya santai. Melihat satu persatu hasil jepretannya. Setiap gambar yang ia lihat selalu membuatnya tersenyum. Namun tiba-tiba terlihat keringat mengalir di keningnya.
“ oo, kau keringatan? “ katanya sembari memberikan selembar tisu kepada Luhan.
“ aku pergi sebentar, jangan kemana-mana, mengerti? “ ia sudah berlari yang tidak diketahui Yoona kemana arahnya. gadis itu menatap kamera yang ada di tangannya, ia melihat foto-foto yang tadinya diambil Luhan.
     Terlihat lagi senyuman dibibirnya. Hampir semua foto disana merupakan gambar dirinya. Ia merasa tersanjung. namun, sebuah foto berhasil membuat senyumnya menghilang, tetapi hatinya yang tersenyum. Sebuah foto dimana tadinya Luhan menciumnya.
     Ia rasakan detak jantungnya yang semakin berdetak kencang, ia menyadari itu, selama ini, disaat Luhan menggenggam tangannya, jantungnya selalu berdetak tak karuan, tapi ia berusaha menepis semua itu, baginya terlalu cepat untuknya berpikir kearah sana. Ia mematikan kamera itu lalu menggantungkannya di lehernya. Satu jam sudah berlalu. Luhan tidak juga kembali.
     Ia mulai bosan. Tidak seperti biasanya, dulunya ia sangat menikmati waktu menyendirinya, tapi dikarenakan kehadiran Luhan, ia mulai terbiasa dengan kehadiran pria itu. Pria tampan yang memiliki semangat hidup yang membara. Senyumnya yang menawan dan pastinya akan dengan mudah menjerat hati seorang wanita.
     Didalam keheningan, Kara terperanjat. Ia mengingat kejadian di museum yang lalu, ia mendapatkan kondisi Luhan yang lemah. “ apa mungkin dia sakit lagi? Omo, aku lupa, bukankah tadi pagi dia masih demam? Kenapa aku melupakan itu.. “ ia mondar mandir kesana kemari. Mencari sesosok pria yang selama ini menemani harinya.
     Setengah jam terlewatkan begitu saja. Yoona semakin khawatir. “ aish, ottokae? “ kekhawatirannya menurun setelah mendapatkan pria itu sedang berjalan mendekatinya. Kini setangkai bunga mawar berada ditangannya. Pria itu memberikan sebuah mawar untuk permintaan maafnya kepada Yoona.
mian sudah membuatmu menunggu. “ tersenyum manis kepada Yoona. Kembali menggenggam tangan Yoona. Membawa gadis itu pergi dari sana.
     Tidak jauh dari hotel mereka berada. Mereka menyinggahi salah satu restoran untuk mengisi perut mereka yang mulai terasa kosong. Sesekali pria itu mencoba berbincang dengan salah satu pengunjung lainnya. Membicarakan sesuatu yang tidak dimengerti Kara.
     Sepertinya obrolan mereka mengandung lelucon, terlihat dari tawa renyah pria itu. “ kenapa hanya diam? wae? Tidak mengerti ya? haha.. kami sedang membicarakanmu, mereka bilang kita pasangan yang serasi, bagaimana? “ katanya disela obrolannya bersama pria asing itu.
“ bagaimana apanya? “ tanya Yoona yang tidak mengerti maksud dari perkataannya.
“ dia bilang kita serasi.. “
“ serasi apanya? Sepertinya matanya terganggu. “ Kara langsung memakai headsetnya. Menghiraukan pandangan Nudi yang belum juga putus.
“ ya, kita memang tidak serasi. Kita bahkan jauh berbeda. “ batinnya. Ia kembali mengobrol dengan pria asing itu. Malam hari mereka habiskan disana, menikmati berbagai macam teh dan juga beberapa kue yang terlihat nikmat. Hari semakin gelap, Luhan memutuskan untuk segera kembali ke hotel.
     Duduk dilantai bersandarkan kasur. Mendengarkan alunan musik melalui headset yang tergantung ditelinganya. Mengacuhkan Luhan yang sedari tadi sibuk membongkar kopernya. Setelah pria itu mendapatkan sebuah botol yang berisikan obat-obatan, wajahnya terlihat tenang, ia langsung meminum obat tersebut lalu mendekati Yoona dan duduk disampingnya. Melihat tidak ada reaksi dari gadis itu, ia mencabut salah satu headset dan memakaikan ke telinganya.
 “ mwoya? Yiruma? “ perkataannya membuat gadis itu kesal, baginya pria itu terlalu berisik. Yoona hendak bangkit dari duduknya, tapi dengan cepat ditahan oleh Luhan. Pria itu menggenggam tangannya dengan erat. “ tunggu dulu..  jangan menghidar seperti itu, tenang saja, ada saatnya, nanti.. “ masih menggengam tangan itu. Ia kembali memakai headset yang tadinya terlepas, ia juga memakaikan kembali headset tersebut kepada Luhan. Mereka mendengarkan musik itu dalam diam. “ aku sedang jatuh cinta. “ ucapnya pelan.
mwo? “ Yoona tersentak pelan.
ne, aku sedang jatuh cinta.. ani, aku sudah mencintainya sejak dulu hingga saat ini. “ ia tersenyum sambil menghayalkan wanita yang ada dipikirannya.
“ oh.. “ hanya itu reaksi yang ditunjukkan Yoona. berusaha tidak menghiraukan hatinya yang memanas.
“ tapi aku bisa mengatakannya kepada gadis itu. “ tambahnya lagi.
wae? “ Yoona mulai penasaran.
“ karena aku tidak bisa selamanya menggenggam tangannya. “ Luhan menatapnya. Cahaya matanya menggambarkan sebuah keyakinan yang mendalam. “ walau begitu, apa dia masih bisa menerima aku? aku yang kemungkinan akan pergi meninggalkannya? “ pertanyaan itu membuat Yoona bingung. Pria itu seperti berbicara langsung kepadanya.
     Dirinya yang tidak tahu mau berbicara apa memilih diam. tatapan itu berlangsung sangat lama, kedipan mata dapat terhitung, seakan tenggelam dalam hangatnya perasaan. Rasa nyaman yang dirasakan Yoona membuatnya tidak dapat melepaskan pandangan itu. Dan pria itu, perlahan ia mendekatkan wajahnya kepada gadis itu, aneh, Yoona tidak menghindarinya.  
     Semakin dekat jarak antara wajah keduanya, dapat Yoona rasakan hembusan nafasnya, sentuhan itu, melekat lembut dibibirnya, dapat ia rasakan juga tetesan air mata yang mengalir dari mata pria itu, ciuman itu berlangsung lama diiringi alunan piano yang semakin membuat suasana menjadi tenang.
     Alunan musik terhenti, saat itu Luhan melepaskan ciumannya, dan kembali menatap kedua mata yang ada dihadapannya itu. Setelah lama menatap mata gadis itu. Ia mengatakan sesuatu yang membuat gadis itu meneteskan air mata. “ gadis itu adalah kau. “ ujarnya dengan tenang. Air mata mengalir dari kedua matanya. “ saranghae.. “ ungkap Luhan dengan lembut.
onje? (kapan) Sejak kapan kau menyukaiku? “ Tanya Yoona berbisik. Luhan hanya tersenyum dan tidak menjawabnya.
“ aku ke kamar mandi dulu. “ sebelum ia ke kamar mandi, ia mengambil sesuatu didalam kopernya setelah itu menghilang dari balik pintu. Sesuatu terjatuh dari kopernya, tergelincir mendekati Yoona, gadis itu memperhatikan benda yang saat itu ada ditangannya. Sebuah botol yang berisikan obat-obatan.
“ ini, obat ini bukannya sama persis dengan obat milik halmoni? Obat jantung berdosis tinggi? Dia sakit? Sakit jantung? “ air mata kembali membasahi pipinya. Botol itu terlepas dari tangannya, obat-obatan itu pun berserakan dilantai.
     Pria itu yang baru saja keluar dari kamar mandi kontras mematung didepan pintu. Menatap gadis yang sedang menangisi penyakitnya. Dengan tenang ia menghampiri gadis itu lalu memeluknya. Mengelus kepalanya guna menenangkan Yoona yang sudah lama ia cintai.
“ sudahlah, nan gwenchana, ini hanya obat penghilang rasa sakit.. “
“ dan berdosis tinggi? “ sambarnya. “ penyakitmu apa separah itu? “ tambahnya.
“ ... “ Luhan melepaskan pelukannya lalu menatap kedua mata yang terus-terusan mengeluarkan air mata. Menghapus air mata itu dengan lembut. “ ya, penyakitku sudah parah. Dan hidupku sudah tidak lama lagi. Itulah kebenarannya. “ Yoona yang mendengarnya menjadi lemas.
     Pria yang selama ini menemaninya akan pergi meninggalkannya, pria yang sudah menyentuh hatinya tidak bisa bersamanya dalam waktu yang lama. Pria yang dapat dengan mudah membuatnya nyaman terhadapnya, membuatnya melupakan akan kesunyian, membuatnya mencintai pria itu tanpa kesadarannya, akan menghilang dari hadapannya.
“ obat itu, benar-benar milikmu? “
wae? Kau sudah menyukaiku? Benarkah itu? onje? Sejak kapan? “ senyuman mulai terlihat diwajahnya.
“ jangan tersenyum. “ ucapnya sembari mengumpulkan obat-obatan yang berserakan dilantai. Sambil tertawa Luhan juga ikutan mengumpulkan obat-obatan itu. Malam itu mereka lewatkan dengan mendengarkan alunan music dari Yiruma hingga tertidur di atas ambal tebal yang terlentang diatas lantai.
     Mont Marte. Sebuah bukit di utara Paris dengan Gereja Basilika Sacre Coeur berdiri cantik di puncaknya. Sebelum ada Menara Eiffel, inilah tempat warga Paris melihat pemandangan ke seantero kota. Luhan membawa Yoona ke ketempat itu untuk menikmati indahnya pemandangan disore hari bersama warga Paris di sana. Dengan setelan kaos berwarna merah yang berlengan panjang, ia terlihat berwarna ditambah senyumnya yang terukir indah diwajahnya.
     Disampingnya,  Yoona merangkul lengannya,  gadis yang memakai pakaian serba hitam itu kini tidak berkeinginan untuk melepas rangkulannya. Disebuah kursi panjang, mereka menghabiskan sore hari disana. Bersama puluhan wisatawan lainnya. Mengabadikan keindahan yang ada dihadapan mereka dengan berfoto bersama.
“ duduklah.. kau terlalu banyak bergerak. “ Yoona mengkhawatirkan keadaannya.
“ jangan begitu, tolong bersikap seperti biasa terhadapku. Sisa hidup ini, aku ingin melewatinya dengan tenang, bersamamu. “ ujarnya dan berlari menuju keramaian. Meninggalkan Yoona yang memang tidak menyukai keramaian.
    Duduk santai sambil memperhatikan pria yang kini mengisi hatinya. Alunan musik yang sedari tadi membelai telinganya membuatnya tidak konsentrasi dengan pandangannya. Pria itu menghilang. Ia khawatir bukan main, segera ia ambil botol obat yang ada diranselnya, dengan wajahnya yang memucat ditambah ekspresinya yang ketakutan akan ditinggal oleh orang yang ia sayangi, berlari mencari pria itu, tak terasa lagi olehnya rasa lelah yang mulai menyeliputinya, yang ada dipikirannya hanyalah pria itu, keadaan pria itu, Dapat terlihat air mata kecemasan di pipinya, mengalir lembut hingga tak terputuskan.
“ aku disini.. “ suara itu, suara yang selama ini menemani hari-harinya. Diujung tebing, seorang pria berdiri sambil menatapnya, dengan senyuman andalannya ia memanggil Yoona untuk mendekatinya. “ sinilah, pemandangan disini sangat indah.. “ Yoona langsung berlari kearahnya, yang ia lakukan hanya memeluk pria itu. Baru saja ia berpikir bahwa pria itu sudah meninggalkannya. Tapi kini, disaat ia berada didalam pelukan pria itu, ketenangan yang luar biasa menyelimutinya. “ wae? Kenapa menangis? “
“ kenapa kau menghilang begitu saja? “
“ haha.. aku belum mati.. “ jawabnya yang diiringi tawa. Tetapi sesungguhnya hatinya perih mendengar perkataan gadis itu, jika waktu itu sudah tiba, pastinya gadis yang kini ada didalam pelukannya pasti akan lebih sakit dari ini. “ apa seharusnya aku meninggalkanmu lebih awal? aku tidak mau perasaan ini menyakitimu. “ pikirnya. Ditepisnya air mata yang hendak mengalir, tidak akan ia perlihatkan air mata yang akan menyakiti hati Yoona. Ia mencari tempat untuk mereka duduk, tidak jauh dari sana mereka menunggu malam tiba. Bersama sepinya harapan.
     Angin berhembus dengan kencang. Udara dingin menyergap mereka. Takut akan kesehatan Luhan, Yoona langsung menarik pria itu dan membawanya kembali ke hotel. Sesampai dihotel ia meninggalkan Luhan dikamar lalu ia pergi mencari makanan dan minuman hangat. Penuh perjuangan untuknya mendapatkan apa yang ia inginkan, hujan yang sedang turun sangat menyulitkan perjalanannya, hingga akhirnya ia mendapatkan semuanya yang ia inginkan.
     Mempercepat langkahnya untuk kembali ke hotel. Tak terlihat siapapun disana. Yang terdengar hanyalah suara erangan dari kamar mandi. Pria itu sedang menahan sakitnya. Kara tersandar lemas didepan pintu, menatap pintu itu dengan airmatanya yang tidak henti-hentinya mengalir.
“ apa sesakit itu? “ pikirnya. Ia terduduk dilantai, masih terus menatap pintu tersebut, menunggu sosok yang selama ini menjaganya keluar dari sana. Satu jam, dua jam, tiga jam, akhirnya pria itu keluar dari sana. Kali ini merupakan waktu terlamanya menunggu pria itu. Melihat gadis itu terduduk dihadapannya, ia langsung merangkul gadis itu dan membawanya ke sofa.
“ kenapa kau duduk disana? “ katanya cemas.
“ penyakitmu kumat lagi? “ air matanya tak juga habis dan terus mengalir.
“ tidurlah, kau sudah sangat kelelahan. “ menarik Yoona untuk segera berbaring di kasur, namun tangannya ditepis begitu saja.
“ yang aku tanya, apa penyakitmu kumat lagi? “ keseriusannya membuat hati Luhan seakan teriris. Air matanya yang terus mengalir seakan menyirami goresan hatinya dengan alkohol, sangat perih.
“ Yoona-ya.. “ ucapnya lembut.
“ apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus aku lakukan agar rasa sakit itu menghilang darimu! “ teriakannya membuat Luhan tidak dapat menahan air matanya yang sedari tadi berusaha melepaskan dirinya dari mata. Tetapi ia berusaha sekuat mungkin menahan air mata itu.
“ tetap tersenyum, hanya itu yang harus kau lakukan untukku. “
“ tersenyum? Bagaimana mungkin aku tersenyum sedangkan kau meringis kesakitan? “
“ sudahlah.. bagaimana kalau besok sore kita kencan? Menara Eiffel akan sangat cocok untuk dijadikan tempat kita berkencan, dari puncak menaranya kita bisa lihat keindahan kota Paris yang luar biasa. “ katanya yang berusaha terlihat tegar dihadapan gadis itu.
“ ... “ Yoona hanya menatapnya. Berusaha untuk tersenyum sesuai keinginan pria itu, tersenyum sambil menganggukkan kepala sebagai tanda bahwa ia menyetujuinya.
     Yoona pun tertidur diatas kasur dan berbalutkan selimut, sedangkan pria itu, ia duduk dibalkon sambil melihat kembali semua foto yang telah ia dapatkan. Senyuman dan air mata mengiringi malam itu. Malam yang tidak ingin ia lalui.

     Pagi itu diiringi dengan turunnya hujan. Iramanya yang terdengar nikmat membuat Yoona terbangun dari tidurnya, gadis itu langsung berjalan ke balkon untuk menikmati air hujan yang mampu menghiburnya. Baru ia sadari, pria itu tak terlihat disana, ia langsung melonjak kaget dan berlari menelusuri setiap ruangan dikamarnya. kosong. terlihat sebuah surat terletak diatas meja. Dengan cepat ia sambar lalu membacanya.
“ jangan khawatir, aku keluar sebentar, ada sesuatu yang harus aku lakukan, aku sudah membelikan susu dan roti untukmu, jangan lupa dimakan. Ingat, nanti sore datanglah ke menara, aku akan menunggumu dipuncak menara, gunakan jas merah itu, aku ingin melihat kau memakainya. “
“ oo? Bagaimana ia bisa mengetahui tentang jas merah itu? “ setelah membaca surat tersebut, ia menghela nafas dengan berat. Walau begitu, ia belum bisa menenangkan dirinya. Terpisah dengan Luhan membuatnya mencemaskan keadaan pria itu. Berhari-hari bersama pria itu membuatnya terbiasa akan kehadirannya. Menunggu sore tiba, ia membuka ponselnya yang sudah lama tidak ia sentuh. Terdapat sebuah pesan dari Irene sang sahabat. Ia mulai membaca pesan tersebut.
“ yak! Bagaimana liburanmu? Kau sombong sekali, tidak mengabariku sekalipun, jangan lupa oleh-oleh untukku, oh ya, kau berlibur bersama dengan oppa ku ya? Luhan oppa bilang dia sedang bersamamu, selamat bersenang-senang ya, jangan lama-lama,  aku sudah sangat merindukanmu. annyeong miss black.. “ pesan panjang itu pun selesai ia baca.
mwoya? Apa maksudnya? “

…………………..

     Seorang gadis berjas merah berdiri dengan anggun disana. Dari ketinggian 325 meter ia dapat menyaksikan keindahan Kota Paris yang luar biasa indahnya. Senyumnya terbentuk indah. Keinginannya untuk dapat melihat Kota Paris dari puncak menara pun terlaksanakan. Tapi, pria itu tidak kunjung datang. Hampir satu jam ia disana.
“ kemana dia, kenapa lama sekali? “ pikirnya. Lelah terus berdiri, ia memilih duduk disalah satu kursi yang terdapat disana. Satu jam, dua jam, tiga jam, bahkan empat jam berlalu begitu saja.
     Luhan tidak juga terlihat. Kecemasan pun timbul dengan cepat, langit mulai gelap yang berarti hari sudah malam, ia langsung berlari menuju hotel. Berharap dapat menemukan pria itu disana. Menepis semua pikirannya, dengan penuh keyakinan ia melangkahkan kakinya hingga tak terasa lagi dinginnya air hujan yang sudah membasahi seluruh tubuhnya. Kosong.
     Air matanya mengalir begitu saja, tak terlihat sosok itu disana.     “ kau dimana? “ ucapnya diiringi rintihan kesedihan.  “ jangan bilang kalau kau sudah pergi. “ terduduk lemas dilantai yang kini terasa sangat amat dingin. Dilihatnya sebuah amplop diatas meja. Dengan tubuhnya yang lemah ia meraih amplop tersebut dan kembali terduduk dilantai. Membuka amplop tersebut dan melihat isinya.
     Puluhan foto ada ditangannya. Melihat satu-persatu foto tersebut, setiap lembarnya terdapat sebuah kalimat dibaliknya, air mata terus mengalir, firasat itu semakin kuat, hingga ia dapatkan foto terakhir, dimana seorang gadis yang memakai jas berwarna merah sedang berdiri seorang diri dibawah Menara Eiffel. Menatap menara itu dengan penuh pertanyaan.
     Foto itu di ambil dari belakangnya, itu artinya, tadi, sebelum ia menaiki puncak menara, pria itu ada disana, mengambil gambarnya. Ia langsung dengan cepat membalik foto tersebut dan membaca kalimatnya yang terdapat dibalik foto yang berukuran besar itu.
“ ini foto terakhir yang aku ambil, kau terlihat cantik dengan warna merah, kau pantas menggunakannya, gomawo sudah mau menggunakannya untukku, walaupun aku tidak bisa melihatnya dari jarak dekat, karena sekarang adalah saatnya, dimana aku harus pergi meninggalkanmu, mian.. bakarlah foto-foto ini, jika itu menyakitkan untukmu, jangan jadikan kepergianku sebagai penghalang masa depanmu, kau harus raih masa depan yang cerah itu, kau harus perlihatkan padaku, bahwa kau adalah wanita yang kuat. ucapkan kata maaf dariku untuk Irene, mian karena aku tidak bisa berkata jujur kepadanya, Yoona-ya.. saranghae. “
     Foto itu pun berserakan dilantai, tangannya bahkan tidak kuat untuk mengangkat selembar foto pun, kenyataan ini sangat memukulnya, pria yang baru saja ia cintai meninggalkannya untuk selamanya. Hilang sudah masa-masa dimana ia tersenyum karenanya, tak akan terlihat lagi senyuman pria itu, dan juga, genggaman hangatnya yang tidak pernah luput dari setiap perjalanan mereka.
     Pria itu selalu menggenggam tangannya seakan tidak mau kehilangannya sedetik pun.  itu terbaring lemah di atas ambal yang tebal, ambal yang pernah menjadi saksi terjadinya ciuman lembut antara dirinya dan Luhan. Kenangan itu menghilang seiring redanya hujan. Tertidur diheningnya malam, seorang diri.
     Pagi ini terasa hampa. Ia telusuri seluruh ruangan, masih mengharapkan akan kehadiran pria itu. Sayangnya sosok itu tidak juga terlihat. Dilihatnya foto-foto yang berserakan dilantai, ia langsung mengumpulkan satu-persatu foto itu. Foto terakhir yang berada ditangannya, foto yang berukuran paling besar dari foto yang lainnya, ia membaca kembali kalimat yang ada dibelakangnya. Baru ia sadari, pria itu menuliskan nama Irene.
“ Irene? Dia kenal dengan Irene? omo! Apa mungkin dia.. “ dengan cepat ia mengambil ponselnya dan melihat semua foto yang ada disana, dia ingat sekali, Rena pernah mengirim fotonya disaat bersama oppanya.
     Sekarang sudah jelas. Ternyata pria itu adalah oppanya Irene. Menggenggam ponselnya dengan erat. Menyesalkan ingatannya yang begitu lambat. “ pantas saja aku merasa nyaman dengannya, ternyata.. “ tiba-tiba saja ia terdiam. Terlintas sesuatu dibenaknya.
     Tidak lama dari itu, ia langsung bergegas menyiapkan semua barangnya dan kembali ke Seoul. Di bandara Charles de Gaulle ia seperti melihat sesosok wanita yang sangat ia kenal, wanita itu begitu mirip dengan ibunya Irene, tetapi ia tidak sempat menghampirinya karena wanita itu sudah terlanjur menghilang.

……………………….

     Rumah yang bercatkan merah hati disetiap sudutnya, menjulang tinggi, serupa dengan rumahnya. Perbedaannya hanya pada warnanya. Perlahan ia masuk kedalam rumah itu, meninggalkan kopernya begitu saja. Dengan mudah ia masuk kedalam rumah itu. Dilihatnya sebuah foto terpampang indah di dinding rumah tersebut. Sebuah keluarga yang terlihat sangat bahagia. Tapi, tidak jauh dari sana, ia melihat seorang gadis sedang terisak histeris.
“ Irena.. “ panggilnya lemah. Mendekati sahabatnya itu. “ wae gaeure? “ memeluk sahabatnya dengan lembut.
“ oppa.. oppa.. “ ucapnya dengan tangisnya.
“ wae? Ada apa dengan oppa mu? “ jantungnya seakan berhenti berdetak, seakan bisa menduga dengan apa yang akan dikatakan oleh Irene.
“ dia sudah tiada. “ Tubuhnya seakan membeku, tak terlihat lagi air mata disana, otaknya seakan tak berfungsi lagi. Irene yang melihat keadaannya semakin sedih dan menangis dengan kuat. Air matanya sudah membasahi pakaian Yoona. “ tadi malam, eomma mendapat kabar dari pihak rumah sakit di Paris, mereka mengabarkan berita ini, karena itu eomma dan appa langsung berangkat kesana malam itu juga. “ jelasnya.
“ antarkan aku kekamarnya.. “
“ ee? “ Irene terdiam menunggu penjelasan.
“ tolong, antarkan aku kekamarnya. “
    
     Sebuah kamar berwarna merah Terlihat sepi tanpa penghuni. Semua barang disana tertata rapi, seakan sudah tidak tersentuh dalam waktu yang lama.
“ Luhan oppa jarang tidur dikamarnya, dia lebh suka tidur dikamarku. “ kata Irene. Tapi tidak dihiraukan dengan Yoona. gadis itu malah mendekati komputer yang terdapat disana, setelah ia menghidupkan computer tersebut, terlihatlah gambar seseorang pada layarnya. “ yak, bukankah itu dirimu? “ Irene kaget ketikamelihat gambar sahabatnya ada didalam komputer tersebut.
     Yoona terus memeriksa setiap gambar yang ada disana. Tangannya berhenti bergerak. Terjawab sudah semua perkataan-perkataan Luhan selama ini. Semua foto yang ada disana merupakan fotonya disaat ia masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Ada juga fotonya yang sedang menyiram bunga, fotonya disaat ia sedang merenung dibalkon kamarnya, fotonya yang bersama Irene. Tepatnya seluruh foto yang berada disana adalah dirinya.
“ dia sudah mengenalku selama itu? “ pikirnya.
“ Yoona-ya, apa yang kau ketahui. Tolong jelaskan padaku. “ menatap sahabatnya yang sedang berdiri kaku dihadapannya. Dengan perlahan ia menceritakan semua kejadian yang ia alamai bersama Luhan disana.
     Tanpa air mata dan juga kesedihan. Jawaban yang baru saja ia dapatkan membuatnya tegar dan menerima semua kenyataan hidupnya. Setelah ia selesai mengatakan semua, ia keluar dari rumah itu, menarik kopernya dan memakai ranselnya, masuk kedalam rumahnya.
    Orangtuanya dan adiknya yang melihat tingkah lakunya tidak berani untuk menegurnya. Aura wajahnya terlihat bahwa ia sedang tidak ingin diganggu. Mereka hanya membiarkannya begitu saja.


………………….
     Balkon kamarnya menjadi tempat dimana ia sering menghabiskan waktu disana. Mendengarkan musik, menulis sesuatu yang tidak jelas, merenungkan sesuatu. Keadaan yang sunyi itu membuatnya semakin nyaman. Tiba-tiba saja ia berhenti menulis, ia merasakan sepasang mata sedang menatapnya, tentunya dari balkon yang ada diseberang rumahnya.
     Jantungnya berdetak kencang, kenangan itu kembali, rasa takut menyelimutinya, harapan itu timbul kembali, harapan bahwa pria itu berdiri disana, menatapnya, tersenyum kepadanya, memotretnya. Dengan berani ia lemparkan pandangannya kesana, kearah balkon kamarnya Irene.
yak! Kau sedang apa miss black? Haha.. “ Irene menertawainya. Tawanya menyadarkannya, kenangan itu sudah menjadi kenangan. Tidak perlu disesali, paling tidak ia sudah pernah merasakan bahagianya dicintai.
“ apa kau tahu? Ada sesuatu yang bahkan sampai sekarang belum pernah aku katakan kepadamu. Saranghae.. “ batinnya.

     Tersenyum sambil melambaikan tangan kepada Irene yang terus-terusan meneriakinya. Kehidupannya belum berakhir, seperti yang dikatakan Luhan, ia harus meraih masa depan yang cerah, ia harus menunjukkan kepada pria itu bahwa ia merupakan wanita yang kuat. Pertemuan singkat itu akan selalu ia kenang.

the end.

0 komentar: