-fanfiction Version-
We’re Different Chapter 1/2
Munculnya kuncup-kuncup bunga pohon plum
(ume). Dan setelah bunga pohon plum berakhir, munculah kuncup-kuncup bunga
paling terkenal di Jepang, bunga Sakura. Musim yang sangat dinanti. Berakhirnya
musim dingin dan tak bersahabat membuat musim ini ditunggu-tunggu oleh banyak
orang.
Gadis itu
memanfaatkan keindahan pohon sakura tersebut dengan cara tidur
dibawahnya. Bunganya yang bermekaran akan terlihat rimbun dan akan semakin
menyejukkan suasana. Bajunya yang kebesaran telah menutupi hampir seluruh
tubuhnya, rambutnya yang hanya sebahu tak kuasa menahan terpaan angin sehingga
membuat rambutnya terlihat berantakan. Namun sayang, waktu bersantainya dirusak
oleh sebuah benda, sebuah benda yang melayang dan mengenai tepat dikepalanya.
Gadis itu, Im Yoona, meringis kesakitan.
“
yak! Apa kau tidak mendengarku? Aku
sudah memanggilmu berkali-kali, apa kau sengaja tidak menghiraukanku? Aku akan
melaporkan ini pada eomma! “ teriak seorang gadis yang berada tidak jauh
darinya. gadis cantik itu terlihat sedang mencari kaleng minuman yang lainnya,
dan sekarang hendak melemparnya kembali. Namun sayang, botol itu tidak mengenai
sasaran, karena Yoona berhasil menangkap botol tersebut.
“
kenapa kau menggangguku! Apa kau tidak lihat aku sedang tidur? “ bentaknya yang
kembali melempar kaleng tersebut. Tak terduga olehnya, kaleng itu mengenai
lengan gadis itu, yaitu adiknya, tepatnya yaitu saudara kembarnya. Hal tersebut
membuat adiknya menangis, sang ibu yang mendengar tangisan itu pun langsung
berlari menghampiri anaknya, anak kesayangannya.
“
wae geurae? “ tanya ibunya dengan
panik.
“
dia melukaiku, kaleng ini, dia melempar kaleng ini ke arahku.. “ ujarnya sambil
menangis. Yoona yang mendengar perkataan adiknya hanya bisa tersenyum pahit.
“
apa yang telah kau lakukan! Kenapa kau selalu melukainya! Sini kau, aku akan
menghukummu! “ Menahan sakitnya pukulan bambu yang mengenai tepat pada
betisnya. Pukulan itu berulang kali ia rasakan, tak ada lagi rasa perih disana,
pukulan ini sudah menjadi santapannya.
Sang ibu yang lebih menyayangi Eunna,
yaitu adiknya, tidak pernah bersikap baik terhadapnya. Mungkin dikarenakan
perbedaan yang terdapat pada diri mereka, walau mereka dilahirkan dengan waktu
yang hampir bersamaan, Eunna terlahir dengan wajah yang cantik, sedangkan Yoona,
kecantikannya memudar dikarenakan banyaknya pukulan yang ia dapatkan.
Tubuhnya dipenuhi dengan berbagai macam
bekas luka. Sang ibu yang sering memukulinya tidak pernah menyesali
perbuatannya itu, Yoona sendiri tidak pernah mengetahui penyebab sang ibu
membencinya, walau begitu ia masih
beruntung memiliki seorang ayah yang jauh menyayanginya. Kini ia terduduk di
kursi kayu yang terlihat rapuh, mengelus kedua betisnya yang mulai terlihat
memar.
“
Yoona-ya.. kemarilah.. “ panggil
ayahnya dari kejauhan. Mendengar suara ayahnya ia kembali bersemangat dan
langsung menghampiri pria tua itu.
“
apa yang harus aku bantu? “ katanya dengan lirih.
“
ada apa dengan suaramu? Kau sakit? bantu aku bawa sayur ini. “ profesi ayahnya yang sebagai petani
membuatnya banyak menghabiskan waktunya dikebun. Dan sebagai anak yang baik,
sepulangnya bersekolah ia selalu menyempatkan diri untuk membantu ayahnya.
Seperti yang ia lakukan saat ini, membawa
sayuran yang baru saja dipetik, sayuran itu akan dijual ke juragan sayur, dan
hasilnya akan diberikan kepada ibunya. “ tunggu dulu, ada darah dikakimu. “
kata ayahnya ketika menyadari adanya darah yang mengalir dikaki anaknya. “ apa
dia menghukummu lagi? Apa yang kau perbuat sehingga dia menghukummu? “
“
semua itu diluar keinginanku, aku memang bersalah. Aku pergi dulu. “ berlari
mendahului ayahnya. Melewati perkebunan milik penduduk didesa tersebut.
Perbedaan tidak harus disesali. Itulah
yang ada dipikiran Yoona. Status mereka yang sebagai anak kembar selalu menjadi
bahan bicaraan lain orang, banyak yang tidak mempercayai status mereka, itu
dikarenakan keadaan fisik mereka yang jauh berbeda, Eunna sangat rajin merawat
tubuhnya, sedangkan Yoona tidak pernah sekalipun berpikiran untuk melakukan itu,
pekerjaan berat yang ia jalani membuatnya tidak memiliki waktu untuk melakukan
hal-hal seperti itu.
Tidak hanya fisik, sikap mereka juga
berbeda, Yoona yang terkenal dengan keramahannya memiliki banyak teman terutama
di kalangan petani, mungkin dikarenakan kebaikannya yang sering membantu
mereka, sedangkan Eunna, ia terkenal dengan kesombongannya, hanya beberapa pria
yang mau berteman dengannya dan juga diperbudak olehnya, pria-pria tersebut
akan melakukan apapun yang ia perintah demi mendapatkan cintanya.
“
wah, sayurmu segar sekali, oh Yoona-ya,
kakimu berdarah, apa dia memukulmu lagi? Kenapa dia begitu kejam terhadapmu? “
kata si juragan.
“
ah, tidak.. ini hanya luka biasa.. “ ujarnya mencoba menutupi.
“
kau tidak bisa membohongiku, yasudah, ini kuberikan untukmu lebih, simpanlah
uang ini, kau pasti akan membutuhkannya. “ melihat semangatnya membuat siapapun
menyayanginya. Seperti juragan tersebut yang selalu memberinya bayaran lebih
dari yang semestinya.
“
khamsahamnida…(terima kasih) oo?
Maksudku, arigato gozaimasu! (terima
kasih)“ hal yang sering ia lakukan. Salah menggunakan bahasa. Itu dikarenakan
dulunya mereka pernah menetap di Seoul, Korea Selatan.
Ayahnya yang memiliki ibu di jepang
memilih meninggalkan Seoul dan menetap di jepang, di sebuah desa dimana ibunya berada.
Namun tidak lama setelah itu, ibunya tiada, tidak ada keinginan untuk kembali
ke Seoul, mungkin dikarenakan kenyamanan yang sudah mereka dapatkan disana.
Mereka pun menetap di jepang. Tepatnya disebuah desa yang terkenal akan hasil
perkebunannya.
Pulang kerumah dengan senyumnya yang
merekah. Sepanjang perjalanannya kerumah, ia selalu menegur atau bahkan
membantu mengangkat barang bawaan para petani, berbincang sejenak lalu kembali
kerumahnya.
Terlihat dua buah koper didepan pintu
rumahnya, ia merasa ada sesuatu yang telah terlewatkan, tanpa menunggu ia
langsung masuk kedalam rumah. Berantakan. Disudut ruangan terlihat orangtuanya
sedang berbincang, raut wajah ayahnya terlihat menyedihkan. Sedangkan ibunya,
wanita tua itu terus-terusan membentak suaminya dan mengatakan sesuatu yang
membuat Yoona tercengat.
“
aku sudah tidak tahan hidup denganmu! “ kalimat itulah yang Yoona dengar.
Setelah ibunya mengatakan semua yang ada dibenaknya, ia langsung menarik Eunna
yang sedang duduk manis sambil menyaksikan apa yang terjadi dihadapannya. Yoona
yang tidak ingin berpisah dengan adiknya pun menarik tangan Eunna dengan kuat.
“
kau! Jangan pergi, kumohon jangan! “ katanya dengan keras. Sejujurnya, ia lebih
memilih dihukum setiap harinya dari pada harus berpisah dengan adiknya dan juga
ibunya.
“
lepaskan aku! “ Eunna berusaha untuk melepaskan genggaman Yoona.
“
eomma komuhon, jangan pergi, apapun
yang kau perintahkan, aku akan melakukan semua itu asalkan kalian tidak pergi,
kumohon.. “ ucapnya dengan suaranya yang serak.
“
enyahlah! “ Eunna menatap Yoona dengan tatapan yang begitu menakutkan, tatapan
yang tidak pantas ditujukan kepada orang sebaik Yoona, tatapan yang penuh kebencian
itu membuat Yoona terdiam. “ apa kau lupa, kita berbeda! “ mematung dan tak
kuasa menahan air mata yang mengalir perlahan. Kini ia hanya bisa mengamati
kedua orang yang ia sayangi pergi meninggalkannya dan juga ayahnya, tanpa
mengetahui kemana tujuan dua wanita itu. Ternyata waktu sesingkat itu.
Pikirnya.
Malam ini mereka lewatkan begitu saja,
tanpa menyentuh makanan apapun. Ayahnya yang sedari tadi tidak juga keluar dari
kamarnya membuat Yoona semakin cemas akan kesehatannya. Berulang kali ia mencoba
membujuk ayahnya untuk segera mengisi perutnya, tapi ucapannya tidak
mendapatkan jawaban. Hening.
Tak terasa pagi tiba lebih awal, sepinya
kehidupan yang mereka alami membuat hari-hari mereka semakin singkat. Ditambah
penyakit paru-paru sang ayah yang bertambah parah, dan biaya menjadi
kendalanya, untuk menutupi kekurangan, ia menggantikan pekerjaan ayahnya dan
meninggalkan sekolahnya. Lantas seperti itulah kehidupan mereka setelah
kepergian dua orang itu.
…………………..
Satu tahun setelah kepergian adik dan
ibunya. Musim semi kembali menghampiri harinya. Seperti biasa, disaat bunga
sakura bermekaran, yang ia lakukan yaitu tidur dibawah pohon, menikmati udara
yang sejuk, mengamati keindahan bunga sakura, atau sekadar menghilangkan penat
dengan mengumpulkan bunga sakura yang mulai berguguran dikarenakan terjangan
air hujan dan hempasan angin.
Musim semi adalah hari yang ceria. Seperti
pribahasa jepang ‘Fuyu kitarinaba, haru
tookaraji’. Banyak orang memulai lembar baru mereka di musim semi, menjadi
murid di sekolah baru, mahasiswa di universitas baru, pegawai di kantor yang
baru, pindah ke rumah baru, dan menikah. Dan Yoona, di musim semi ini, ia juga
melewatinya dengan hal yang baru. Hanya seorang diri. Sang ayah telah
meninggalkannya tiga bulan yang lalu dikarenakan penyakit paru-parunya yang
semakin mengganas. Tapi hebatnya, tak pernah sekalipun ia meneteskan air mata,
kepergian ayahnya bukanlah sesuatu yang harus ia tangisi, seperti yang terakhir
kali ayahnya katakan.
“
apa yang selama ini kau alami tidaklah penting, yang terpenting adalah
bagaimana cara kau menghadapinya. “ kalimat itu selalu melayang dipikirannya.
Tidak hanya itu, masih ada satu hal lagi yang terus-terusan ia pikirkan,
sebelum ayahnya menghembuskan nafas terakhirnya, ia memberikan selembar kertas
yang berisikan sebuah alamat.
“
kenapa dia memberikanku alamat ini? apa aku harus mencari tahu? Kyoto? Jauh
sekali.. “ ucapnya di dalam sepi.
“
akiramenna... (jangan putus asa)
ayahmu pasti meninggalkan sesuatu untukmu, aku sangat mengenal kepribadiannya,
dia orang yang bertanggung jawab, pergilah, cari alamat itu. Ganbatte! (semangat) “ ujar salah satu
tetangganya yang merupakan teman dekat ayahnya. Mendengar perkataan tetangganya
itu, keinginannya untuk mencari tahu pun meningkat.
“
ya, mereka benar. Aku harus menghadapinya! Ganbatte!
hwaiting! “
………………..
‘The Capital of City’ atau Kyoto Perfecture. Salah satu kota di Jepang yang
mempunyai reputasi sebagai kota terindah dengan berbagai macam bangunan
tradisional kuno dan kuil tertua dijepang. Kota yang dikenal dengan sebutan
kota seribu kuil ini menawarkan beragam akomodasi kepada para wisatawan yang
datang kesana, termasuk rumah-rumah tradisional yang masih diabadikan bahkan
disewakan untuk setiap wisatawan yang ingin merasakan gaya hidup di kota Kyoto.
Saat ini Yoona berada di kawasan Gion.
Gion merupakan distrik geisha di kota Kyoto. Disekitaran Gion terdapat banyak
toko-toko, restoran dan Ochaya (teahouse) dengan bergaya jepang tradisional. Dan
kini, Tepat dihadapan Yoona, terdapat sebuah Town House yang biasa disebut
Machiya. Berbeda dengan wisatawan lainnya, kedatangannya kesana bukanlah untuk
berlibur, sesuai alamat yang ada ditangannya, jelas sekali bahwa Machiya
tersebutlah jawabannya.
“
kenapa appa menyuruhku kesini? “
pikirnya. Yoona masih meragukan
kebenaran yang telah ia dapatkan. Memperhatikan keadaan rumah yang ada
dihadapannya, rumah tradisional itu terlihat terawat, segala sesuatunya
tersusun rapi.
“
konnichi wa.. (selamat siang) “ sapa
seorang wanita tua. Wanita yang baru saja keluar dari rumah tersebut terlihat
anggun dengan kostum ala geisha. Menyapanya ramah, belum juga menerima jawaban
dari Yoona, wanita itu langsung melontarkan kalimat yang berhasil membuat Yoona
tenang. “ kau, mungkinkah kau putrinya Yoshi? “ Yoshi merupakan nama dari
ayahnya. Dikarenakan masih shock, Yoona hanya mengangguk. “ ah, namamu Yoona,
bukan? wah, kau cantik sekali. Masuklah.. “ tak perlu berlama-lama, wanita
berkostum geisha itu langsung menariknya masuk kedalam rumah.
Memberikannya segelas Gyokuro (jenis teh hijau yang termahal). “ minumlah, teh ini aku
persiapkan untukmu. Jangan sungkan-sungkan, lakukan apapun yang kau mau, jika
kau memerlukan sesuatu, kau bisa mengatakannya padaku. “ jelasnya dan hendak
pergi. Yoona yang belum mengerti dengan apa yang ia katakan pun tersentak.
“
tunggu! Sebelumnya aku ingin menanyakan sesuatu kepadamu, ah.. tidak, banyak
yang ingin kutanyakan padamu. “ katanya dengan sambil menggenggam erat lengan
wanita itu.
“
Akira, itu namaku. Kau tidak perlu khawatir, aku bersahabat dengan Yoshi sejak
kami duduk disekolah dasar, dan kau, aku sudah mengetahui semua tentang dirimu
darinya. Sekarang aku sedang sibuk, kau naiklah keatas, kamar paling sudut, itu
kamarmu, pintunya tidak terkunci, istirahatlah, setelah pekerjaanku selesai,
aku akan segera menghampirimu. “ setelah mengatakan itu, ia pun menghilang
tertutupi wisatawan yang melintas disana.
Rumah ini masih sangat kental akan budaya
kunonya seperti terlihat dari kelengkapan rumah yang kuno dan antik, termasuk
furnitur, dapur, lesehan sampai kamar mandi terbuka dilengkapi dengan bak-mandi
semacam onsen yang unik. Namun rumah ini terlihat sepi, tak terlihat seorang pun
disana, hanya dirinya.
“
bukankah kamar-kamar ini disewakan? Kenapa tidak ada satupun manusia disini? “
ujarnya sambil berjalan menuju kamar yang Akira maksud. “ wanita tadi, kenapa
aku begitu tenang disaat berada disampingnya? Apa benar dia sahabat appa? “ panjangnya lorong membuatnya
kelelahan.
Ransel yang bergantungan dipundaknya dan
kotak yang ada di pelukannya sangat berat untuk dirinya bawa seorang diri. “
seharusnya kotak ini kusimpan saja, tapi aku tidak bisa berpisah dengan barang
ini, apa aku masih bisa bertemu mereka? Eunna.. apa kau sehat? Eomma, bagaimana denganmu? Kau baik-baik
saja? Apa kalian merindukanku? Aku sangat merindukan kalian.. “ pikirnya dalam
diam. Sambil terus melangkahkan kakinya menuju kamar yang terletak disudut lorong.
“
yatta! (berhasil), wuhu.... “
terdengar suara seseorang dari pintu yang ada disamping Yoona. Suara itu
berhasil membuat Yoona tersentak dan dengan reflek menjatuhkan kotaknya. Hal
hasil semua yang ada didalam kotak tersebut berhamburan dilantai. Ia langsung
cepat-cepat mengumpulkan semuanya. “ kau kenapa? Apa mau aku bantu? “ seseorang
keluar dari pintu dan menegurnya. Tanpa ekspresi ia menawarkan bantuannya.
“
ah, tidak perlu.. “ jawab Yoona tanpa melihat asal suara tersebut.
“
kau baru saja masuk? “ tanyanya lagi.
“
hai! (ya) “ masih sibuk mengumpulkan
semua barangnya.
“
kau cuma sendiri? “
“
hai! “
“
apa kau sudah terbiasa berbicara tanpa memperhatikan lawan bicaramu? “
“
hai! “ terdiam. Ia bahkan tidak
mengetahui secara jelas apa yang sedari tadi pria itu tanyakan. Tapi kali ini,
pertanyaannya melekat dengan keras ditelinganya. Kontras membuat langsung
mencari asal pertanyaan itu. “ tampan.. “ pikirnya. “ jadi, sedari tadi pria
ini yang bertanya kepadaku? “ pikirnya lagi.
“
hah, kau lucu sekali. Apa sedari tadi kau mendengarkan perkataanku? “
“
... “ sedikit malu-malu, Yoona menggelengkan kepalanya.
“
hahaha. Baiklah, aku maafkan. Sini biar aku bantu. “ ia tersenyum kepadanya.
Membantunya mengutip semua barang bawaannya. “ kau masih memainkan ini? “
tanyanya disaat mengambil mainan yang berserakan itu.
“
ah, lie (tidak). Semua ini hanya
sekadar kenangan bagiku. “ jelasnya.
“
kau kehilangan seseorang? Otousan?
Okasan? Atau mungkin adikmu? “
“
semuanya. “ jawabnya singkat.
“
hah? “ pria itu tercengat mendengar jawabannya. “ kau bercanda? “
“
apa aku terlihat bercanda? Arigato,
kau telah membantuku. Aku masuk kekamar dulu. Sumimasen.. (permisi) “
Diatas meja yang berukuran sedang,
terdapat irisan ikan laut mentah nan segar, ada juga saus, kecap asin, dan juga
wasabi. Wasabi merupakan sambal hijau pedas yang biasanya disajikan bersama
sashimi. Yoona yang tidak pernah menyantap makanan seperti itu pun tak kuasa
menahan cacingnya yang terus-terusan memintanya untuk segera melahap sashimi
tersebut.
“
makanlah.. kau pasti belum pernah mencobanya. Mulai saat ini, aku akan masakan
makanan yang enak untukmu.. “ Akira terlihat manis dengan gaun yang ia kenakan.
Sekilas ia terlihat seperti seorang ibu yang sedang memperhatikan anaknya.
Yoona dapat merasakan itu, kehangatan yang terpancar dari matanya. “ jangan
hanya menatapku, makanlah makanan yang ada dihadapanmu.. “
“
ah, baiklah. “ memegang sumpit dan sendok, menatap sashimi yang ada
dihadapannya.
“
itadakimasu! (selamat makan) “ suara
itu kembali mengagetkan Yoona. Tidak hanya suaranya, keberadaan seorang pria
disampingnya yang tanpa diketahui olehnya membuatnya menjatuhkan sumpit dan
juga sendoknya.
“
Luhan! Kau mengagetkannya! “ tegur Akira. Pria yang ternyata bernama Luhan itu
langsung mengutip sumpit dan sendok tersebut, lalu melangkah kedapur dan
kembali dengan membawa sumpit dan sendok yang baru.
“
ini, suman.. (maaf) “ tersenyum
kepada Yoona dan juga Akira. Setelah itu sesuap sashimi sudah berada
dimulutnya. Mengunyah sashimi dengan semangat. “ kenapa melihatku? Makanlah.. “
katanya sembari mengunyah sashiminya.
“
jangan berbicara disaat mengunyah! “ Akira kembali menegurnya.
“
dia melihatku terus, bagaimana aku bisa makan.. “ ujarnya yang masih asik
mengunyah.
“
itu dikarenakan suaramu yang terlalu berisik.. “
“
iya.. iya.. aku akan diam. “ suasana menjadi tenang. Tanpa suara Luhan yang
menurut Akira terlalu berisik. Tapi tidak dengan Yoona, sebenarnya yang
membuatnya menatap pria itu dikarenakan sikapnya yang ceria.
Pria itu berhasil membuat keadaan menjadi
ramai, seperi dirinya yang dulu, Yoona selalu menjalani hidupnya dengan ceria,
namun untuk saat ini, ia masih belum percaya diri untuk menunjukkan itu,
lingkungan barunya masih terlalu asing baginya, ia membutuhkan sedikit waktu
untuk semua itu.
……………………
Gion adalah kawasan yang penuh pesona.
Sungai yang mengalir disepanjang Gion Shirakawa terlihat menakjubkan akan
keindahannya, ditambah barisan pohon bunga sakura berwarna pink yang menjuntai
tinggi. Tak heran jika melihat wisatawan yang mengambil banyak foto disana. Tempat
tinggal Yoona yang terletak tidak jauh dari sana membuatnya dapat dengan mudah
bermain kesana dan menikmati keindahan bunga sakura tersebut.
“
disaat seperti ini, bayangan appa
selalu menghantuiku. Aku ingat sekali, tak pernah sekalipun dia mengganggu
waktuku disaat bersantai seperti ini, berbeda dengan kedua wanita itu, tapi
anehnya, walau mereka memperlakukanku dengan buruk, aku tidak pernah mempunyai
dendam sedikitpun, aku bahkan sangat merindukan mereka. Kalian, apa kalian
tidak mencariku? Sekarang aku seorang diri, karena itu, carilah aku.. “
meratapi keadaannya yang amat menyedihkan.
Hidup tanpa satupun keluarga disampingnya.
Walau begitu, tak terlihat air mata disana, yang terlihat hanya senyumannya
yang terkulum indah di paras cantiknya. Parasnya yang sesungguhnya cantik tak
pernah disadari oleh banyak orang, hanya ayahnya dan pria itu. Pria yang sedang
mengamatinya dari kejauhan, berdiri sambil menggunakan sebuah payung guna mengindari
tetesan hujan yang mulai turun.
“
gadis itu, apa ada yang salah dengan sistem kepekaan tubuhnya? Hujan begini dia
masih saja terlihat santai? Apa dia tidak kedinginan? “ pikirnya sembari
berjalan mendekati Yoona yang masih saja tersenyum memandang bunga sakura yang
mulai berguguran akibat terjangan air hujan. “ pakai ini.. “ ia menyodorkan
sebuah sweater kepada Yoona. Seperti biasa, pria itu memang selalu berhasil
membuatnya kaget. Yoona menatap pria itu.
“
kenapa pria ini selalu mengagetkanku? “ batinnya yang masih menatap pria itu.
“
jangan menatapku seperti itu, pakai dulu sweater ini.. apa kau tidak merasa
kedinginan? “ Luhan memilih diam sambil terus menatapnya, menunggu reaksi
darinya. Yoona masih saja terdiam. “ penalaranmu sungguh lambat! “
Ia meletakkan payung ke aspal, lalu ia
memakaikan sweater itu ke tubuh Yoona. Setelah itu meraih kembali payungnya
lalu ia mengamati pohon tersebut, pohon yang telah membuat gadis yang ada
disampingnya tersenyum. “ tidak ada apa-apa disana, Lalu kau tersenyum karena
apa? “ ujarnya. Tak mendapatkan jawaban. Ketika dilihatnya, ternyata Yoona
sudah tidak berada disampingnya. Wanita itu malah berjalan menelusuri jalanan
disana. “ mau kemana wanita itu? Dia meninggalkanku begitu saja? Wah..
benar-benar! “ kesal yang ia rasakan tidak membuatnya berhenti mengikuti wanita
itu.
Dibawah rintikan hujan yang halus ia berjalan
mengikuti langkah Yoona. Seakan masih penasaran akan gadis itu. “ kemana dia
akan pergi? “ pikirnya seiring langkahnya yang bergerak perlahan. Dilihatnya
Yoona kembali tersenyum memandang bunga sakura yang terlihat sedang berguguran.
Mengacuhkan tetesan hujan yang semakin menderas, dinginnya udara pada saat itu
seakan lenyap oleh kenangan indahnya, kenangan yang dapat ia rasakan disaat memandang
bunga sakura, seperti yang ia lakukan pada saat itu.
Luhan, pria itu masih saja mengikuti Yoona.
Terbayangkan segala macam pemikirannya tentang gadis itu. Alisnya yang
mengkerut menunjukkan seberapa keras ia memikirkan itu. Suara hentakkan kaki
mengagetkannya. Langkahnya pun terhenti, dirinya kaget bukan main setelah
mendapatkan gadis yang sedari tadi dibenaknya berdiri dihadapannya dengan
tatapan kesal. Bahkan payung hampir terlepas dari tangannya.
“
kau mengikutiku? “ ucap Yoona geram.
“
tidak. “
“
terus kau sedang apa? Kau terus berjalan dibelakangku, jelas sekali bahwa kau
sedang mengikutiku. “ tambahnya dan kembali menghentakkan kakinya.
“
jangan menghentakkan kakimu begitu, air cipratannya mengenaiku! “
“
aku tidak peduli! “ ia membalikkan tubuhnya dan hendak kembali berjalan.
Selangkah kemudian ia menghentikan langkahnya lalu menatap Luhan yang masih
mematung dibelakangnya. “ jangan mengikutiku! “ anggukan Luhan tidak sempat ia
lihat, itu karena dirinya sudah berlari dibawah derasnya hujan, melangkahkan
kakinya sesuka hatinya.
Disaat tubuhnya mulai merasa kedinginan,
ia memilih menikmati teh disalah satu tea house yang terkenal didaerah gion.
Mengobrol dengan beberapa pengunjung disana. Setelah itu ia kembali berjalan,
mencari geisha yang biasanya berdiri ditepi jalan, namun sayang, malam itu tak
terlihat satupun geisha disana. Dengan perasaan kecewa ia berjalan pulang.
Machiya terlihat ramai. Kumpulan pria dan
wanita dengan koper mereka memenuhi halaman machiya. Melihat itu membuatnya
enggan untuk masuk kesana. Ia memilih duduk di salah satu tempat duduk yang
berada tidak jauh dari sana. Mengamati manusia yang sedang berkupul dihadapannya.
“
sepertinya mereka akan menginap di rumah Akira, huh.. syukurlah keadaan sudah
ramai, kalau tidak, machiya itu akan terlihat seperti tempat syuting film horor
saja. Aku sampai membayangkan kehadiran sadako disana. Huh.. “ ucapnya pelan.
Matanya terus menelusuri setiap pria dan wanita yang ada disana, terlihat juga
Akira yang sedang berbincang dengan salah satu dari mereka. Luhan juga terlihat
disana. “ Eunna? “ seorang gadis dengan paras yang begitu serupa dengan Eunna.
Adiknya yang selama ini ia rindukan. “ apa mungkin itu Eunna? “
Langkahnya bergerak perlahan mendekati
gadis yang sedang mengobrol dengan Luhan. Semakin dekat dirinya semakin yakin
dengan sosok itu. “ Eunna.. kaukah itu? “ tanyanya menggunakan bahasa korea.
Tepat disamping gadis itu, menatapnya dengan tatapan kerinduan, airmata mulai
menggenangi sudut matanya.
“
… “ Wajah gadis itu terlihat kaku.
“
benarkah ini kau? Kau Eunna? Aku Yoona, apa kau tidak mengenalku? “ suaranya
mulai mengeras. Luhan yang tadinya asik mengobrol kini diam menatapnya. Begitu
juga dengan orang-orang yang ada disekitar mereka.
“
kau siapa? Apa yang kau katakana? “ kata gadis itu menggunakan bahasa jepang.
“
Eunna-ya.. kau pasti Eunna, aku tidak
mungkin salah. “
“
menyingkirlah, kau sangat mengganggu. “ menepis tangan Yoona yang hendak menggenggam
tangannya. Aneh, gadis itu malah menjauh dari sana.
“
aku yakin, itu pasti kau. “ tak tertahankan lagi olehnya, tetesan airmata
akhirnya terlihat disana, dipipinya. Dengan langkah tergontai ia menaiki tangga
dan masuk kedalam kamarnya. Membuka kembali kotak yang telah ia bawa dari desa,
semua mainan itu merupakan milik Eunna, mainan yang telah ia kumpulkan untuk
diberikannya kepada adiknya.
………….
Rasa kantuk yang ia hadapi tak juga
membuatnya berkeinginan untuk menutup mata. Ia masih saja terduduk diatas kasur sambil memikirkan gadis
itu.
“
apa mungkin aku yang salah? Tapi, wajah mereka sangat serupa. “ ditengah
sepinya malam, dapat terdengar dengan jelas suara cacing perutnya yang meminta
untuk segera diberi makanan. “ huh.. ia sabar, aku juga lapar.. “ ucapnya
kepada cacingnya. Perlahan ia bangkit dari duduknya lalu berjalan menuruni
tangga. Melangkahkan kakinya kedapur guna mencari makanan. “ bagaimana ini,
tidak ada makanan apapun disini. “ mengelus perutnya yang mulai terasa perih.
Terduduk disalah satu kursi makan. Meringis kesakitan, keringat dingin mulai
meluncur dikeningnya.
“
kau kenapa? “ Luhan baru saja keluar dari kamar mandi yang terdapat dibelakang
dapur.
“
aku lapar.. “ jawabnya dengan penuh kejujuran.
“
hahaha.. yappa (sudah kuduga). Kau
seharian bermain dibawah hujan, tadi kau tidak menyantap apapun? “
“
hanya segelas teh.. “ wajahnya terlihat menyedihkan. Pria itu merasa geli melihat
gadis itu kelaparan ditengah malam seperti itu.
“
kawaisou.. (kasihan sekali) ayo
ikutlah denganku. “ menarik tangan Yoona. Ia tahu betul kemana dirinya harus
membawa gadis itu.
Di area Shirakawa Minami-dori, didepan
salah satu tea house, terdapat sebuah kedai kecil yang menjual sukiyaki (masakan
yang direbus dan terdiri dari daging sapi, tahu, bawang, sayur bok-choy, jamur
dan yang lainnya). Dari kejauhan aroma rebusannya sudah sangat menggoda,
Luhan yang masih menggenggam tangan Yoona terus
melangkahkan kakinya menuju kedai tersebut. Ia hanya bisa tersenyum ketika
melihat ekspresi Yoona, gadis itu tidak henti-hentinya menatap kedai tersebut,
menghirup aroma yang sangat menggugah seleranya. Dan sekarang, diatas meja yang
berukuran sedang, sudah tersedia seporsi sukiyaki berukuran besar dan beberapa
botol sake(minuman khas jepang yang mengandung alkohol). Ada juga nori(rumput
laut yang sudah diproses dan mirip seperti kertas) dan juga aburage(lembaran
tahu goreng untuk bahan campuran sup). Begitu banyak makanan dihadapan Yoona.
“
makanlah.. “ kata Luhan sembari menikmati sake yang telah ia pesan.
“
baiklah.. “ katanya tenang. Menyantap sukiyaki dengan semangat, dicelupkannnya
nori kedalam kuah sukiyaki, dengan cepat nori tersebut sudah berada didalam
mulutnya. Aburage pun sudah terlihat lagi, yang tersisa hanya kuah sukiyaki
yang tak mampu ia habiskan. “ huh, sepertinya aku sudah kenyang.. “ mengelus
perutnya yang sudah terasa penuh.
Dilihatnya minuman yang ada dihadapannya,
tanpa berpikir langsung ia sambar. “ uhuk! Uhuk! Ini apa? Uh.. apa ini sake? “
sebelumnya Yoona tidak pernah merasakan sake, ayahnya melarang ia untuk meminum
minuman itu. Minuman yang sering disebut anggur beras tersebut memiliki aroma
yang mirip dengan tape beras, walaupun ia tidak pernah meminumnya, ia dapat
dengan mengetahuinya, karena dulunya sang ibu sangat rajin membuatkan sake
untuk ayahnya.
Hanya seteguk yang ia minum, tapi
reaksinya bagaikan meminum berliter sake. Kepalanya terasa pusing, bagaikan dilanda
dehidrasi, ia malah berkeinginan untuk kembali meminum sake tersebut, syukurnya
Luhan berhasil menahannya. Pria itu langsung membawa Yoona pergi dari sana.
Memapah gadis itu, gadis yang sedang
mengatakan banyak kata, sepanjang perjalanan Yoona tidak henti-hentinya
berbicara yang sepertinya ditujukan kepada ayahnya. Prilakunya berubah drastis,
ia lebih banyak tertawa dan berbicara, walau begitu, Luhan tidak terasa
terbebani olehnya.
Melihat gadis itu tertawa membuatnya
menemukan sisi lain dari Yoona. Sesuatu yang selama ini masih tertanam dalam
jiwa gadis itu. Namun kini tak dapat ia pungkiri, jantungnya berdetak seperti
suara genderang pesta pernikahan, gadis itu memeluknya dengan erat. Kali ini
Yoona menatap Luhan sembari berkata. “ aku sayang appa.. “
“
... “ pria itu seakan terhimpit dua bangunan nan besar, nafasnya tersengal ketika
mendengar pernyataan gadis itu. Walau pernyataan tersebut bukanlah untuknya,
tapi entah kenapa ketika ia mendengarnya, terlihat secercah cahaya dari wajah
Yoona.
Begitu banyak gadis yang menyatakan
perasaan kepadanya, namun kali ini jauh berbeda, hatinya seakan mengiyakan
pernyataan itu. Kini Yoona kembali memeluknya. Sambil terus memanggil ayahnya.
“ apa aku serupa dengan otousan-nya?
Apa aku setua itu? “ kesalnya. Dapat ia rasakan gerakan tubuh Yoona yang
sepertinya akan terjatuh, tidak ingin hal itu terjadi, kini dialah yang memeluk
gadis itu. “ huh, hanya seteguk kenapa kau sampai seperti ini? Merepotkan sekali.
“ mengangkat tubuh Yoona ke punggungnya.
Beratnya tubuh gadis itu tidak membuatnya
patah semangat. Langkahnya yang terasa berat semakin lihai bergerak, terus
melangkah menuju machiya. “ aneh sekali, kenapa aku begitu semangat? “
batinnya. Mengacuhkan pikiran tersebut dan terus melangkahkan kakinya.
…………………..
Diatas tempat tidurnya, Yoona memperhatikan dinding kamarnya, gelap tanpa
cahaya. Walaupun rasa pusing dikepalanya belum juga hilang, tapi ia tidak
kunjung tertidur. Dapat ia lihat pintu kamarnya yang tidak tertutup rapat.
Luhan sengaja melakukan itu, entah kenapa, pria itu menjadi cemas setelah
melihat keadaan Yoona seperti itu.
Tiba-tiba saja terlintas dipikiran Yoona
tentang gadis itu, gadis yang diyakininya sebagai Eunna, walaupun gadis itu
membantahnya, ia tetap saja yakin bahwa gadis itu adalah adiknya.
Brakkk!
Terdengar
suara dari luar kamarnya, seperti suara sebuah barang yang terjatuh kelantai,
namun bukan itu yang membuat Yoona bangkit dari kasurnya, ia merasa melihat
sosok itu disana.
Dibalik
pintu yang tidak tertutup rapat, seorang gadis sedang memperhatikannya, tetapi
setelah terdengar suara tersebut, gadis itu seakan tersentak dan mencoba kabur
dari sana. Langkahnya terlihat lemah, pusing yang ia rasakan membuatnya sulit
untuk mengejar gadis itu, ditambah lorong yang tidak memiliki penerangan dengan
baik, yang terlihat hanya bayangannya bersama gadis itu.
Dapat ia rasakan tarikan tubuhnya yang
semakin kuat, tubuhnya sedang berusaha untuk menjatuhkan dirinya, tetapi gadis
itu tetap saja mencoba berlari mengejar bayangan yang ada dihadapannya.
Keringat yang meluncur dikeningnya seakan memberi pertanda bahwa itulah sisa
tenaganya.
“
Eunna-ya.. “ ucapnya sebelum dirinya
tersungkur kelantai dan tak sadarkan diri.
……………….
Pagi ini Yoona terlihat lemah, wajahnya
terlihat tak bersemangat, terduduk disudut tempat tidurnya, memandangi minuman
yang ada dihadapannya. Tepat diatas meja, terdapat sebuah gelas yang berisikan
air putih hangat. Melihat itu membuatnya tersenyum.
“
o genki desu ka? (apakah kau sudah sehat?)
“ Luhan datang sambil membawakan semangkuk bubur. “ oh, sudah ada minuman? Aku
baru saja hendak kembali untuk mengambilnya, apa Akira yang menaruhnya?
Tapi itu tidak mungkin.. “
“
kenapa tidak mungkin? “
“
semalam dia tidak pulang.. bagaimana kepalamu? Masih pusing? “ pria itu memberikan
bubur itu kepada Yoona, tak lupa ia menyodorkan sebuah obat.
“
aku tidak butuh obat itu.. air hangat inilah obatku.. “
“
kenapa begitu? Itu kan hanya air hangat.. “
“
disaat aku jatuh sakit, aku tidak pernah minum obat, hanya dengan air hangat
aku dapat segera sembuh. “ sesuap demi sesuap bubur telah ia lakukan, sesudah
menyantap bubur, ia merasa lebih segar dan langsung berkeinginan untuk
berjalan-jalan di sekitaran gion shirakawa.
Memandangi bunga sakura pasti akan sangat
membantu akan penyembuhannya. Namun sayang, disaat ia tiba disana, tak terlihat
lagi bunga sakura disana, yang terlihat hanya ranting pohon tak berbalutkan
bunga. Selama perjalanannya, Luhan terus mengikutinya. Pria itu bagaikan
pengawal, siap siaga dalam hal apapun.
“
pakailah ini, pagi ini udara sangat dingin.. “ baju hangat selalu ia bawa,
mengingat gadis yang ada disampingnya tidak pernah memperhatikan keadaan
tubuhnya. Tidak ada yang tahu dari mana Luhan mengetahui itu, tapi yang
pastinya, pria itu mengetahui banyak hal tentang Yoona.
“
kenapa kau selalu memberiku pakaian hangat seperti ini? “ tanya Yoona sembari
memakainya.
“
karena kau tidak pernah memakainya, perhatikanlah kesehatan tubuhmu.. “
“
jangan begitu.. “ jawab Yoona pelan.
“
kenapa? “
“
kau mengingatkanku kepada appa, oo?
Maksudku otousan.. “
“
kau merindukannya? “
“
tentu saja.. “
“
gadis itu, kau mengenalnya? gadis yang kau panggil dengan sebutan Eunna.. “
“
Eunna itu adikku, saudara kembarku.. dan gadis itu, aku yakin kalau dia adalah
adikku.. “
“
tapi dia bukan Eunna, namanya Mari.. “
“
benarkah? Kau mengenalnya? “ tanya Yoona dengan tenang.
“
dia mahasiswi baru di kampusku.. dan dia memiliki keluarga yang kaya raya di
Tokyo.. “
“
keluarga? “ sedikit terkagetkan, tapi ia mencoba untuk tetap tenang. Terdiam,
mencoba memutar kembali segala ingatannya, kejadian yang terjadi pada malam
itu, gadis yang memperhatikannya dibalik pintu, minuman hangat yang ada diatas
meja. “ kau, apa tadi malam kau yang membawaku kekamar? “
“
kalau bukan aku siapa lagi? Aku menggendongmu dari kedai sukiyaki, kau tidak
tahu itu? “
“
tidak, maksudku, disaat aku terjatuh didepan kamarku, apa kau yang.. “ ia
berhenti berbicara. “ astaga, air hangat, jadi, itu benar kau Eunna? “
batinnya. Baru ia sadari, hanya keluarganya yang mengetahui kebiasaannya
meminum air hangat disaat sakit. Memikirkan itu membuatnya semakin yakin dengan
pemikirannya. “ katakan padaku, gadis itu, ia dikamar nomor berapa! “
Semangatnya yang luar biasa membuatnya
melupakan kesehatannya. Berlari sekuat mungkin, menghampiri kamar wanita yang
diyakininya sebagai kembarannya. Menghiraukan sapaan Akira yang baru saja
pulang, suara langkah kakinya begitu berisik, menghentak dengan keras ke lantai
kayu itu, dan kini, tepat dihadapannya.
Sebuah pintu berdiri tegak, menjuntai melebihi
tubuhnya. Anehnya, Yoona merasa takut untuk mengetuknya, ia takut akan
kenyataan yang akan ia hadapi. Jika dan jika.
“
apa yang harus aku lakukan? “ tubuhnya mematung. Namun tanpa ia sadari, pintu
itu terbuka dan terlihat seorang gadis dari balik pintu. gadis itu juga
terlihat shock dan hendak menutup kembali pintu itu. Dengan cepat Yoona
memasukan kaki kanannya untuk menyanggal pintu tersebut. “ jangkaman! (tunggu) “ katanya dengan tegas.
“
apa yang sedang kau lakukan! Singkirkan kakimu! “ bentak gadis itu.
“ kau bahkan masih suka membentakku? Kau kira aku tidak bisa mengenalimu? “
“ kau bahkan masih suka membentakku? Kau kira aku tidak bisa mengenalimu? “
“
apa yang kau bicarakan! “
“
Eunna, kau benar-benar tidak mengenaliku? “
“
siapa yang kau bicarakan? Tolong jangan menggangguku dan singkirkan kakimu! “
“
tadi malam, apa itu kau? “
“
... “ tidak ada jawaban.
“
kenapa? Apa kau mengkhawatirkanku? “
“
pergilah. “ wajahnya terlihat kaku. Perkataan Yoona membuat nafasnya seakan
tersengal.
“
air hangat itu, apa kau yang menaruhnya? Apa kau tidak tidur semalaman karena
memikirkan keadaanku? Pagi tadi air itu masih terasa hangat, kau pasti baru
menaruhnya. “
“
hentikan omong kosongmu! “
“
aku yakin itu kau Eunna. “
“
kalau kau tidak segera menyingkirkan kakimu, aku akan membanting pintu ini! “
“
apa kau bisa melakukannya? Jika kau melakukan itu, kau juga akan merasakan
sakitnya, kau lupa? Kita itu kembar.. “
“
tidak, kita berbeda! “ ucap gadis itu dengan keras.
“
... “ Yoona terdiam mendengarnya. Apa yang baru saja ia katakan begitu menusuk hatinya, namun
anehnya, ia terlihat tenang, kalimat itu sudah cukup untuk memastikan siapa
gadis yang ada dihadapannya.
Perlahan ia menarik kakinya, membiarkan
gadis itu menutup pintunya. Air mata mengalir dengan bebas, matanya terus
menatap pintu itu, membayangkan apa yang sedang dilakukan gadis itu disana. “
apa kau juga sedang menangis sepertiku? Apa yang kau tangisi? Apa aku terlalu
menyusahkanmu? Aish, kau bodoh
sekali, kau bahkan tidak menyadari itu, baru saja kita menggunakan bahasa
korea. Haha.. “ mencoba tertawa, namun gagal. “ Apa yang salah pada diriku?
Kenapa kau tidak pernah menerimaku sebagai kembaranmu? Perbedaan pada diri
kita, apa itu salahku? Kenapa harus aku yang menanggung semua ini? Apa aku
tidak pantas mendapatkan kehangatan itu, kehangatan antara adik dan kakak.
Kenapa kau setega ini terhadapku? Apa kau tahu bagaimana cara aku hidup didesa
itu? “ mencoba menahan amarah pada dirinya, segala perasaan berkecamuk pada
dirinya, air mata terus mengalir, tanpa mengetahui keberadaan seseorang disana,
disudut ruangan, Luhan memperhatikannya. Dan kini, dilihatnya Yoona berjalan
memasuki kamarnya. Yang amat jelas, gadis itu terlihat rapuh.
tunggu chapter selanjutnya ya.. ^^
0 komentar:
Post a Comment