Langit biru yang cerah menyinari pasir
pantai yang putih bersih. Desiran ombak menyentuh kedua kakinya berulang kali.
Gadis itu terus menatap lukisan awan di sana, menikmati indahnya langit pada
saat itu. Beberapa ekor burung menari disana, kicauannya semakin membuatnya tak
kuasa menahan senyumannya. Namun tiba-tiba saja wajahnya berubah sayu, matanya
memerah menatap keatas. Dari sela awan, kedua orangtuanya tersenyum kepadanya,
memanggil namanya, dan terus memanggilnya. Memintanya untuk menghampiri mereka
dan ikut bersama mereka.
Air mata tak luput dari wajahnya. Orang
tuanya terus memanggilnya, tapi gadis itu terlihat bimbang. Ia tidak juga
beranjak dari sana. Berat untuknya melangkahkan kakinya. Hanya menundukkan
wajahnya, tidak sanggup menatap wajah kedua orang tuanya setelah penolakan yang
ia lakukan. Namun tiba-tiba saja ia merasakan sesuatu, sesuatu yang
menghangatkan tubuhnya. Ternyata seseorang
memeluknya dari belakang. Meletakkan kepalanya pada pundaknya, lalu membisikkan
sesuatu kepadanya.
“
khajima.. (jangan pergi), tetaplah
bersamaku. “ kedua tangan pria itu melingkar didadanya, memeluknya erat, tidak
ingin melepaskan gadis itu. Perlahan gadis itu mengangkat wajahnya, mencoba
untuk kembali menatap kedua orangtuanya. Dilihatnya, mereka masih menatapnya
dengan senyuman mereka, tetapi mereka tak lagi memanggilnya, hanya memberikan
sebuah anggukan padanya, dengan maksud merelakannya pada pria itu. Gadis itu
kembali menangis, ia terisak ketika melihat keberadaan kedua orangtuanya yang perlahan
menghilang tertutupi awan.
…………………..
Tubuh itu terbaring lemah. Tepat
dihadapannya, ia melihat gadis itu masih menutup matanya. 3 bulan sudah Him
Chan mondar-mandir dari rumah lalu kerumah sakit untuk menjaganya. Namun hingga
sekarang Haewon tidak juga sadarkan diri. Ia meraih tangan Haewon. Menatap
wajah gadis itu. Lama sekali. Air mata mengalir pelan di pipinya. Pria itu
langsung menundukkan wajahnya. Tak kuasa menatap gadis itu yang sedang melawan
sakit pada tubuhnya. Dan masih menggenggam tangannya.
Gemuruh terdengar hingga menyadarkannya
dari lamunannya. Pertanda bahwa hujan akan segera turun. Him Chan menoleh ke
jendela yang memperlihatkan langit hitam tanpa gemerlap bintang disana. Wajah
sayunya kembali menatap gadis itu. Masih menutup matanya.
Menghela nafasnya sejenak. ia tidak
berkeinginan untuk meninggalkan gadis itu sendirian disana. Namun gadis itu
juga butuh istirahat, sesuai dengan yang dikatakan oleh dokter. Ia berniat
untuk pergi dari sana, bangkit dari duduknya dan berjalan menuju pintu keluar, Namun
niatnya terhenti ketika sesuatu menggenggam tangannya. Ia langsung menoleh.
Dilihatnya tangannya yang masih menggenggam tangan gadis itu. Ia kembali menghela
nafas. Perlahan ia melepaskan genggaman tangannya. Namun sulit untuknya
melakukan itu, tidak, ternyata bukan karena dirinya yang melakukan itu, tetapi
gadis itu yang menahannya.
Pria itu kembali terduduk di pinggir
tempat tidur. Wajah khawatirnya terus menatap gadis itu. Dapat dilihat olehnya
jari terlunjuk gadis itu yang mulai bergerak pelan. Gadis itu semakin mengaduk
kecemasannya. Dan akhirnya tubuhnya berubah kaku ketika menyadari bahwa kini
gadis itu sedang menatapnya.
“
Haewon.. “ panggilnya yang terdengar berbisik. Gadis itu tidak menjawabnya,
hanya menatapnya lemah. Lalu tidak lama dari itu Haewon kembali menutup
matanya. Pingsan atau apa, yang pastinya Him Chan benar-benar cemas. Dengan
tangan kanannya yang masih menggenggam tangan gadis itu, tangan kirinya langsung
menekan sebuah tombol bantuan.
Entah apa yang sedang ia pikirkan.
Setelah mengabarkan ibunya tentang keadaan Haewon. Pria itu masih saja
termenung disana. Duduk seorang diri tanpa memerdulikan seorang pun. Bahkan
ketika ibunya dan juga Soomi tiba disana, ia masih juga menundukkan wajahnya
dan menatap kosong ke lantai. Tidak hanya ibunya dan juga Soomi. Ji Hyo
berserta ibunya juga berada disana. Mereka sudah tidak sabar untuk melihat
Haewon.
Dilihatnya seorang dokter dan dua orang
perawat sedang mengobrol dengan ibunya. Mereka terlihat serius. Membuatnya
tidak bisa melepaskan pandangannya kepada ibunya. Hingga ibunya duduk disampingnya
dengan wajah sayunya.
“
… “ ibunya hanya menatapnya dengan isakan tangisnya. Pria itu melemas. ia tak
lagi menatap ibunya. Menundukkan wajahnya untuk menyembunyikan airmata yang
mulai terlepas dari matanya. Walau begitu Kim Mari masih bisa mendengar isakan
tangis putranya itu. Tidak hanya Him Chan, semua yang ada disana juga ikut
menangis. Keadaan menjadi haru dan menyedihkan. “ kenapa kalian menangis.. “
ucap Kim Mari memecahkan suasana. Mereka yang sudah pada menangis dengan
serentak kembali menatapnya. “ Haewon, dia sudah kembali, kepada kita. “ masih
menangis diikuti dengan tawanya yang kini menenangkan semua orang.
“
eomma! Lalu kenapa kau menangis? Kau
menakuti kami.. “ bentak Soomi kesal bercampur bahagia.
“
ini airmata bahagia.. “ kembali menatap putranya. “ kenapa kau masih disini,
sana pergi jumpai dia. Bukankah kau sangat merindukannya? “ pria itu belum juga
bangkit dari duduknya. Malah menatap ibunya tak percaya. Sedangkan yang lainnya
sudah berlarian memasuki ruangan itu untuk menemui Haewon.
…………………
Matanya terbuka perlahan. Menangkap
berbagai warna pada ruangan itu sedikit membuatnya pusing. Ingin sekali
menggerakkan tubuhnya, namun tubuhnya belum sekuat itu. Dilihatnya tangan
kirinya masih tertempelkan jarum infuse. Ia merasa resah dengan itu. Tetapi
ketika dilihatnya seseorang sedang menggenggam tangan kanannya, seakan
mengembalikan semua kekuatannya, tidak membiarkan tangan itu melepaskan
tangannya, ia malah kembali menggenggam tangan itu, dengan sisa kekuatan yang
ia miliki, sangat erat.
Sepertinya pria itu belum menyadari
bahwa Haewon sudah sadar, mungkin dikarenakan dirinya yang terus menundukkan
wajahnya. Disaat pria itu hendak melangkah meninggalkannya, dengan sekuat
mungkin ia menggenggam tangan itu. pria itu terhentak dan dengan cepat menoleh
kepadanya. menatapnya tak percaya, dengan wajahnya yang berlinang air mata.
Kini dokter sedang memeriksanya. Tidak
lama dari itu dokter keluar dari sana diikuti dengan perawatnya. Terdengar
olehnya suara tangis dari luar ruangan, lalu suara Soomi yang memanggil ibunya.
Mendengar itu membuat airmatanya mengalir manja, ia sangat merindukan mereka,
kenyataan bahwa dirinya kembali sadar dari tidur panjangnya benar-benar
membuatnya merasakan kebahagiaan yang selama ini belum sepenuhnya ia rasakan.
Soomi memasuki ruangan dengan langkah
cepat, ia langsung menghampiri Haewon yang terus memandangnya dan tersenyum
padanya. Begitu juga dengan Ji Hyo dan ibunya. Mereka langsung berkumpul
disana, mengobrol dengan Haewon untuk melepas rindu dan kerisauan mereka selama
ini.
“
Haewon.. gwenchana? “ Tanya Oh Hyorin
selaku ibunya Ji Hyo yang dibalas anggukan dengan Haewon.
“
eonni, aku senang melihatmu lagi.. “
tambah Ji Hyo, Haewon hanya tersenyum kepadanya. Gadis itu belum bisa berkata.
“
eonni.. “ Soomi menggenggam tangan
kanannya. Ia terus menangis, sambil terisak ia mencoba kembali mengatakan
sesuatu. “ eonni.. “ kini tidak hanya
Soomi yang menangis, Haewon mulai merasakan panas pada kedua matanya. Ia kembali
teringat dengan kejadian 3 bulan yang lalu. Tentang keterlibatan dirinya
terhadap kematian ayah Soomi dan ayah pria itu, pria yang sedang menatapnya
dari depan pintu, dan terlihat enggan menghampirinya.
“
mianhae.. “ ucapnya dengan matanya
yang sudah memerah. Bergantian memandang Soomi lalu pria yang masih berdiri
disana. “ mianhae.. “ ia masih merasa
bersalah atas kejadian masa lalu itu. Airmata tak lagi tertahan, mengalir bebas
pada wajah pucatnya.
“
aniyo eonni, seharusnya aku yang
mengatakan itu. Mian.. mianhae eonni..
tidak seharusnya aku menyalahkanmu, aku sudah sangat memberatkanmu, mian.. “
“
bagaimana ini, aku jadi bingung mau menjawab apa.. siapa yang bersalah, aku
masih berharap itu aku.. “ senyumnya mengiringi perkataannya. Semua yang ada
disana juga itu tersenyum kepadanya.
“
mulai saat ini, kita buka lembar yang baru. Dan kau Haewon, aku berjanji akan
merawatmu dengan baik. Jadi jangan pernah menyalahkan dirimu lagi, aku tidak
ingin melihatmu menangis, sudah saatnya untukmu merasakan kebahagian. “ ucapan
Kim Mari kembali membuat airmatanya mengalir bebas.
“
heol, kenapa kau jadi gemar menangis?
“ pria itu sudah duduk di sofa yang letaknya tidak jauh dari sana. Melipat
kedua tangannya didada, memicingkan matanya sembari menatap gadis itu.
“
yak, kau kira pantas berkata seperti
itu disaat seperti ini! “ bentak Kim Mari yang sepertinya tidak dihiraukannya.
Ji Hyo dan ibunya hanya tertawa melihatnya. Lalu tidak lama dari itu pamit
pergi. Dilihatnya Soomi dan ibunya yang masih asik mengobrol dengan Haewon.
Sedikit kesal karena tidak ada waktu untuknya mendekati gadis itu. Ia pun
memilih membaringkan tubuhnya di sofa dan tertidur.
Butiran salju terlihat dari balik
jendela kamarnya. Haewon baru saja berbincang dengan dokter yang datang untuk memeriksanya.
Kini jarum infuse tak lagi terlihat ditangannya. Seperti yang dikatakan dokter
kepadanya. Dirinya sudah bisa keluar dari rumah sakit itu.
Terpaku ditepi tempat tidur. Dirinya
yang hendak berjalan menuju balkon kini hanya terduduk mematung sembari menatap
kedepan. Tepat dihadapannya, pria itu tertidur pulas diatas sofa. Dengan
selimut yang tidak menutupi tubuhnya dengan baik. Berniat membenarkan letak
selimut pria itu, Haewon berjalan mendekatinya. Menarik selimut yang nyaris
terjatuh. Tanpa sengaja matanya menatap wajah pria itu. Kini dirinya kembali mematung.
Entah apa itu. Ia bahkan masih tidak
mengerti dengan apa yang sedang ia rasakan. Jantungnya berdebar dengan kencang.
Hanya dengan menatap pria itu, dirinya menjadi sulit mengatur nafasnya. Tidak
ingin terjebak dengan situasi memalukan seperti itu, ia langsung beralih ke
balkon.
“
kenapa hanya menatapku? “ mendengar itu membuat Haewon dengan cepat memutar
tubuhnya guna mencari asal suara itu. Pria itu, Him Chan sudah bangun dari
tidurnya, tepatnya sudah terbangun sedari tadi. Kini pria itu duduk disana
sambil terus menatapnya. “ uh, kenapa pagi ini dingin sekali.. “
“
pagi? “ sela Haewon.
“
weo? “ jawabnya. pria itu bangkit
dari sofa lalu membuka pintu yang menghubungkannya ke balkon. “ aigoo, ternyata sudah sore.. hahahaha..
“ tawanya mencoba memecahkan suasana. Sepertinya Haewon tidak berniat masuk
kedalam candaannya. Gadis itu malah berjalan melewatinya. Tapi pria itu dengan
cepat menahannya. Berdiri dihadapan gadis itu. Menatap gadis itu dengan jarak
yang dekat.
“
kau sedang apa? Menyingkirlah.. “ gadis itu tidak berhasil menyembunyikan ekspresi
gugupnya. Ketika mata mereka saling bertatapan, seakan kekurangan oksigen,
Sulit untuknya bernafas. Jantungnya kembali berdetak tak karuan. Pria itu juga
tidak mengatakan apapun, hanya menatapnya. Haewon mencoba menghindarinya dan
kembali berjalan melewati pria itu. Pria itu kembali menahannya. Dengan cepat
ia menggenggam tangan Haewon. Kembali menatap gadis itu, semakin dekat, sudah
tak tertahan lagi olehnya, hingga akhinya pria itu memeluknya.
“
bogoshipo (aku merindukanmu) “ ucapnya
yang masih memeluk tubuh gadis itu. Haewon merasakan kehangatan itu. Ia bahkan
tidak berkeinginan untuk melepas pelukan itu. Dinginnya cuaca pada saat itu tak
lagi mereka rasakan. Terlihat dari apa yang mereka lakukan. Tak ada satupun
yang ingin melepaskan pelukan itu. “ yak,
kau tidak ingin mengatakan apapun? “ kata Him Chan setelah menyadari gadis itu
yang tidak juga bereaksi. Ia langsung melepas pelukannya guna melihat wajah
gadis itu. Menangis. “ aigoo.. kau
menangis? Lagi? “
“
wae? Apa aku tidak boleh menangis? “
jawabnya seraya menghapus airmatanya. Pria itu kembali menahan tangannya. Lalu
perlahan mengelus pipi Haewon dengan lembut.
“
apa lagi yang harus kau tangisi? Semuanya sudah selesai. “
“
apa benar-benar sudah selesai? “ pria itu menatapnya lekat. “ apa tidak ada
lagi yang kau sembunyikan dariku? “
“
… “ Him Chan tidak menjawabnya.
“
wae? Kenapa kau tidak menjawab? Apa
masih ada yang tidak aku ketahui? Jika ada, katakan, katakan padaku. “ suaranya
yang tersamarkan dengan isakan tangisnya membuat Him Chan semakin sulit memilih
kata-kata. Tidak, bukan rahasia kelam, melainkan sesuatu yang menurutnya sudah
seharusnya ia katakan.
“
apa aku harus mengatakannya sekarang? “
“
hemm.. “ Haewon sudah gusar menunggu jawabannya. Namun, tidak seperti yang ia
pikirkan. Pria itu tidak menjawabnya. Ia malah melangkah lebih maju mendekati
dirinya. Lalu menundukkan wajahnya mendekati wajahnya. Panas, ia rasakan
wajahnya memanas ketika bibir pria itu bertaut lembut dengan bibirnya. Untuk
beberapa detik kedua bibir itu bersentuhan, dengan lembut hingga menyentuh hati
yang terdalam. Dan untuk beberapa detik juga, Haewon merasa jantungnya berhenti
berdetak. Hingga pria itu melepas ciumannya. Dan kembali menatapnya.
“
saranghae.. (aku cinta kamu) “ ujar
Him Chan dengan tenang. Terus menatap gadis itu yang masih terdiam membalas
tatapannya. “ hanya itu yang tidak kau ketahui. Saranghae.. “
…………………..
“
ige mwoya? Kenapa aku menjadi seperti
ini? “ setelah kepergian Him Chan beberapa menit yang lalu. Hingga malam tiba,
Haewon belum juga menutup matanya. Sulit untuknya tidur. Disaat suasana senyap,
yang terdengar hanya detak jantungnya yang belum juga berdetak normal. “ pria
itu! “ ia terdiam. Ketika wajah Him Chan terlintas dipikirannya. Seperti ada
sebuah paksaan yang mengharuskannya untuk tersenyum. Tidak dapat menghindari
itu, tetap saja ia tersenyum.
Menyentuh dadanya untuk merasakan detak
jantungnya yang semakin tak karuan. ia kembali memikirkan perkataan pria itu.
Sebuah penyataan yang membuatnya tak mampu mengatakan sepatah katapun. Saranghae.. ia kembali tersenyum
memikirkan itu. Untuk kedua kalinya pria itu menyentuh bibirnya. Namun kali ini
begitu berbeda, sesuatu yang ia rasakan membuatnya hanya bisa menerima sentuhan
lembut itu. Kehangatan yang tadinya ia rasakan, keseriusan yang pria itu
perlihatkan padanya, genggaman tangannya yang seakan tak ingin kehilangan gadis
itu, semua terasa sempurna untuknya.
…………………
Dibalik selimut tebalnya, ia terus
mengulang kejadian itu. Seakan tidak mengijinkannya untuk segera tidur. Masih
didalam sepinya malam. Keheningan memaksanya mendengarkan detak jantungnya. Ini
merupakan sesuatu yang sangat amat membingungkannya. Bersusah payah ia bergelut
dengan dirinya untuk segera tidur. Tapi matanya tidak juga tertutup. Mungkin
karena sudah tidur sangat lama hari ini. Dia berdecak kesal. Pertanyaan itu
terus mengganggunya.
Tak terlihat rumput disana. Semuanya
nyaris tertutupi salju. Tetapi tidak membuat Him Chan takut akan itu. Ia
memilih duduk di taman daripada melamun dikamarnya yang senyap. Udara yang
semakin menusuk tulang tidak mampu mengusirnya dari taman itu. Masih duduk
disana, seorang diri. Menatap kosong tumpukan salju.
“
mau sampai kapan kau disini? Kau tidak kedinginan? “ Kim Mari menghampirinya
sembari membawakan segelas teh hangat. “ minum ini, sebelum tehnya dingin. “
“
gomawo eomma.. “ tersenyum kepada
ibunya. Perlahan menyeruput teh tersebut.
“
apa kau sudah mendengar itu? “
“
apa? “
“
Haewon ingin kembali ke Busan. “
“
wae? Bukankah semuanya sudah selesai?
“
“
dia tidak menceritakannya padamu? Memangnya apa yang kalian lakukan seharian
disana? “ pertanyaan ibunya membuatnya kembali teringat dengan apa yang telah
ia lakukan kepada gadis itu.
“
opseo.. (tidak ada) “ jawabnya gugup.
“ eomma, aku tidur dulu. “ dengan
cepat ia berlari ke kamarnya. Ia harus segera tidur. Agar esoknya bisa langsung
mempertanyakan maksud gadis itu untuk kembali ke Busan. Bagaimana pun juga ia
tidak bisa menerima itu. 3 bulan sudah ia menunggu, ia tidak ingin
pengorbanannya diakhiri dengan kepergian gadis itu.
Hujan gerimis memaksa Him Chan untuk
menggunakan jaket hingga berlapis-lapis. Dirinya yang juga belum tertidur
hingga pagi ini sudah tidak mampu menahan dirinya untuk segera menemui gadis
itu. Langit masih belum terlalu terang, tanpa berpamitan dengan ibunya dan juga
adiknya yang belum keluar dari kamar mereka. pria itu pergi menemui Haewon di
pagi buta.
Parkiran rumah sakit masih sangat sepi.
Hanya mobilnya dan beberapa mobil lainnya yang terlihat. Dirinya yang tidak
menggunakan payung harus melangkah dengan cepat untuk menghindar dari dinginnya
air hujan. Setelah menggunakan lift dan mengisi daftar pengunjung, ia langsung
menghampiri kamar Haewon.
Kasurnya terlihat rapi dengan selimutnya
yang terlipat dan terletak diujungnya. Ketika dirasakannya hembusan angin dari
arah balkon, dirinya langsung menoleh dan mendapatkan gadis itu disana. Berdiri
disudut balkon, melentangkan kedua tangannya kedepan untuk merasakan rintikan
hujan. Untuk yang pertama kalinya Him Chan dapat melihat dengan jelas gadis itu
tersenyum. Sembari membuka jaketnya ia menghampiri gadis itu.
“
kau tidak kedinginan? “ tegurnya seraya memakaikan jaketnya ditubuh gadis itu.
Haewon terlihat kaget, ia juga hanya bisa diam ketika pria itu menarik tubuhnya
menjauh dari air hujan. Pria itu dengan tenang membawanya kembali kedalam kamar
dan menyuruhnya duduk di atas kasur. Dan dengan baiknya Haewon mengikuti
perintahnya. Tapi kini yang membuat gadis itu benar-benar mematung. Pria itu
berdiri dihadapannya. Menatapnya tanpa mengatakan sepatah katapun.
“
wae? “ hanya mampu mengatakan itu.
“
khajima.. (jangan pergi) “ ujar pria
itu dengan tenang. Untuk beberapa saat Haewon tidak menjawab perkataan pria
itu. Tatapannya. Ada sesuatu pada tatapan pria itu. Sesuatu yang baru gadis itu
sadari. Ketulusan. Haewon tertegun melihat itu. Namun rasa bersalahnya
membuatnya menepis pemikirannya dan tetap teguh dengan niat awalnya.
“
mian, aku tidak bisa. Kembali ke
Busan sudah menjadi keputusanku. “
“
semudah itu kau pergi? “ matanya memerah, membuat Haewon harus memalingkan
wajahnya. Tidak ingin melihat sesuatu yang dapat menggoyahkan niatnya.
“
kau kesini untuk menjemputku, bukan? aku sudah membereskan pakaianku, kau bisa
membantuku mengangkatnya. Aku sudah tidak sabar keluar dari rumah sakit ini. “
gadis itu meraih ransel kecilnya. Berusaha menghindari tatapan pria itu.
“
tak bisakah kau mendengarkanku? “ menarik tangan Haewon dengan kuat, sedikit
meneriakinya. Memegang bahu gadis itu dan menatap matanya lekad. “ khajima.. “
“
mian, aku tidak bisa. “ jawabnya
lemah.
“
kumohon.. “
“
kau tahu, melihat kalian membuatku semakin merasa bersalah. Aku selalu
memikirkan hal itu. Seandainya appa-mu
tidak mengorbankan nyawanya untukku, kalian tidak akan kehilangannya. Aku
sungguh malu berada dihadapan kalian.. “
“
hentikan.. “
“
aku sudah merenggut kebahagiaan kalian. Aku benar-benar tidak bisa bersama
kalian.. “
“
aku bilang hentikan! “
“
… “ menutup mulutnya untuk beberapa detik. Menahan isakan tangisnya yang sudah hampir
tak terbendungkan. Lalu dengan tenang ia kembali mengatakannya. “ chongmal mianhae.. “ ketika airmata
hendak mengalir, dengan cepat Haewon berjalan mendahului pria itu.
Hanya bisa menyaksikan kesedihan gadis
itu dari jauh. Ia dapat mengerti keadaan gadis itu, namun ia juga tidak ingin
melepas gadis itu. Mencoba melangkah mendekati gadis itu, namun ia mengulurkan
niatnya. Ia memilih mengikuti gadis itu dengan sedikit jarak.
Hujan gerimis masih mengguyur kota Seoul.
Tepat dimusim dingin, malam itu menjadi sangat dingin. Suhu minusnya berhasil
membuat semua orang merasa kehilangan kekebalan tubuh mereka. pria itu sedang
merenung dikamarnya. Berdiri disamping jendela kamarnya. Setelah membawa Haewon
kembali kerumahnya, pria itu belum juga keluar dari kamarnya hingga malam tiba.
Dihadapan jendela yang ukurannya melebihi tubuhnya itu, Memperhatikan butiran
salju yang sedang mempertontonkan keindahannya.
“
haruskah ku biarkan kau pergi? “ batinnya.
Tukk
tukk tukk!
Seseorang
mengetuk pintu kamarnya. Belum sempat ia mempersilahkan masuk, pintu sudah
terbuka. Wajahnya berubah sendu ketika melihat adiknya menghampirinya.
“
kau sedang apa? Kami sedang makan malam, kau tidak makan? “ masih mengunyah
sisa makanan yang ada di mulutnya.
“
habiskan dulu makananmu baru berbicara denganku. “ jawabnya malas.
“
wae? Patah hati? “
“
mwo? “
“
kau patah hati? Karena akan ditinggal oleh eonni?
Wah.. jinja? “
“
yak.. “
“
hyung.. ah, maksudku oppa, kau lucu sekali. “
“
yak! “
“
jika kau tidak ingin ia pergi dari sini, cobalah untuk menahannya, bukannya
mengurung diri seperti ini. “
“
aku sudah mencobanya. Tapi dia tetap ingin kembali.. “
“
oppa, sejak kapan kau menyukainya? “
“
… “ tidak menjawab. Pria itu hanya tersenyum sembari terus menatap salju yang
turun dari langit.
“
kenapa kau tersenyum? Kau sungguh menyukainya? “
“
hem.. neomu joha (sangat suka) “
“
pikirkanlah oppa, besok adalah
harinya. Eonni akan kembali besok. “
ia meninggalkan pria itu. Perkataan terakhirnya membuat Him Chan terdiam.
Dirinya seakan tak lagi bisa memikirkannya, cara untuk mempertahankan gadis
itu.
Hari semakin larut. Belum juga beranjak
dari sana, masih merenungkan perkataan gadis itu. Jarum jam menunjukkan pukul
12 malam. Keadaan rumah mulai terasa sepi. Tentu saja, semua orang pasti sudah
pada tertidur. Ia menghela nafas panjang, lalu hendak melangkah menuju kasur.
Namun keberadaan seseorang di ruangan itu membuatnya menghentikan langkahnya. Sejak kapan gadis itu berada disana?
“
… “ gadis itu hanya menatapnya. Begitu juga dengan pria itu. Tidak sepatah
katapun yang terucap dari mulut mereka. menit ke menit terus berlalu. Mereka
tetap dengan diamnya.
“
istirahatlah, bukankah kau akan kembali besok? “ perkataan pria itu memecahkan
keheningan. Haewon, gadis itu seperti tercengang mendengar perkataan pria itu.
Mencoba menenangkan dirinya, ia memaksakan sebuah senyuman. Lalu membalikkan
tubuhnya dan menghilang dari balik pintu.
Menutup pintu itu lalu berjalan menuju
kamarnya. Raut wajahnya terlihat menyedihkan. Ia terlihat tidak bersemangat.
Padahal ia sudah mengikuti kemauan dirinya untuk melihat pria itu, walau tidak
mampu mengatakan sepatah katapun. lalu, kenapa
ia harus sedih ketika pria itu mengatakan itu?
“
istirahatlah? Ya, aku memang mengharapkan kau mengatakan itu, tapi kenapa
hatiku sakit ketika mendengarnya? “ ucapnya pelan. Tepat didepan pintu
kamarnya, ia menghentikan langkahnya. Termenung disana. Tanpa sadar air mata
mengalir diwajahnya. Belum sempat ia menyeka air mata itu, seseorang menarik
tangannya, memaksa tubuhnya untuk menatap orang tersebut. Air mata kembali
mengalir.
“
kenapa kau menangis? “ pria itu menatapnya tajam.
“
… “ berusaha terlihat tenang. Namun tetap saja air mata terus mengalir.
“
bukankah ini yang kau mau? Kembali kesana? Aku sudah merelakanmu. “ gadis itu
tetap tidak membalas perkataannya. “ wae?
Kau berubah pikiran? “ keseriusan pria itu sangat amat terlihat. Lebih tepatnya
menahan emosi dan kesedihannya. “ lalu kenapa kau menangis? “ kini pria itu
yang terdiam. Gadis itu memeluknya. Dapat didengar olehnya suara isak tangis
Haewon yang berbisik. Pada akhirnya pria itu juga kembali memeluk gadis itu.
……………..
“
oppa, gwenchanayo? “ setelah
mengantar kepergian Haewon, Soomi merasakan sesuatu yang aneh terhadap pria
itu. Kini mereka sedang didalam perjalanan menuju rumah.
“
wae? Naega wae? “
“
apa kau benar-benar patah hati? “
“
yak.. “
“
lalu kenapa kau mendengarkan lagu seperti ini? Membuatku mengantuk saja, ganti!
Aku ingin mendengar lagu terbarunya 2ne1.. “
“
andwe, jika kau berani menukarnya, akan
aku turunkan kau dipinggir jalan. “ mobil melaju semakin kencang.
“
yak, apa kau lupa ada eomma disini? Pelankan laju mobilnya! “
ucap Kim Mari sembari memukul kepala putranya yang sedang menyetir. Wajah
serius pria itu pun berubah menjadi kesal.
“
eomma! Kenapa kau memukulku? “
keluhnya lalu menuruni laju mobilnya.
“
jika kau menyukainya, tidak seharusnya kau membiarkan dia kembali ke Busan
seorang diri. “ kembali memukul kepala putranya.
“
appo! (sakit), Appo eomma! “ ia mengelus kepalanya yang sakit. Matanya terus
memperhatikan kedepan. Kini raut wajahnya kembali serius. “ aku hanya perlu
menunggu. “ katanya dengan suara beratnya.
“
menunggu? “ sela Soomi tidak mengerti.
“
ya, menunggu. “
……………….
Kereta melaju tanpa hambatan. Dari balik
kaca ia menyaksikan keindahan alam, tentu senyuman akan terlihat. Namun berbeda
dengan gadis itu. Haewon hanya menatap ponselnya, ponsel yang baru saja diberi
oleh Him Chan kepadanya. Membaca sesuatu ada ada didalam ponselnya dengan
serius, lalu terlihat senyuman dari sudut bibirnya. Senyuman yang bahkan
dirinya sendiri tidak menyadari itu. Ia kembali teringat dengan apa yang
terjadi pada malam itu.
……………
Pelukan itu bertahan lama. Him Chan tidak
juga berkeinginan untuk melepasnya. Dan Haewon terlihat hanya diam membiarkan
perlakuan pria itu. Sepinya malam semakin menggoda. Ditambah suara detak
jantung mereka yang dengan lantang terdengar, bahkan sangat jelas. Saat itulah,
disaat mereka menyadari suara detak jantung mereka, Him Chan langsung melepaskan
pelukannya. Mereka malah terlihat canggung. Haewon menggaruk kepalanya yang
tidak gatal, dan Him Chan terbatuk pelan. Tapi setelah melihat tingkah Haewon,
pria itu langsung tersenyum dan kembali menatap gadis itu.
“
wae? “ Haewon menyadari tatapan nakal
darinya.
“
jantungmu terlalu berisik. “ tertawa kecil menahal geli.
“
mwo? Hoh! Sepertinya itu kau. “
“
hem.. itu memang aku. “ jawabnya santai dan masih menatap gadis itu dengan
hangat. Mendengar jawaban itu membuat Haewon reflek menutup mulutnya, dan
jantungnya pun semakin berdebar. “ dan juga kau. “ tambahnya. Ia memasukkan
tangannya kedalam saku celananya, lalu mengeluarkan sesuatu dari dalam saku
celananya dan memberikannya ketangan gadis itu.
“
ige mwoyeyo? (ini apa) “
“
kau sendiri juga tahu itu apa. “ ia melangkah menuju kamarnya.
“
maksudku, untuk apa kau memberikanku ini? “ sedikit memiringkan tubuhnya untuk
menoleh kepada gadis itu, dengan langkah kecil ia menjawabnya.
“
ah, aku lupa. Jika nanti kau sudah tiba di Busan. Bukalah memo pada ponsel itu,
ada sesuatu yang aku tulis disana. Aku akan menunggu itu.. “ kembali tersenyum,
pintu kamarnya tertutup meninggalkan Haewon disana seorang diri. Dengan ponsel
yang ada ditangannya.
………………
Banyaknya gravity yang menghiasi setiap
rumah, bermacam patung dengan warnanya yang mencolok, ramainya pengunjung yang
berada disana semakin membuat Haewon merindukan tempat itu. Gamcheon berhasil
membuatnya kembali kesana. Sekilas ingatan masa lalu mengganggunya, ia sadari
itu, kini dirinya hanya seorang diri. Namun ketika ia melihat tawa canda
sekumpulan pelajar yang ada dihadapannya, seakan memberikannya kekuatan.
Dirinya yang sangat jarang tersenyum pun ikut tersenyum.
Hampir seluruh rumah yang ada di Gamcheon
dikosongkan oleh pemiliknya. Hanya ada beberapa keluarga yang menetap disana,
termasuk Haewon. Walau begitu, penduduk tetap disana tidak pernah merasa
kesepian, itu dikarenakan banyaknya wisatawan yang berdatangan kesana. Gamcheon
memang sangat cocok dijadikan tempat wisata, maka itu ia lebih dikenal dengan
sebutan Gamcheon Art Village.
Belum berkeinginan untuk pulang
kerumahnya. Gadis itu masih betah berjalan seorang diri disana. Menikmati
keindahan gravity yang menghiasi setiap rumah yang ada disana, ada juga yang
terlihat di aspal dan juga tangga. Terus tersenyum dan sesekali bersin ketika
angin dingin menerpa tubuhnya. Setelah lelah naik turun anak tangga, Haewon
mengunjungi sebuah jajanan kaki lima, tentunya banyak makanan disana. Dan
seperti biasa, pertama kali yang ingin ia santap yaitu tteokbokki. Ia langsung
memesan semangkuk tteokbokki dengan saus cabainya yang pedas.
“
wah.. ini pasti lezat.. “ serunya ketika melihat tumpukkan tteokbokki
dihadapannya, dengan asapnya yang menggepul dan menyebarkan aroma sedapnya.
Bibi penjual tteok pun memberikannya semangkuk tteokbokki. “ khamsahamnida.. “ disaat ia hendak
memasukkan setusuk tteokbokki kedalam mulutnya, sebuah ingatan akan pria itu
mengganggunya. Tentunya sebuah larangan dari pria itu untuk menyantap
tteokbokki dengan saus cabai. Entah mengapa, gadis itu seakan mengikuti
perintah itu, ia pun membuang tteokbokki itu lalu berlalu pergi dengan wajah
kesalnya.
Melangkah menuju rumahnya dengan membawa
sekantong soju yang ia beli disaat melewati supermarket langganannya. Matanya
menatap kosong kedepan seakan sudah mengerti dengan keadaan jalan disana.
Sesuatu kembali terlintas dipikirannya, kontras membuatnya berhenti melangkah
dan dengan cepat meraih ponselnya. Membaca sesuatu yang ada pada memonya.
“
… “ tidak ada reaksi apapun, yang terlihat hanya ekspresinya yang sedikit
bingung dengan apa yang pria itu tulis di ponselnya. “ apa-apaan ini? “ kembali
melangkah, tetapi dirinya kembali mengentikan langkahnya dengan sebuah hentakan
kesal. “ hoh, tadi aku membuang tteok-ku karena aku tidak ingin menderita
menahan sakit, bukan karenanya! “ memasukkan ponselnya kedalam saku celana
dengan kasar. Kini ia sedikit berlari menuju rumahnya. Berusaha untuk tidak
memikirkan itu.
Menyendiri di atap rumahnya. Dapat ia
dengar hiruk pikuk wisatawan yang melewati rumahnya. Disaat malam hari seperti
ini, Gamcheon semakin mempesona, dengan gemerlap bintang dan lampu hias yang
berada disetiap sisinya. Tentunya akan semakin banyak wisatawan yang datang.
Tadinya Haewon menyukai keramaian itu, namun kini suasana hatinya berubah
murung. Ia merasa kebahagiaan mereka hanya untuk mereka, tanpa membutuhkan
dirinya yang memang lebih pantas seorang diri seperti ini.
Ditemani dengan sebotol soju, tanpa
memerlukan sebuah gelas, ia langsung menyeruput soju dengan sebuah sedotan yang
sudah ia siapkan, tentu caranya meminum soju sangat aneh bahkan mungkin
dirinyalah yang pertama kali melakukan itu. Ia baru menghabiskan seperempat
sojunya, ketika ia hendak menyeruput kembali sojunya, pikirannya kembali
bertabrakan dengan tulisan yang ada di ponselnya, tulisan yang pria itu tujukan
untuknya. Dirinya kembali kesal.
“
aish! Aku hanya harus menyeruput
minuman ini, tidak perlu memikirkan perkataan pria itu. “ ujarnya untuk dirinya
sendiri. Tetapi tetap saja, ketika ia akan menyeruput soju itu, tangannya
seakan menolak tindakannya dan dengan enteng membuang soju ketempat sampah yang
terdapat disudut tembok. “ baiklah, aku membuangnya karena aku tidak begitu
ahli dalam meminum, karena itu aku membuangnya. “ berbaring diatas meja yang
besar, menatap langit yang sedang mempertontonkan keindahannya, dengan
bintang-bintangnya yang berbinar seperti permata.
“
Haewon.. eodiya? (kau dimana) “
seseorang memanggilnya dari luar. Belum juga ia bangkit, seorang bibi dengan
rambut keritingnya sudah berdiri dihadapannya.
“
ahjuma (bibi), ada apa? “ kaget
ketika melihat bibi yang berbadan gemuk itu menutupi pemandangan yang sedang ia
nikmati.
“
mianhaeyo, aku tidak bermaksud
mengganggumu, aku hanya ingin menumpang menonton drama dirumahmu. Bolehkah?
Suamiku sedang menonton pertandingan bola, aku tidak bisa menonton dramaku,
akan sangat disayangkan jika aku melewatinya.. “ wajahnya terlihat menyedihkan,
tetapi Haewon mengijinkannya bukan dikarenakan ekspresinya yang menyedihkan,
itu karena ia jarang menggunakan televisinya, daripada rusak karena jarang
digunakan.
“
oh, tentu saja boleh, masuk saja kerumahku, kau bisa menggunakannya sesuka
hatimu. “ belum juga ia menyelesaikan perkataannya, si bibi sudah melesat
kedalam rumahnya. Ia tidak terlalu meragukan kebaikan wanita gemuk itu, karena
bibi tersebut merupakan teman ibunya. Tidak berniat ikut bersama bibi itu, ia
kembali melanjutkan menikmati keindahan langit malam.
Seketika suasana menjadi sepi, tak
terdengar lagi keributan dari wisatawan. Tetapi gadis itu bukannya merasakan
ketenangan yang sedari tadi ia inginkan, ia malah merasa kesepian. Dilihatnya
ponsel pemberian Him Chan, berada disudut meja antara hidup dan mati.
Keinginannya untuk menjatuhkan ponsel itu sangat besar, dikarenakan kesal
dengan tulisan yang pria itu tulis di memo, namun tidak seperti yang ia
pikirkan. Tangannya kembali melakukan apa yang tidak ia inginkan. Bahkan
melebihi dari kebiasaannya. Alunan musik memenuhi indra pendengarnya. Entah
kenapa, ia membuka pemutar music dan lagu yang ia pilih yaitu lagunya 2NE1 yang
berjudul Missing You. Awalnya ia mendengarkan dengan baik. Hingga disaat terdengar
reffnya.
“
geuriwohaeyo.. geuriwohaeyo..
(missing you) “ tepat disaat kata-kata tersebut terdengar, seperti kilat, layar
ponsel langsung padam, itu karena ia membuka baterai ponselnya. Gadis itu
sungguh lucu. Kini ia mondar mandir dan entah memikirkan apa.
“
ada apa denganku? Aish! Kenapa aku
jadi begini? “ menendang meja tempat tadinya ia berbaring, lalu kesakitan dan
terduduk diatas meja. Ia terdiam sejenak sebelum matanya menoleh kedalam
rumahnya. “ kenapa didalam senyap sekali? Apa dia tertidur? “ ia beranjak
kedalam rumah. Penasaran dengan apa yang tetangganya lakukan. Dilihatnya bibi
itu sedang duduk santai diatas sofa, dengan sekotak tisu. Tidak menghiraukan
Haewon yang sudah duduk disampingnya. Haewon jadi penasaran dengan drama yang
sedang ada di televisinya itu. Ia pun mencoba untuk menontonnya.
Sudah 5 menit berlalu. Ia masih belum
mengerti dengan apa yang si bibi tangisi. matanya masih kering tanpa airmata,
berbeda dengan si bibi yang airmatanya terus berlinang. Karena merasa bosan
dengan drama tersebut, ia bangkit dan hendak keluar untuk berjalan-jalan. Namun
tiba-tiba saja si bibi berteriak histeris. Ia yang kaget langsung menoleh.
Tidak seperti yang ia bayangkan. Yang si bibi histeriskan yaitu dimana adegan
ciuman akan terjadi.
“
aish! ahjuma! Kenapa kau berteriak
seperti itu. “ mengelus dadanya yang berdebar karena kaget.
“
aigoo, kau ini sungguh aneh. Ketika
adegan seperti ini akan terjadi, semua wanita pasti akan histeris, tidak sabar
menyaksikan keromantisannya.. “ jelas si bibi tanpa melepaskan pandangannya
dari televisi.
“
kau terlalu berlebihan. “ walau ia berkata seperti itu. Tetapi tanpa sadar
matanya ikut menyaksikan adegan itu. Jantungnya yang tadinya berdebar karena
kaget kembali berdebar bahkan lebih kencang. Ia tersadar akan itu. Seketika
pikirannya kembali melayang kepada pria itu. Ciuman yang pernah pria itu
berikan padanya. Hal itu terus terbayang olehnya. Dadanya semakin sesak
memikirkannya. Ia pun langsung berlari keluar dari rumah.
Jalanan didepan rumahnya terlihat sepi. Hanya
beberapa orang yang terlihat disana. Angin berhembus pelan, udara dinginnya dengan
perlahan menyusup ke dalam jaket tebalnya. Walau begitu ia terus melangkahkan
kakinya. Disebuah taman yang luas dan memiliki banyak pepohonan. Terlihat
banyak remaja yang sedang bermain disana. Ada yang sedang membuat gravity
disebuah dinding yang kosong, ada juga yang sedang menari sambil mendengar
music KPOP, ada yang sedang mengobrol dan sesekali tertawa dengan kuat, dan
dibalik pepohonan yang rimbun dan sedikit gelap, terlihatlah beberapa pasangan
yang sedang memadu kasih.
Sungguh sedih dirinya yang hanya seorang
diri dan hanya bisa menyaksikan semuanya begitu saja lalu berlalu pergi. Dan
pikiran akan pria itu kembali mengganggunya. Gamcheon yang memiliki banyak gang
kecil membuat pikirannya kembali melayang kepada pria itu. Dimana dulunya ia
pernah bersembunyi di sebuah gang dengan pria itu untuk menghindar dari
sekumpulan gadis labil. Ditambah lagi ketika ia melewati barisan pohon sakura
yang sedang berguguran, ingatan lainnya kembali berdatangan. Ia rasakan kini
kakinya berat untuk melangkah. Dan dirinya hanya berdiri dibawah lampu jalan.
Seakan merasa sulit bernafas, berkali-kali ia menghembuskan nafasnya dengan
berat.
“
bertahanlah, kita akan segera tiba di klinik! “ kata seorang pria yang baru
saja berlari melewatinya. Pria itu sedang menggendong seorang gadis yang
sepertinya sedang sakit. Dapat terlihat olehnya ekspresi khawatir dari pria
itu, seakan tidak menginginkan sesuatu yang buruk terjadi oleh gadis itu. Aneh
sekali, Haewon seakan ingin menangis. Lagi-lagi ingatan tentang pria itu
menyeliputinya. Dirinya yang beberapa kali jatuh sakit, dan pria itulah yang
merawatnya. Kini Ia bahkan tidak tahu kenapa matanya terasa panas, nafasnya
masih terasa berat, bahkan jantungnya kembali berdebar kencang, dan dirinya menjadi
gelisah.
Setelah mematung disana, entah mendapat
kekuatan dari mana. Kakinya melangkah hingga berlari kecil. Tentunya menuju
rumahnya. Sembari berlari kecil, ia terus mencari sesuatu didalam saku
celananya dan juga saku jaketnya. Setelah mengetahui bahwa tidak ada apa-apa
didalam sakunya, langkahnya semakin kencang hingga akhirnya ia tiba dirumahnya.
Tidak berhenti disitu saja, menaiki anak tangga dengan cepat menuju atap
rumahnya, merunduk dibawah meja mencari sesuatu. Ia mendapatkan sebuah baterai,
lalu tidak jauh dari sana akhirnya ia bisa melihat benda yang ia cari, yaitu
ponsel.
Setelah menyatukan baterai dengan ponselnya,
Ia langsung membuka memo yang ada didalam ponselnya. Hanya satu memo yang
terdapat disana, yaitu memo yang pria itu tuliskan untuknya. Memo yang sudah
pernah ia baca, dan ingin ia baca lagi.
1.
Jangan
memakan tteokbokki!
2.
Jangan
minum alcohol, kau tidak pintar akan itu.
3.
jangan
menonton drama, karena kau akan mengingatku.
4.
Jangan
mendengarkan lagu KPOP! Itu sangat membantumu dalam mengingatku.
5.
Jangan
cemburu terhadap setiap pasangan, mereka tidak bersalah terhadapmu.
6.
Jangan
mencoba untuk memikirkanku! Jangan!
Tapi..
‘ Jika kau memikirkanku, walau
sekali saja, bisakah kau langsung menghubungiku?
Aku berjanji, aku akan langsung menghampirimu,
sungguh. ’
Membaca itu dengan tangannya yang bergetar
pelan. Ia mulai membuka kontak pada ponselnya, tersenyum simpul ketika
dilihatnya hanya ada satu kontak disana, yaitu pria itu. Mulailah dirinya
bimbang ketika hendak menekan tombol call,
saat itu bukan kehadiran pria itu yang ia inginkan. Tetapi tiba-tiba saja ia
merindukan suara pria itu, semakin sering ia mengulur niatnya untuk menghubungi
pria itu, semakin banyak hal yang ia inginkan dari pria itu. Semua hal yang
baru saja ia lihat, seakan menghubungkan ingatannya kepada pria itu. Sehingga
membuatnya semakin sulit mengatur dirinya.
……………….
“
kau tidak makan? “ seharian ini risau dibuat putranya yang belum juga menyentuh
makanan. Kim Mari sudah berusaha dengan membuatkan beberapa macam makanan
kesukaan putranya itu, namun tetap saja tidak disentuhnya.
“
nanti.. “ jawabnya tanpa mengalihkan pendengarannya dari suara merdunya Huh Gak
yang terus menyanyikan lagu nan mellow.
“
sampai kapan kau akan terus begini.. “ sedih melihat putranya yang seakan tidak
memiliki semangat untuk hidup.
“
sampai dia menghubungiku. “
“
yak.. ini belum juga sehari, tapi kau
sudah begini? “
“
aku yakin dia juga seperti ini. “ masih menikmati alunan music yang memacu
kesedihan itu.
“
terserah kau saja. “ sudah tidak sanggup membujuknya, Kim Mari kembali keruang
makan. Soomi yang masih menyantap makan malamnya sudah tidak ingin bertanya
kepada ibunya lagi, karena dirinya tahu apa yang menyebabkan raut wajah ibunya
tidak baik seperti itu.
“
cinta itu benar-benar rumit. “ ucapnya dengan sedikit sindiran. Mengangkat
piring kotornya kedapur, lalu kembali ke meja makan untuk meneguk minumannya.
Belum sempat ia mengangkat gelasnya, Him Chan berlari melewati mereka seperti
kilat.
“
yak! Kau mau kemana? “ teriak Kang
Mari.
“
Busan. “ dan pria itu pun menghilang seketika dengan suara bantingan pintunya
yang mengagetkan. Soomi malah tidak jadi mengambil minumannya, begitu juga
dengan Kim Mari. Mereka hanya diam mematung. Ini adalah hal yang pertama kali
Him Chan lakukan dihadapan mereka. kini pria itu terlihat asing. Tapi sedikit
lucu. Soomi yang sudah terdiam dalam beberapa menit, seperti sudah tak
tertahankan lagi, seketika keheningan pada rumah mewah itu dipecahkan dengan
suara tawa Soomi yang kencang dan kuat. Lalu diikuti dengan Kim Mari yang baru
menyadari sisi imut dari putranya.
“
kau mirip seperti appa-mu. “ batinnya
dan terus tertawa.
…………………..
Udara dingin yang menusuk membangunkannya
dari tidurnya. setelah semalaman menemani si bibi menonton drama, dirinya yang
sebelumnya sudah meminum sedikit soju tanpa sadar tertidur lelap. Tentunya
setelah ia selesai menghubungi pria itu. Walau ia mematikan panggilan itu
sebelum pria itu menjawabnya, paling tidak ia sudah berani menghubungi pria
itu.
Masih setengah sadar dirinya sudah
dikagetkan dengan keadaan rumah yang berserakan dengan tisu kotor. Ulah si bibi
yang pergi begitu saja tanpa bertanggung jawab. Sambil berkutat dirinya
membersihkan semuanya. Satu plastic penuh sudah terpenuhi dengan sampah, ia
hanya perlu membuang plastic tersebut ke pinggir jalan sebelum truk pengumpul
sampah datang.
Dirinya masih sedikit sempoyongan. Tumpukkan
salju mengharuskannya untuk berhati-hati disaat Menuruni tangga. Matanya masih
tidak terlalu siap untuk menangkap gambar. Seperti apa yang saat ini sedang
dilihatnya. Seseorang sedang meringkuk ditangga rumahnya. Wajahnya yang
terbenam jaket tak bisa dikenalinya. Keberadaan orang tersebut menghalanginya
yang ingin turun. Namun satu hal yang menyanggal, kenapa orang tersebut tidur ditangganya?
Ia memberanikan diri untuk membangunkan
orang tersebut. Dan jika dilihat dari pakaian yang dikenakannya, sepertinya ia
seorang pria. Beberapa kali ia menyentuh pundak pria yang menggunakan Hoodie
Nike itu, tidak ada reaksi darinya. Ia tendang kaki pria itu dengan pelan.
Tetap tidak ada reaksi. Tetapi lama kelamaan ia merasa mengenal pria itu. Ia
ikut meringkuk guna membuka jaket yang menutup wajah pria itu. Dirinya langsung
terperanjat kaget ketika yang dilihatnya ternyata adalah Him Chan. Namun yang
membuatnya semakin kaget, wajah pria itu memucat dan bibirnya gemetar. Ketika
disentuhnya kening pria itu, ternyata pria itu sedang demam.
Mencampakkan plastic sampah begitu saja.
Membawa pria itu kedalam rumahnya adalah hal yang terpenting. Sedikit kesusahan
disaat menyeret tubuh pria itu yang tinggi langsing namun kekar. Hanya
menyeretnyalah cara yang bisa ia lakukan. Setelah itu berlari ke sebuah apotek
untuk membeli beberapa obat dan plaster penurun panas. Menunggu pria itu
bangun, ia kembali keluar rumah untuk mencoba mencari makanan hangat. Kini ia tidak
terlalu mencemasi pria itu karena tadinya ia sudah menempelkan plaster penurun
panas. Setidaknya membutuhkan waktu untuk menunggu panasnya turun.
Dipagi hari seperti ini tidak mudah untuk
mendapatkan pedagang yang menjual makanan. Karena itu ia memilih berjalan
keluar Gamcheon. Langkahnya tiada henti mencari warung ataupun pedagang kaki
lima. Ia sudah berjalan lumayan jauh. Dan kini ada ancaman dari langit
untuknya, memberikannya sebuah pertanda dengan menunjukkan langitnya yang
gelap. Hal itu membuatnya harus lebih cepat bergerak. Tentu saja ia tidak
memiliki payung maupun jas hujan. Ia tidak sempat memikirkan
kemungkinan-kemungkinan itu. Kekhawatirannya membuatnya lupa akan hal itu.
Pagi yang dingin ini semakin menggoyahkan
pertahanannya. Diakhir langkahnya yang hendak menyerah. Sebuah warung bertenda
merah dengan aroma sedapnya yang menggoda membuat gadis itu kembali bersemangat
dan langsung menghampiri warung tersebut. Dengan raut wajah bahagianya ia
kembali kerumah, tentunya dengan sebungkus bubur yang telah ia beli.
Jarak antara warung dan rumahnya lumayan
jauh. Ia harus sedikit menguras tenaganya untuk sampai kerumahnya. Langkah demi
langkah ia lakukan. Ia terlihat santai, tetapi lebih tepatnya terlihat bahagia.
Seseorang menyenggolnya. Setelah meminta maaf orang tersebut langsung berlari
dengan payung yang ia gunakan. Tidak hanya orang tersebut, ketika Haewon baru
menyadari itu, hanya dirinya yang tidak menggunakan payung. Dan hanya dirinya
yang tidak menyadari bahwa saat itu sedang turun hujan. Gerimis dan lama
kelamaan mulai menderas. Tidak ada pilihan lain, ia harus mencari tepat untuk berteduh.
…………………..
Hujan membuat udara menjadi dingin. Angin
mulai berhembus menyusuri ruangan kosong. Pada saat itu jendela pada kamar
Haewon terbuka, dan Him Chan sedang tertidur, entah karena merasa kedinginan
atau memang sudah baikan, pria itu terbangun lalu terduduk di tepi kasur.
Memperhatikan ruangan itu. Memperhatikan setiap sudutnya, ketika dilihatnya
sebuah foto keluarga yang terletak diatas meja rias, dirinya langsung tersenyum
simpul. Namun angin kembali menghempaskan hawa dinginnya, dilihatnya jendela
yang terbuka itu, ia langsung menghapirinya. Sebelum menutupnya, terlihat
olehnya rintikan hujan yang semakin lama tak terpantau oleh mata. Sangat deras.
Sembari menutup jendela, pria itu memikirkan sesuatu.
Rumah itu terlalu sepi. Hanya suara hujan
yang terdengar olehnya. Sedari tadi ia mencari gadis itu, tapi hingga sekarang
gadis itu tidak juga terlihat. Sekilas ia melihat kearah pintu keluar, hanya
sepatunya yang terlihat disana. Entah mengapa, ketika melihat itu, dirinya
seakan langsung mengetahui dimana gadis itu berada. Ia langsung berlari keluar.
Sebelum ia keluar dari sana, ia tidak lupa untuk mengambil payung dan juga jas
hujan. Ia sangat tahu itu, gadis itu memang tidak pernah memikirkan tubuhnya.
Jalanan terlihat sepi. Banyak orang yang
menepi untuk menghindari hujan, dan beberapa menebus hujan dengan menggunakan
payung. Seperti dirinya yang sedang mengkhawatirkan gadis itu. Payung itu
dengan senang hati melindunginya dari dinginnya air hujan dan terus mencari
keberadaan Haewon.
……………………
Hujan tidak juga reda. Sedangkan dirinya
sudah tidak sabar menunggu seperti ini. Ia tidak mempersalahkan udara
dinginnya, tetapi ia takut jika buburnya akan dingin. Dilihatnya langit, masih
mendung dan terus menyirami air hujannya. Kakinya semakin gatal dan sudah
bersiap untuk berlari. Tentunya tanpa payung ataupun jas hujan. Jelas sekali
bahwa ia hanya mengenakan jeans dan jaket tipisnya. Benar sekali, tidak
memperdulikan air hujan yang sudah membasahi tubuhnya. Ia terus berlari,
melawan dinginnya udara pada saat itu.
Derasnya hujan sedikit mengganggu
penglihatannya. Ia tidak dapat melihat dengan jelas apa yang ada dihadapannya.
Karena itu ia memperlambat langkahnya. Dirinya yang sudah basah kuyup tidak
terlihat kedinginan. Gadis itu malah terlihat menikmati itu. Baru saja ia
tersenyum menyambut air hujan yang menyetuh tubuhnya, kini langkahnya terhenti
sembari menghilangnya senyuman itu.
Matanya terpaku menatap kedepan. Menatap
sesuatu yang berhasil membuatnya mematung seperti itu. Derasnya air hujan
menyamarkan pandangannya, tetapi walau ia tidak bisa mengetahui dengan jelas
apa yang ia lihat, ia merasa ada yang aneh pada dirinya. Dirasakannya
jantungnya yang mulai bertindak bodoh dengan berdetak kencang tak karuan. Nafasnya
sesak dan dirinya menjadi sangat kaku. Apalagi ketika sesuatu yang ia lihat
mulai terlihat dengan jelas dan berdiri dihadapannya.
“
pabo (bodo) “
“
… “ tidak memberikan reaksi apapun, walau sudah dikatain seperti itu. Hanya
menatap pria itu yang kini sedang memakaikannya jas hujan. Tepat disaat hal itu
terjadi, jantungnya seakan berhenti berdetak. Tubuhnya melemas seakan ingin
meluncur ke aspal. Namun ketika si pria menatapnya, sebuah energy kembali masuk
kedalam tubuhnya, jantungnya kembali berdetak dan tetap tidak karuan bahkan
semakin berdetak kencang.
“
apa kau tidak tahu berapa suhu pada saat ini? Kau mau mati? “ pria itu terus
memarahinya. Namun gadis itu tetap tidak berkutik dan hanya menatapnya dengan gugup.
“ dengan bajumu yang setipis ini! apa kau tidak bisa berhenti membuatku
khawatir? Sekali saja? “
“
aku tidak pernah memintamu untuk mengkhawatirkanku. “ ucapnya setelah bisa
kembali bernafas dengan baik. Berjalan mendahului pria itu yang masih kesal
terhadapnya.
“
yak! Keadaanmu seperti ini bagaimana
bisa aku tidak mengkhawatirkanmu. “
“
khawatirkan saja dirimu, bukankah kau sedang sakit? “ ucapnya. Tidak lama dari
itu ia berhenti berjalan dan membalikkan tubuhnya untuk melihat pria itu. “ yak, kenapa kau keluar? Kau kan sedang
demam.. “ raut wajahnya berubah khawatir. Membuat pria itu menjadi gugup
dihadapannya. Ini pertama kalinya gadis itu memperhatikannya.
“
aish! Aku tidak selemah dirimu.. aku
demam karena semalaman berada diluar dimusim dingin seperti ini. Seharusnya kau
mengkhawatirkan dirimu. Siapa yang terakhir kali demam setelah kehujanan?
Sepertinya itu bukan aku. “ sindirnya. Namun tetap bersikap hangat. Pria itu
merangkul gadis itu dan memayunginya. Mereka mulai melangkah, dengan tenang
mereka melewati derasnya hujan dimusim dingin itu.
Tangannya terus merangkul gadis itu.
Disadari atau tidak, gadis itu juga terlihat nyaman dengan perlakuannya.
Sesekali ia memberanikan diri untuk melirik gadis itu. Jantung seakan berhenti
berdetak ketika dilihatnya wajah itu, gadis itu tersenyum manis memandangi
butiran air hujan. Tubuhnya melemas begitu juga dengan rangkulan tangannya yang
terlepas begitu saja. Ia langsung memalingkan wajahnya. Dan ketika itu juga
Haewon menghentikan langkahnya.
“
kau, kenapa kau kesini? “ Tanya Haewon malu tanpa melihatnya. Him Chan
tersenyum getir melihat tingkah gadis itu. Ia menatap gadis itu dengan berani,
sehingga membuat gadis itu semakin gelisah dan kembali berjalan.
“
bukankah kau yang menginginkannya? “ Haewon mematung. Ia menghampiri gadis itu,
berdiri dihadapannya dan kembali menatapnya. “ kau merindukanku? “
“
… “ dengan reflek ia menatap pria itu. Pria yang sedang menatapnya, tepat 10cm
dihadapannya. Ia sangat malu untuk mengatakan sesuatu, sesuatu yang kini baru
ia sadari.
“
kau tidak mau menjawab? “ gadis itu masih menutup rapat mulutnya. “ baiklah,
tidak masalah jika kau tidak mau menjawab, panggilan teleponmu pada malam itu
sudah cukup membuktikan bahwa kau merindukanku. “ senyuman nakalnya semakin
membuat gadis itu merasa malu. Ditambah kini pria itu berjalan mendahuluinya
setelah membuatnya mematung seperti itu.
“
yak! Aku kehujanan! “ akhirnya gadis
itu berani membuka mulutnya setelah tidak kuat menahan air hujan yang turun
diatas jas hujannya. Ia berlari kecil mengejar pria itu yang sudah
mendahuluinya. “ yak! Kau tidak mau
berhenti? “ teriaknya lagi. Pria itu terus melangkah, menghiraukan teriakan
gadis itu. “ yak, Kim Him Chan! “
pria ia membalikkan tubuhnya dengan cepat. Gadis itu yang tidak menyadari itu
tidak sempat menghentikan langkahnya sehingga ia menubruk tubuh pria itu. Dan
pria itu juga dengan reflek memeluk tubuh gadis itu.
Dukk dukk dukk
Jantung mereka dengan serentak berdetak
kencang. Irama hujan tersingkirkan seketika, waktu terhenti seiring dengan
butiran hujan yang melayang di udara. Hanya mereka disana, yang bisa merasakan
kehidupan itu. Suasana yang seakan berubah senyap membuat suara jantung mereka
terdengar jelas. Dan gadis itu, kini ia semakin yakin dengan apa yang
akhir-akhir ini membuatnya terus gelisah dengan terus memikirkan pria itu.
Tepat disaat ia berada dipelukan pria itu, ia bisa merasakan kenyamanan itu.
Hangatnya pelukan itu membuatnya tidak berkeinginan untuk terlepas dari pelukan
itu.
“
sepertinya kau suka berada didalam pelukanku. “ cibir Him Chan guna menggoda
gadis itu. Dengan menahan rasa malu gadis itu menjauh dari tubuh pria itu dan
mencoba berjalan melewati pria itu. Namun seakan tidak ingin kehilangan
kesempatan. Dalam hitungan detik tubuh gadis itu sudah kembali kedalam
pelukannya. “ jika kau tidak bisa mengatakannya, maka peluklah aku. “ tangannya
melingkar erat di pinggang gadis itu. Payung yang ia pegang terlepas begitu
saja. Tak terpikirkan lagi olehnya dinginnya air hujan yang membasahi tubuhnya.
“ tapi, jika kau tetap tidak bisa mengatakannya. Maka aku yang akan
mengatakannya terlebih dahulu. “ sedikit merenggangkan pelukannya, lalu menatap
sepasang mata itu, yang juga menatapnya penuh harapan. “ aku merindukanmu.. “
ucapnya berbisik. “ saranghae.. “
terdengar sudah semua yang ingin ia dengar. Namun tetap saja gadis itu masih
kaku untuk membuka mulutnya.
Masih menatap pria itu yang juga terus
menatapnya. Dan kini, perlahan dirasakannya hembusan nafas pria itu, semakin
lama hembusannya semakin kencang. Wajah itu terus mendekat, semakin dekat dan
semakin membuat dirinya mematung. Matanya dengan reflek tertutup, seakan mengijinkan
pria itu menyentuhnya, menyentuh bibirnya dengan penuh cinta. Kedua bibir itu
pun bertaut, hingga jarum jam terasa tak berkerja lagi, mereka menikmatinya
dengan penuh cinta.
Epilog
Musim gugur kembali menyapa. Udara
perlahan menjadi sejuk dan hujan mulai sering turun. Banyak dedaunan yang
berubah warna, ada juga yang berguguran sehingga menciptakan suasana yang
romantis. Satu tahun sudah waktu berlalu. Melewati semuanya bersama-sama,
ikatan kasih yang semakin kuat. Hingga banyak perubahan baik yang terjadi,
mereka semakin terlihat sempurna.
Haewon sudah kembali ke Seoul. Ia
memutuskan untuk kembali setelah pria itu terus-terusan mengganggunya. Dan
selama setahun juga ia sudah memulai lembar barunya. Lembar barunya sebagai mahasiswa
di kampus dimana Him Chan berkuliah. Dirinya semakin bersemangat melewati
semuanya. Seperti saat ini, persiapannya untuk berkuliah benar-benar lengkap.
Dimulai dari perlengkapan belajar, gadget, dan juga fashion. Rambutnya yang
sudah panjang terlihat indah setelah diguraikan begitu saja. Ditambah sedikit
polesan makeup diwajahnya. Haewon terlihat seperti gadis dewasa yang manis.
Hal yang harus pria itu hadapi setiap
harinya, yaitu menunggunya. Seperti saat ini, Pria itu sudah bersabar menunggu
gadis itu. Hampir satu jam ia sudah menunggu, gadis itu belum juga selesai
dengan dandanannya. Dirinya mulai tidak sabar, ia langsung masuk kedalam kamar
gadis itu. Dan ternyata gadis itu sedang bercermin.
“
kau sedang apa? Kenapa lama sekali? “ tegurnya kesal.
“
mian.. kajja. “ tersenyum manis pada
pria itu dan berjalan mendahuluinya.
“
kenapa rambutmu tidak diikat saja? “ ucapnya dengan nada kesalnya.
“
weo? Apa salahnya jika rambutku
seperti ini. “ Tanya Haewon sembari menatap pria itu.
“
kau terlihat cantik, dan itu berbahaya untukku. Akan semakin banyak pria yang
mengganggumu. Aku sudah sangat kerepotan melihatnya. Aish, kenapa kau jadi gemar berdandan! Ini pasti karena eomma. “ pikirnya dalam hati. “ ikat rambutmu,
jika tidak, aku tidak akan mengantarmu. Dan juga wajahmu, aku tidak mau melihat
wajahmu seperti itu. Hem, maksudku, hapus makeupmu! “ ia langsung melesat
pergi.
“
yak! “
“
ah, kalau perlu, potong rambutmu seperti satu tahun yang lalu. Aku tidak suka
melihat rambutmu yang sekarang. “ teriaknya dari luar.
“
ada apa dengan pria itu? “
gomawo udah baca, tunggu cerita lainnya ya...
0 komentar:
Post a Comment