-Fanfiction Version-
Short
Time Chapter 1/2
Hitam adalah warna yang melambangkan
kemakmuran, Percaya diri, Maskulin, dan Dramatis. Penyuka warna hitam biasanya
memiliki banyak rahasia dan lebih cenderung pendiam. Jika mereka berada
ditempat yang tidak mereka sukai, Biasanya mereka akan menjadi murung.
Dalam pergaulan mereka tidak terlalu
memikirkan pendapat orang lain, Hanya melakukan sesuatu yang dianggap mereka
nyaman, Tetapi walau begitu biasanya mereka mudah diajak berteman dan mampu
memberikan solusi ampuh kepada temannya. Seperti itulah karakter Yoona. gadis
penggila warna hitam itu sungguh berbeda dengan gadis-gadis pada umumnya.
Seakan menikmati kesendiriannya yang terlihat begitu membosankan namun sangat
mengasikkan baginya, Selagi tidak ada yang mengganggu kesendiriannya, Ia akan
tetap merasa nyaman.
“
Yoona-ya! “ Seseorang meneriaki
namanya. Merasa mengenal suara itu, ia pun menjauh dari sana. Mencari jaket
tebal berwarna hitam tidaklah mudah, Terutama untuk wanita, Sesuai tren pada
tahun itu, segala sesuatu yang berhubungan dengan wanita berubah menjadi serba
cerah, warna-warni, tanpa warna hitam. Yoona sudah menyinggahi banyak butik dan
sampai sekarang ia belum juga mendapatkan jaket hitamnya. Jadwalnya ke Paris
tidak lama lagi dan sampai sekarang ia belum juga mendapatkan jaket hitamnya.
“
jogiyo, kenapa sedari tadi saya tidak
menemukan jaket berwarna hitam? “ tanya Yoona kepada salah satu karyawan butik
tersebut.
“
sesuai tren tahun ini, kami hanya menyediakan pakaian dengan warna yang cerah
saja, tidak hanya butik kami, hampir semua butik menggunakan warna yang cerah.
“ ujar karyawan butik itu sambil menunjukkan beberapa pakaian dengan warna yang
sangat dibenci Yoona.
“
sudah-sudah, letakkan kembali pakaian itu. “ katanya dan hendak keluar dari
sana. jas musim dingin yang berwarna merah. Terpampang indah disana. Warnanya
yang terlampau norak tentu saja tidak akan menarik perhatiannya, tetapi gadis
itu terlihat serius memperhatikan setiap lekukan pada jas tersebut.
“
jas ini koleksi terbaru kami, kalau anda mau mencobanya, saya akan ambilkan
untuk anda. “ karyawan itu menatapnya seakan menunggu perintah darinya.
“
apa tidak ada warna hitam? “ ucapnya yang ternyata masih mengharapkan warna
hitam.
“
jesong hamnida, tidak ada. tetapi,
apa anda tidak tertarik dengan jas ini? Kami baru saja mengeluarkannya, bisa
jadi beberapa menit kemudian jas ini akan menjadi milik orang lain. “ ujar
karyawan itu lembut.
“
aish kau ini, kau selalu
menghindariku. Mwoya? Merah? Kau
sudah melupakan hitam? “ kata Irene yang baru menemukannya.
“
jangan menggangguku.. “ ujarnya yang terlihat malas di diganggu sahabatnya itu.
“
ehei, kali ini aku tidak mencoba membuntutimu. Aku sedang menemani oppa ku mencari pakaian. “
“
oh? Dia sudah kembali? “
“
hem.. tetapi sudah mau pergi lagi. Jas ini kenapa kau tidak mengambilnya?
Sudahlah, hilangkan warna hitam dari hidupmu, jas merah ini terlihat indah.
Jika jas ini diperuntukkan untuk pria, oppa
ku pasti sudah membelinya. “ ia tidak menyadari kepergian Yoona. Si penggila
hitam itu malah asik menelusuri rak lainnya dan membiarkan Irene berbicara
seorang diri disana.
“
ocehanmu akan merusak konsentrasiku. “ pikirnya sambil terus mencari jaket
hitamnya.
Makan malam bersama keluarganya selalu ia
hindari, ia lebih memilih menyantap makanannya di balkon kamarnya, tetapi
disaat terlihat seseorang dari kejauhan, barulah ia kembali masuk kedalam
kamarnya dan menutup pintu balkonnya dengan rapat. Pada malam hari Irene sering
sekali meneriaki namanya, letak rumah Irene yang tepat berada didepan rumahnya
membuat Irene dapat dengan mudah untuk mengganggu sahabatnya yang gemar menyendiri
itu.
Tapi pada malam itu, sosok yang terlihat
disana bukanlah sahabatnya. Pria tampan berbaju merah. Pria itu berhasil
membuat Yoona terus-terusan memperhatikannya. Pria itu berpegangan pada pagar
di balkon kamarnya Irene, memandang langit dan sesekali menarik nafas panjang
lalu menghembuskannya dengan perlahan. Menikmati setiap detik yang ada. Hujan
turun diikuti dengan hembusan angin. Yoona buru-buru masuk kedalam kamar guna
menghindari tempiasan air hujan, dari dalam kamar ia mengintip keluar,
menepikan gorden jendelanya, dapat terlihat senyuman pria itu, ia membiarkan
tubuhnya terkena air hujan, melentangkan kedua tangannya untuk dapat merasakan
hempasan angin yang membelai tubuhnya.
“
siapa itu? Apa itu oppa nya Irene? Kenapa berbeda dengan yang difoto? “
pikirnya.
“
kau sedang apa nuna? “ Tao sang adik
menyadarkannya. Tidak ingin ketahuan sedang mengintip, ia mendorong adiknya
keluar dari kamarnya dan tidak lupa untuk menutup pintunya. “ yak nuna, eomma menyuruhku untuk
mengingatkanmu, periksa kembali barang bawaanmu, Jangan sampai ada yang
tertinggal! “ teriak Tao dari luar. Mendengar perkataan adiknya, ia baru
menyadari itu, ia belum menyiapkan apapun. Tak butuh waktu lama, dengan cepat
sebuah koper yang tentunya berwarna hitam sudah terisikan banyak pakaian yang
juga berwarna hitam, tetapi, ada satu pakaian yang terlihat berbeda dari yang
lainnya. Jas musim dingin berwarna merah. Ternyata ia jadi membeli jas itu.
Menyiram tanaman dipagi hari adalah hal
yang membosankan, ia terpaksa melakukan itu karena paksaan dari sang ibu.
“
Yoona-ya, kau harus lebih bersemangat
menyiramnya, bukankah besok kamu sudah berangkat, mana senyumannya? “ ibunya
sangat senang mengganggu putrinya itu, melihat putrinya yang jarang tersenyum
bahkan mungkin hampir tidak pernah tersenyum membuatnya semakin giat
mengganggunya.
“
tinggalkan aku sendiri eomma.. “
keluhnya yang lelah diganggu terus-menerus oleh ibunya. Ibunya pun
meninggalkannya diiringi tawanya yang renyah. Ia kembali serius menyiram
tanaman. “ aish, aku harus
melihatnya.. “ batinnya berkata bahwa ada seseorang sedang memperhatikannya
dari balkon kamarnya Irene. Keinginannya untuk melihat terlalu besar, namun kegengsiannya
lebih besar dari pada itu. Ia pun mengulur keinginannya dan memilih masuk kedalam
rumah.
“
Yoona-ya, mari duduk disamping appa. “ perintah Ayahnya.
“
ne wae? “ ia sudah duduk disamping
Ayahnya dengan menyilangkan kedua kakinya.
“
benarkan posisi kakimu Yoona-ya.. “
“
ne.. “ jawabnya malas sembari
membenarkan posisi kakinya.
“
kamu yakin mau berlibur sendirian? “ gadis itu hanya mengangguk.
“
nuna, jangan lupa pesananku. “ seru
Tao dari arah dapur.
“
aish! “ ia sudah melenggang
kekamarnya. Mengamati barang bawaannya untuk esok hari. Tidak terlalu banyak,
hanya koper kecil dan sebuah ransel. Beberapa buku bahasa perancis dan juga
sebuah peta. “ sepertinya sudah lengkap. “ ia mengambil sebuah buku lalu duduk
di balkon kamarnya. Membaca buku selalu ia lakukan, ia bahkan lebih memilih
membaca dari pada harus menonton drama apapun itu. Atau mungkin mendengarkan
musik dari pada menonton konser secara langsung, segala sesuatu yang berbau
kesunyian pasti akan menjadi pilihannya.
Menghabiskan malam dibalkon kamarnya,
mendengarkan musik sambil menuliskan sesuatu, hanya coretan biasa. Besoknya ia
akan memulai perjalanannya, berlibur seorang diri di Kota yang memiliki sebuah
simbol yaitu Menara Eiffel. Memikirkannya saja sudah membuatnya merinding,
tidak bisa ia bayangkan seberapa cantik kota itu. Mengingat ia harus berangkat
dipagi hari, ia pun memutuskan untuk segera tidur. Disaat ia hendak masuk
kedalam kamarnya, Langkahnya terhenti.
“
kali ini aku harus melihatnya! “ batinnya kembali mengatakan bahwa ada sepasang
mata sedang memperhatikannya, tentunya dari balkon kamarnya Irene yang terdapat
tepat dihadapan balkon kamarnya. Tetapi berat untuknya membalikkan tubuhnya. “ aish.. Baiklah, aku hanya perlu
berpura-pura tidak menghiraukannya. “ ia segera masuk dan menutup pintunya.
Jendelanya yang tidak tertutup rapat dapat
memperlihatkan kepadanya seseorang yang berada disana, seorang pria yang
kemarin sempat menarik perhatiannya, dan kini pria itulah yang
memperhatikannya, pria itu bahkan dapat mengetahui keberadaanya dibalik
jendela. Tidak banyak yang pria itu lakukan, hanya tersenyum lalu menghilang
dari sana. “ oo? Dia bisa melihatku? “ kalimat itu merupakan kalimat terakhir
yang ia ucapkan sebelum dirinya tertidur pulas dan terbangun dipagi hari untuk memulai
perjalanannya ke Paris.
Bandara Charles de Gaulle. Bandara yang
terletak dipinggir kota Paris ini menjadi pintu masuk udara dari berbagai
pesawat di seluruh dunia. Tidak sempat untuknya mengagumi kemegahan bandara
tersebut, ia sudah bersiap-siap untuk membeli tiket kereta dari bandara menuju
Paris. Memasukkan 8 Euro kedalam mesin
e-Ticket berwarna hijau dan tidak lama dari itu tiket kereta menuju Paris pun
sudah ditangannya.
Setelah naik turun kereta sebanyak 2 kali,
akhirnya ia dapat melihat keindahan Menara Eiffel. Berdiri megah dihadapannya.
Setelah duduk sejenak ditaman yang terletak tidak jauh dari sana, ia mulai
mencari hotel untuk tempatnya beristirahat. Londres Eiffel menjadi pilihannya,
posisinya tidak terlalu jauh dari Menara Eiffel sehingga ia dapat dengan mudah
untuk bermain kesana. Hari ini ia lewati dengan beristirahat. perjalanan yang
melelahkan, menurutnya.
Terbangun ditengah malam. Bersusah payah
ia menutup mata, rasa kantuk tidak juga melanda. Dibukanya kain gorden yang ada
disamping kasurnya. Terlihat beribu lampu disana, kontras membuat matanya
membesar dan keinginannya untuk kembali tidur pun menghilang. Dengan cepat ia
meraih jaket hitamnya lalu melenggang keluar hotel.
“
wah.. daebak! “ ujarnya setelah
terkagumkan dengan keindahan kota tersebut. Dimalam hari Paris akan terlihat
lebih indah dikarenakan lampu-lampunya yang menghiasi setiap sudutnya.
Ia langkahkan kaki sesuka hatinya, tak
terpikirkan lagi olehnya bahaya yang akan melanda, tersesat atau tidak ia
bahkan tidak menyadari itu. “ aigoo,
mengapa mereka melihatku? “ setelah menyadari banyaknya pria berkulit hitam
yang sedang mengamatinya, disaat itu juga ia baru menyadari bahwa dirinya telah
tersesat. Tanpa peta dan juga dompet. “ aish,
bodohnya aku. “ mencoba berlari, tetapi kakinya sudah keburu lemas untuk itu,
yang terlihat hanya langkahnya yang seperti diseret olehnya.
“
hey you! “ teriak pria berkulit hitam itu, tidak berani menoleh, kali ini ia
benar-benar berlari. Mencari tempat keramaian untuk dapat menyelamatkan
dirinya.
“
huh, syukurlah. “ terduduk disebuah kursi yang terdapat dipinggir jalan.
Kembali mengamati keadaan di sekelilingnya.
“ aigoo, aku sedang dimana ini? “
masih pada tempat yang tidak ia ketahui. Wajahnya terlihat menyedihkan. Berbeda
dengan seorang pria yang sedang duduk disampingnya. Pria itu tersenyum menatap
langit yang pada saat itu terlihat sepi tanpa bintang. Sempat terpikirkan
olehnya tentang kejiwaan pria tersebut, tetapi setelah pria itu memandangnya. “
tampannya.. “ batin Yoona terpana.
“
wae? “ kata pria itu menggunakan bahasa
korea, kontras membuatnya bahagia bukan main.
“
oo? Apa anda juga dari korea? “ tanyanya histeris.
“
... “ pria itu hanya diam sambil terus memandangnya.
“
sepertinya sakit jiwa. “ ucapnya pelan lalu beranjak dari sana.
“
kesasar? “ kata pria itu yang sudah bangkit dari duduknya dan sepertinya hendak
pergi dari sana.
“
ya? Ah.. ne. “ ucapnya sedikit malu.
“
mau saya antar? Sepertinya kita tinggal di hotel yang sama. “ katanya sebari
memperhatikan card yang terlihat dari saku celana gadis itu.
“
oh ya? “
“
ini, sama bukan? “ pria itu memperlihatkan cardnya yang ternyata serupa dengan
miliknya.
Yoona mengikuti kemana pun pria itu
berjalan. Ia terlihat berhati-hati, berbeda dengan pria yang ada disampingnya,
pria itu dengan santai melangkahkan kakinya, memasukkan kedua tangannya ke
dalam saku celananya, sambil tersenyum matanya menelusuri setiap sudut di kota
tersebut. Tak lupa pula ia mengambil beberapa gambar menggunakan kameranya.
Keindahan Paris pada malam hari patut di abadikan.
“
yak tunggu! Sembunyi, sembunyi, ayo
sembunyi! “ ia menarik pria itu untuk segera menyelamatkan diri mereka, tidak
jauh dari mereka terlihat kumpulan pria berkulit hitam yang tadinya
mengejarnya.
“
waeyo? “ pria itu tidak mau beranjak
dari sana.
“
itu.. sepertinya mereka jahat. Bagaimana kalau kita lari saja? “
“
shiro, kasih uang saja, pasti mereka akan baik. “
“
mwo? Yak, aku gak bawa dompet.. “
masih terus berusaha menarik pria itu untuk menjauh dari sana. “ oh my god! “
Kini tepat dihadapan mereka, Lima orang
pria berkulit hitam berdiri dengan gagah. Menatap mereka berdua dengan seram.
Berbicara menggunakan bahasa yang tidak dimengerti Yoona, tetapi dimengerti
oleh pria yang ada disampingnya. Pria itu terlihat memberikan dompetnya kepada
preman itu, tidak lama dari itu preman itu sudah menghilang dari hadapan
mereka. “ yak yak.. kenapa kau memberikan dompetmu kepada mereka? “ menatap
heran pria itu. pria itu kembali melangkahkan kakinya sambil menjawab
pertanyaannya.
“
aku masih punya kau.. “ katanya dengan santai.
“
mwo? naega? Naega wae? “
“
yak kau harus ganti semua isi
dompetku, bukankah mereka mengejarmu. “ jawab pria itu santai.
“
mwo! “
“
aku lapar, belikan aku makanan. “ pria itu mendekati penjual Hotdog, ia
langsung memesan dua porsi hotdog, sambil menunggu ia mengobrol dengan si
penjual hotdog tersebut.
“
semoga ini hanya mimpi. aish, dengan
mudahnya dia memberikan dompetnya, dan dengan mudahnya juga dia mintaku untuk
mengganti semua isi dompetnya, apa dia sudah gila? Memangnya.. “ sebuah hotdog
menempel dimulutnya, pria itu menghentikan omelannya dengan cara menempelkan
hotdog tersebut ke mulutnya. Nyatanya itu berhasil. Setelah ia memberikan 6
Euro kepada si penjual hotdog, dengan langkah cepat ia mengejar pria itu yang
sudah mendahuluinya.
………………….
“
mwo! “ Yoona kaget setelah mendengar
perkataan pria itu.
“
mwoya.. kau mengagetkanku. ini sudah menjadi tanggung jawabmu. Pokoknya sampai
liburanku selesai, kau yang ngurus semua biayaku, termasuk kamar hotel. “
katanya sambil menarik kopernya masuk kedalam kamar hotel.
“
jamkaman! Baiklah, tetapi kenapa kau
harus pindah ke kamarku? “
“
kecuali lu mau sewakan gw kamar yang baru.. “ ucapnya sembari merebahkan
tubuhnya diatas kasur.
“
mwo? Satu kamar saja sudah sangat
mahal. “
“
ok, joa. Itu sofa, kau tidur disana.
“ ia menarik selimut lalu tidur. Sedangkan Yoona, gadis itu terlihat terpukul
akan peristiwa yang baru saja terjadi, hanya dalam beberapa menit masalah itu
telah merenggut semua ketenangannya. Dan sekarang, ia terpaksa berbagi kamar
dengan pria yang bahkan belum ia kenal. Tidak sempat memarahinya, pria itu
sudah tertidur pulas. Pada akhirnya ia harus
memaksakan dirinya untuk tidur sofa.
“
syukurlah, ternyata sofa ini tidak terlalu buruk. “ Hening.
Keributan terjadi seiring terbitnya
matahari. Yoona yang sudah tidak dapat menahan desakan pada perutnya
terus-menerus meneriaki Pria itu yang sedari tadi tidak kunjung keluar dari
kamar mandi. Sudah satu jam pria itu disana, ia tetap tidak menghiraukan
teriakan Yoona.
“
mau sampai berapa jam dia didalam? Aku sudah tidak bisa menahannya.. “ ujarnya.
Nada bicaranya terdengar pelan, desakan pada perutnya telah merenggut semua kekuatannya.
Keringat mulai terlihat, membasahi keningnya yang putih bersih. Menyandarkan
tubuhnya ke lemari yang terletak didepan pintu kamar mandi, sambil terus
memegang perutnya yang semakin terasa perih.
“
hoh.. mian, Lama ya? “ ia keluar
dengan senyumnya yang menawan.
“
sangat. “ katanya gadis itu sebelum dirinya masuk kedalam kamar mandi, tak lupa
ia membanting pintu dengan kuat. Pria itu tertawa dengan keras, wajah Yoona
begitu lucu, ia bahkan sampai berkeringat.
“
gadis ini benar-benar lucu. Hem.. sepertinya dia tidak ingat denganku, baiklah.
“ Sembari menunggu Yoona, pria itu kembali memainkan kameranya, mengambil
beberapa gambar yang menurutnya penting. Senyuman dibibirnya menunjukkan akan
kepuasannya terhadap gambar yang ia ambil. “ sudah selesai? “ katanya ketika
melihat Yoona keluar dari kamar mandi.
“
hem.. “ jawab gadis itu singkat.
“
hari ini kita kemana? “ katanya yang masih asik mengambil gambar.
“
uri? “
“
ne, bagaimana jika kita ke Arc De Triomphe? “ pria itu terlihat
bersemangat.
“ kau benar-benar tidak memiliki uang? sedikitpun? “
“ Luhan.. itu namaku. “
“ aish,
aku tidak menanyakan itu. “ mengambil ranselnya dan memasukkan beberapa barang
yang dianggapnya penting untuk dibawa.
“ wah.. cuaca saat ini cerah sekali, sangat cocok
untuk mengambil gambar disana. gerbang kemenangan.. “ ia sudah siap dengan
kamera yang selalu tergantung dilehernya. Hanya itu.
“ jadi Cuma kamera itu yang tersisa? “ tanya Yoona
sambil memakai sepatunya. Pria itu hanya tertawa, menatap dirinya dicermin,
cukup lama. Setelah itu ia berlari mengikuti Yoona yang sudah keluar dari
kamar.
Saat ini
mereka sedang berada di dalam kereta bawah tanah yaitu Metro, Karena banyaknya pengguna Metro,
mendapatkan tempat duduk pun sangat sulit, Yoona dan Luhan yang tidak kedapatan
tempat duduk pun terpaksa berdiri.
“
jangan disitu, mendekatlah denganku. “ perintah Luhan ketika melihat banyaknya
pria yang ada disamping Yoona.
“
wae? “ tanyanya yang tidak mengetahui
keadaan disekitarnya.
“
kemarilah.. “ katanya sembari menarik tangan gadis itu. Kini Yoona tepat berada
dihadapannya, hatinya sedikit tenang setelah sedari tadi resah melihat ulah
pria-pria yang berada disamping Yoona.
“
yak.. “ ujarnya yang tidak begitu
nyaman dengan perlakuan Luhan.
“
begini lebih baik.. “ pria itu tersenyum.
Setibanya mereka, tidak ingin
berlama-lama, Luhan langsung menarik tangan Yoona dan membawa gadis itu keluar
dari Metro yang sangat menyesakkan. Tangan kanannya terus menggenggam tangan
gadis itu sedangkan tangan kirinya sibuk mengotak-atik kameranya.
“
lepasin dulu tanganmu, kau tidak akan leluasa menggunakan kameramu.. “
“
bisa kok.. “ masih menggenggam tangan itu dengan erat. “ akan ramai pengunjung,
apa kau mau kesasar lagi? “ tersenyum kembali.
Berjalan mendekati tempat yang mereka
tuju. Tibalah mereka disana, pagi hari keadaan disana tidak begitu ramai, hanya
terlihat beberapa mobil yang melintas di sekitar bangunan tersebut. Luhan sudah
siap dengan kameranya, ia meminta Yoona untuk menempati posisi yang ia pinta.
“
hoh, shiro. “ gadis itu memilih duduk
diatas pagar pembatas yang terletak dipinggir jalan.
“
aish kau ini. “ walau kesal ia tetap
tersenyum. Seperti yang akhir-akhir ini sering ia lakukan, Diam-diam ia
memotret gadis itu. Setelah puas dengan gambar yang ia dapatkan, ia menghampiri
Yoona yang sedang duduk sembari melihat peta. “ peta? Untuk apa? “
“
ya untuk digunakan lah.. “ katanya yang masih serius melihat petanya.
“
tidak perlu, aku sudah cukup tahu. “ ia mengambil peta yang ada tangan Yoona
lalu memasukkan kembali kedalam ransel yang dipakai gadis itu. “ ini namanya
Arc De Triomphe, Ini adalah monumen yang dibangun Napoleon tahun 1806, dibangun
atas perintah Napoleon Bonaparte untuk memperingati kemenangan perangnya.
Sebagai bentuk penghormatan terhadap jasa tentara kebesarannya, nama-nama
mereka diukir di gerbang Arc De Triomphe ini. bagaimana, sudah jelas? “
“
hem.. “ jawab Yoona malas.
“
baiklah kalau begitu, aku kesana dulu. “ Pria itu sudah menghilang tertutupi
wisatawan yang ada disana, sedangkan Yoona, kini igadis itu merasakan
kenyamanan yang selama ini ia rindukan, kehadiran Luhan telah merenggut
kenyamanannya, dan kali ini ia memanfaatkan waktu untuk menyendiri.
Berjalan menjauhi Monumen itu, tidak tahu
kemana arah langkahnya, yang ia inginkan hanya ketenangan jiwanya. Tidak jauh
dari Monumen tersebut ia menenangkan jiwanya.
Ditengah jalan simpang 12 yang sangat
ramai, terdapat pohon besar yang
mampu melindungi puluhan orang dibawahnya, tetapi kini yang terlihat hanya
seorang gadis, besandar dipohon itu sambil mendengarkan sebuah lagu. Menutup
kedua matanya, tersenyum akan kenikmatan musik yang ia dengarkan.
Udara
Kota Paris yang sejuk semakin membuat dirinya nyaman. Sayangnya kenyamanan itu
menghilang begitu saja, tepat didepan matanya, seorang anak perempuan tertabrak
mobil dan terpental tidak jauh dari tempatnya berada. Hal itu kontras membuatnya bangkit dari
duduknya dan segera mendekati anak malang itu.
Tak bernafas. Tabrakan keras itu telah
merenggut nyawanya, tidak lama dari itu mobil ambulan tiba dan membawa tubuh
tanpa nyawa itu. keramaian yang tadinya terlihat kini menghilang seiring kepergian
mobil ambulan tersebut. Yoona yang pertama kalinya melihat peristiwa seperti
itu terlihat biasa saja. Ia malah kembali berjalan menuju pohon yang tadinya ia
tempati.
“
dia, dia kenapa? “ pikirnya. Tidak jauh darinya, Luhan berdiri terpaku sambil
menatap tajam kepergian ambulan itu, wajahnya terlihat kaku dan matanya
memerah, ia menggenggam sebotol minuman yang kini sudah rusak akibat kekuatan
genggamannya. Yoona merasakan perubahan pada diri pria itu, Pria itu terlihat
lemah, dapat terlihat getaran pada kakinya. Ia terlihat tak mampu untuk berdiri
lebih lama, Yoona yang semakin khawatir padanya pun langsung mendekatinya. “ wae geure? Gwenchana? “
“
hem, gwenchana. “ jawabnya yang
sedikit dipaksakan. Mencoba menghilangkan raut sayu nya. “ selanjutnya kita mau
kemana? Gimana kalau kita ke Musee de
Louvre, kita bisa lihat lukisan Monalisa disana. “ nada bicaranya kembali
bersemangat, senyumannya merekah seakan ingin menunjukkan kepada Yoona bahwa
dirinya baik-baik saja. Namun Yoona merasa sebaliknya. Menurutnya pria itu
terlihat tidak sehat. Itu karena Luhan masih menggenggam kedua tangannya guna menghilangkan rasa gugup yang
tidak jelas penyebabnya.
“ kita pulang saja. “ ujar gadis itu sembari
berjalan. Ia tidak mau mengambil resiko dengan memaksakan keadaan pria yang
sedang mengejarnya itu.
“ waeyo?
belum juga setengah hari, lagian aku belum menaiki monument itu, sayang sekali
jika dilewatkan begitu saja. “
“ pulang! “ teriakannya memacu kecepatan langkahnya.
Luhan hanya bisa mengikutinya sambil tersenyum pasrah. Disaat gadis itu
menghentikan langkahnya, senyumannya semakin melebar, seakan mengetahui apa
yang akan Yoona katakan kepadanya.
“ kanan atau kiri? “ dengan menutupi rasa malu gadis
itu bertanya.
“ haha.. kajja.
“ kebiasaanya disaat berjalan, ia kembali menggenggam tangan gadis itu,
melewati setiap perjalanan sambil terus menggenggam tangan itu. Tak terlihat
lagi perasaan tak nyaman diwajah Yoona. Pria itu dapat dengan mudah membuatnya
merasa nyaman.
Duduk
disamping jendela yang dapat mempertontonkan keindahan Kota Paris membuat Luhan tidak sabar untuk langsung mendekati setiap keindahan itu. Berbeda
dengan Yoona yang sedang santai mendengarkan musik dibalkon, tepatnya berada
dihadapannya yang berbataskan kaca nan besar itu.
“ yak,
bagaimana jika kita jalan-jalan.. “ sambil terus mengetuk kaca yang ada
dihadapannya, berusaha untuk mengganggu gadis itu, tapi tak terlihat reaksi
apapun, mungkin dikarenkan musik yang Yoona dengar. merasa teracuhkan, ia pun
berjalan menuju balkon.
“ hoh, mendung? Pantas aja dingin.. “ ia duduk
disamping Yoona, menggosok kedua tangannya yang terasa dingin. Menyadari atas
kehadirannya, Yoona mematikan musiknya, ia baru menyadari gelapnya langit pada
saat itu.
“ laparnya.. “ ujar gadis itu pelan.
“ maka itu, ayo kita keluar. “ ia sudah berdiri
hendak mengambil jaket dan payung.
“ ini sudah mau hujan. “
“ kan ada payung, palliwa.. “
Di sekitar Menara Eiffel terdapat
lapangan rumput yang sangat luas yang bisa dijadikan tempat bersantai. Tepatnya
sebuah taman yang bernama Champs de Mars. Taman yang dikenal dengan suasana
romantisnya. Banyak pasangan yang memilih berkencan disana. Sejak tahun 2002
menara yang dirancang oleh Gustave Eiffel itu dilengkapi dengan ribuan lampu
pada badan menara dan juga terdapat lampu mercusuar pada puncak menara. Pada
malam hari lampu-lampu tersebut dinyalakan di waktu-waktu tertentu, dan yang
membuat Kara tersenyum, kini ia dapat melihat keindahan lampu-lampu tersebut.
Roti yang tadinya mereka beli pun belum sempat ia sentuh. Namun kilauan cahaya
kamera menyadarkannya.
“
jangan sembarangan mengambil foto.. “ ia menyadari tingkah laku Luhan yang
sering memotretnya secara diam-diam.
“
ne.. “ ia langsung mengarahkan
kameranya ketempat lain. Terfoto olehnya sepasang kekasih yang sedang
berciuman, yang pastinya tidak jauh dari mereka berada. “ wow.. romantis sekali.
“ ucapnya, tentunya dengan senyumnya yang menawan dan berhasil membuat Kara
tersenyum.
“
kau tersenyum? Kau tersenyum karenaku? Hem.. sepertinya kau mulai tertarik
padaku. “ katanya dengan asal.
“
ini bukan senyuman, aku itu geli melihat tingkahmu. Orang sedang ciuman kok di
foto. “
“
ehei.. itu namanya seni. segala macam ekspresi yang diperlihatkan manusia itu
pasti ada nilai seninya, coba kau amati, terlihat dengan jelas rasa sayang yang
begitu mendalam dari ekspresi mereka. “ jelasnya dengan semangat. Mendekatkan
dirinya dengan Yoona agar ia dapat dengan mudah memperlihatkan hasil foto yang
sudah ia ambil, gadis itu terlihat serius disaat melihat setiap fotonya, tiba
disatu foto, seorang gadis sedang duduk disamping jendela nan besar, seperti
sedang merenungkan sesuatu, menghadap jendela yang mempertontonkan keindahan
Kota Paris. “ tadi malam kenapa tidak tidur? Apa sofanya tidak nyaman? “ sambungnya
sambil menatap Yoona yang ada disampingnya.
“
kau memfotoku? “
“
pikiranmu melumpuhkan sistem kepekaan tubuhmu, malam ini biar aku yang tidur di
sofa. “ ia kembali memotret apa saja yang menurutnya indah, tidak puas, ia pun
memilih berdiri dan berjalan kesana kemari.
Yoona terlihat tenang dan tetap duduk disana.
Diam-diam ia memperhatikan Pria yang akhir-akhir ini menemaninya itu. Ia merasa
ada yang berbeda dari pria itu, pria itu terlihat tidak asing, hal itulah yang
membuatnya dapat dengan mudah menerimanya. Ia merasa nyaman ketika berada
disamping pria itu, Luhan yang sudah terbiasa menggandeng tangannya, mengganggu
ketenangannya, padahal mereka baru saja bertemu.
“
aish, ada apa denganku? “ pikirnya.
Dari kejauhan terdengar bahwa Luhan sedang memanggilnya, ia seperti sudah
terbiasa dengan itu, bangkit dari duduknya lalu berjalan mendekati pria itu. “ wae? “
“
jalan-jalan lebih menarik. “ ajaknya.
Taman Champs de Mars yang begitu luas akan
sangat disayangkan jika tidak ditelusuri secara menyeluruh. Seperti biasa,
Luhan menarik tangannya, perlahan tangannya turun dan mengisi setiap rongga
jari gadis itu, menggenggam erat seakan tidak mau terpisah dengannya. Sepertinya mereka lebih romantis
dibandingkan pasangan-pasangan lainnya (itu menurut saya, ihihi..)
Melangkahkan kaki dengan perlahan. Kamera
tergantung indah di dadanya. Tangan kirinya memegang payung dan tangan kanannya
menggenggam sesuatu. Sesuatu yang sudah menjadi keharusan untuk Luhan
menggenggamnya. Hujan turun dengan perlahan, setiap rintiknya semakin mendukung
suasana romatis disana. Dinginnya malam membuat setiap pasangan memeluk
wanitanya. Dihadapan mereka berdua. Yoona terlihat tidak nyaman, ia langsung
meminta kepada Luhan untuk segera kembali ke hotel, tetap dengan senyumannya
Luhan mengiyakan keinginannya.
Menikmati segelas teh panas. Duduk
menyandarkan tubuhnya ke dinding yang letaknya disamping jendela nan besar itu.
Tak terlihat Luhan disana, pria itu sedang berada didalam kamar mandi, sudah
hampir satu jam ia disana, tetap seperti biasa, tak terdengar apapun disana.
Berkali-kali Yoona memperhatikan pintu yang tertutup itu, memikirkan apa yang
pria itu lakukan disana. Rasa kantuk perlahan menjeratnya, setelah seharian
tidak tidur, ia pun memutuskan untuk tidur lebih awal.
“
syukurlah pria itu mengijinkanku tidur di kasur. “ merebahkan tubuhnya diatas
kasur. Sekilas terlihat kerutan pada alisnya, memikirkan sesuatu, tidak lama
dari itu ia bangkit, menarik selimut dan membawanya ke sofa, malam itu ia
memilih untuk tidur di sofa lagi. “ dia terlihat tidak sehat, baiklah, aku
mengalah. “ ia langsung menutup matanya dan setelah itu tertidur pulas. Tidak
lama dari itu, Luhan keluar dari kamar mandi. Sambil memegang perutnya ia
berjalan mendekati kopernya, mengambil beberapa obat lalu meminumnya. Perasaan
lega ia rasakan setelah meminum obat itu.
“
anak ini.. huh, dasar. “ melihat Yoona tertidur di sofa membuatnya kesal, sudah
jelas bahwa tadinya ia sudah menyuruh gadis itu untuk tidur dikasur. Dengan
tenang ia mengangkat tubuh mungil itu dan memindahkannya ke atas kasur. Tidak
lupa menyelimutinya, tersenyum menatap kecantikan wajah itu. “ jika aku sehat,
aku akan terus terang terhadapmu. “ ujarnya lalu beranjak menuju sofa untuk
segera tidur.
0 komentar:
Post a Comment