Monday, August 18, 2014

Mianhae Part 6 (the end)




       Langit biru yang cerah menyinari pasir pantai yang putih bersih. Desiran ombak menyentuh kedua kakinya berulang kali. Gadis itu terus menatap lukisan awan di sana, menikmati indahnya langit pada saat itu. Beberapa ekor burung menari disana, kicauannya semakin membuatnya tak kuasa menahan senyumannya. Namun tiba-tiba saja wajahnya berubah sayu, matanya memerah menatap keatas. Dari sela awan, kedua orangtuanya tersenyum kepadanya, memanggil namanya, dan terus memanggilnya. Memintanya untuk menghampiri mereka dan ikut bersama mereka.


       Air mata tak luput dari wajahnya. Orang tuanya terus memanggilnya, tapi gadis itu terlihat bimbang. Ia tidak juga beranjak dari sana. Berat untuknya melangkahkan kakinya. Hanya menundukkan wajahnya, tidak sanggup menatap wajah kedua orang tuanya setelah penolakan yang ia lakukan. Namun tiba-tiba saja ia merasakan sesuatu, sesuatu yang menghangatkan tubuhnya.  Ternyata seseorang memeluknya dari belakang. Meletakkan kepalanya pada pundaknya, lalu membisikkan sesuatu kepadanya.
khajima.. (jangan pergi), tetaplah bersamaku. “ kedua tangan pria itu melingkar didadanya, memeluknya erat, tidak ingin melepaskan gadis itu. Perlahan gadis itu mengangkat wajahnya, mencoba untuk kembali menatap kedua orangtuanya. Dilihatnya, mereka masih menatapnya dengan senyuman mereka, tetapi mereka tak lagi memanggilnya, hanya memberikan sebuah anggukan padanya, dengan maksud merelakannya pada pria itu. Gadis itu kembali menangis, ia terisak ketika melihat keberadaan kedua orangtuanya yang perlahan menghilang tertutupi awan.

…………………..

       Tubuh itu terbaring lemah. Tepat dihadapannya, ia melihat gadis itu masih menutup matanya. 3 bulan sudah Him Chan mondar-mandir dari rumah lalu kerumah sakit untuk menjaganya. Namun hingga sekarang Haewon tidak juga sadarkan diri. Ia meraih tangan Haewon. Menatap wajah gadis itu. Lama sekali. Air mata mengalir pelan di pipinya. Pria itu langsung menundukkan wajahnya. Tak kuasa menatap gadis itu yang sedang melawan sakit pada tubuhnya. Dan masih menggenggam tangannya.
       Gemuruh terdengar hingga menyadarkannya dari lamunannya. Pertanda bahwa hujan akan segera turun. Him Chan menoleh ke jendela yang memperlihatkan langit hitam tanpa gemerlap bintang disana. Wajah sayunya kembali menatap gadis itu. Masih menutup matanya.
       Menghela nafasnya sejenak. ia tidak berkeinginan untuk meninggalkan gadis itu sendirian disana. Namun gadis itu juga butuh istirahat, sesuai dengan yang dikatakan oleh dokter. Ia berniat untuk pergi dari sana, bangkit dari duduknya dan berjalan menuju pintu keluar, Namun niatnya terhenti ketika sesuatu menggenggam tangannya. Ia langsung menoleh. Dilihatnya tangannya yang masih menggenggam tangan gadis itu. Ia kembali menghela nafas. Perlahan ia melepaskan genggaman tangannya. Namun sulit untuknya melakukan itu, tidak, ternyata bukan karena dirinya yang melakukan itu, tetapi gadis itu yang menahannya.
       Pria itu kembali terduduk di pinggir tempat tidur. Wajah khawatirnya terus menatap gadis itu. Dapat dilihat olehnya jari terlunjuk gadis itu yang mulai bergerak pelan. Gadis itu semakin mengaduk kecemasannya. Dan akhirnya tubuhnya berubah kaku ketika menyadari bahwa kini gadis itu sedang menatapnya.
“ Haewon.. “ panggilnya yang terdengar berbisik. Gadis itu tidak menjawabnya, hanya menatapnya lemah. Lalu tidak lama dari itu Haewon kembali menutup matanya. Pingsan atau apa, yang pastinya Him Chan benar-benar cemas. Dengan tangan kanannya yang masih menggenggam tangan gadis itu, tangan kirinya langsung menekan sebuah tombol bantuan.

       Entah apa yang sedang ia pikirkan. Setelah mengabarkan ibunya tentang keadaan Haewon. Pria itu masih saja termenung disana. Duduk seorang diri tanpa memerdulikan seorang pun. Bahkan ketika ibunya dan juga Soomi tiba disana, ia masih juga menundukkan wajahnya dan menatap kosong ke lantai. Tidak hanya ibunya dan juga Soomi. Ji Hyo berserta ibunya juga berada disana. Mereka sudah tidak sabar untuk melihat Haewon.
       Dilihatnya seorang dokter dan dua orang perawat sedang mengobrol dengan ibunya. Mereka terlihat serius. Membuatnya tidak bisa melepaskan pandangannya kepada ibunya. Hingga ibunya duduk disampingnya dengan wajah sayunya.
“ … “ ibunya hanya menatapnya dengan isakan tangisnya. Pria itu melemas. ia tak lagi menatap ibunya. Menundukkan wajahnya untuk menyembunyikan airmata yang mulai terlepas dari matanya. Walau begitu Kim Mari masih bisa mendengar isakan tangis putranya itu. Tidak hanya Him Chan, semua yang ada disana juga ikut menangis. Keadaan menjadi haru dan menyedihkan. “ kenapa kalian menangis.. “ ucap Kim Mari memecahkan suasana. Mereka yang sudah pada menangis dengan serentak kembali menatapnya. “ Haewon, dia sudah kembali, kepada kita. “ masih menangis diikuti dengan tawanya yang kini menenangkan semua orang.
eomma! Lalu kenapa kau menangis? Kau menakuti kami.. “ bentak Soomi kesal bercampur bahagia.
“ ini airmata bahagia.. “ kembali menatap putranya. “ kenapa kau masih disini, sana pergi jumpai dia. Bukankah kau sangat merindukannya? “ pria itu belum juga bangkit dari duduknya. Malah menatap ibunya tak percaya. Sedangkan yang lainnya sudah berlarian memasuki ruangan itu untuk menemui Haewon.

…………………

       Matanya terbuka perlahan. Menangkap berbagai warna pada ruangan itu sedikit membuatnya pusing. Ingin sekali menggerakkan tubuhnya, namun tubuhnya belum sekuat itu. Dilihatnya tangan kirinya masih tertempelkan jarum infuse. Ia merasa resah dengan itu. Tetapi ketika dilihatnya seseorang sedang menggenggam tangan kanannya, seakan mengembalikan semua kekuatannya, tidak membiarkan tangan itu melepaskan tangannya, ia malah kembali menggenggam tangan itu, dengan sisa kekuatan yang ia miliki, sangat erat.
       Sepertinya pria itu belum menyadari bahwa Haewon sudah sadar, mungkin dikarenakan dirinya yang terus menundukkan wajahnya. Disaat pria itu hendak melangkah meninggalkannya, dengan sekuat mungkin ia menggenggam tangan itu. pria itu terhentak dan dengan cepat menoleh kepadanya. menatapnya tak percaya, dengan wajahnya yang berlinang air mata.
       Kini dokter sedang memeriksanya. Tidak lama dari itu dokter keluar dari sana diikuti dengan perawatnya. Terdengar olehnya suara tangis dari luar ruangan, lalu suara Soomi yang memanggil ibunya. Mendengar itu membuat airmatanya mengalir manja, ia sangat merindukan mereka, kenyataan bahwa dirinya kembali sadar dari tidur panjangnya benar-benar membuatnya merasakan kebahagiaan yang selama ini belum sepenuhnya ia rasakan.
       Soomi memasuki ruangan dengan langkah cepat, ia langsung menghampiri Haewon yang terus memandangnya dan tersenyum padanya. Begitu juga dengan Ji Hyo dan ibunya. Mereka langsung berkumpul disana, mengobrol dengan Haewon untuk melepas rindu dan kerisauan mereka selama ini.
“ Haewon.. gwenchana? “ Tanya Oh Hyorin selaku ibunya Ji Hyo yang dibalas anggukan dengan Haewon.
eonni, aku senang melihatmu lagi.. “ tambah Ji Hyo, Haewon hanya tersenyum kepadanya. Gadis itu belum bisa berkata.
eonni.. “ Soomi menggenggam tangan kanannya. Ia terus menangis, sambil terisak ia mencoba kembali mengatakan sesuatu. “ eonni.. “ kini tidak hanya Soomi yang menangis, Haewon mulai merasakan panas pada kedua matanya. Ia kembali teringat dengan kejadian 3 bulan yang lalu. Tentang keterlibatan dirinya terhadap kematian ayah Soomi dan ayah pria itu, pria yang sedang menatapnya dari depan pintu, dan terlihat enggan menghampirinya.
mianhae.. “ ucapnya dengan matanya yang sudah memerah. Bergantian memandang Soomi lalu pria yang masih berdiri disana. “ mianhae.. “ ia masih merasa bersalah atas kejadian masa lalu itu. Airmata tak lagi tertahan, mengalir bebas pada wajah pucatnya.
aniyo eonni, seharusnya aku yang mengatakan itu. Mian.. mianhae eonni.. tidak seharusnya aku menyalahkanmu, aku sudah sangat memberatkanmu, mian..
“ bagaimana ini, aku jadi bingung mau menjawab apa.. siapa yang bersalah, aku masih berharap itu aku.. “ senyumnya mengiringi perkataannya. Semua yang ada disana juga itu tersenyum kepadanya.
“ mulai saat ini, kita buka lembar yang baru. Dan kau Haewon, aku berjanji akan merawatmu dengan baik. Jadi jangan pernah menyalahkan dirimu lagi, aku tidak ingin melihatmu menangis, sudah saatnya untukmu merasakan kebahagian. “ ucapan Kim Mari kembali membuat airmatanya mengalir bebas.
heol, kenapa kau jadi gemar menangis? “ pria itu sudah duduk di sofa yang letaknya tidak jauh dari sana. Melipat kedua tangannya didada, memicingkan matanya sembari menatap gadis itu.
yak, kau kira pantas berkata seperti itu disaat seperti ini! “ bentak Kim Mari yang sepertinya tidak dihiraukannya. Ji Hyo dan ibunya hanya tertawa melihatnya. Lalu tidak lama dari itu pamit pergi. Dilihatnya Soomi dan ibunya yang masih asik mengobrol dengan Haewon. Sedikit kesal karena tidak ada waktu untuknya mendekati gadis itu. Ia pun memilih membaringkan tubuhnya di sofa dan tertidur.

       Butiran salju terlihat dari balik jendela kamarnya. Haewon baru saja berbincang dengan dokter yang datang untuk memeriksanya. Kini jarum infuse tak lagi terlihat ditangannya. Seperti yang dikatakan dokter kepadanya. Dirinya sudah bisa keluar dari rumah sakit itu.
       Terpaku ditepi tempat tidur. Dirinya yang hendak berjalan menuju balkon kini hanya terduduk mematung sembari menatap kedepan. Tepat dihadapannya, pria itu tertidur pulas diatas sofa. Dengan selimut yang tidak menutupi tubuhnya dengan baik. Berniat membenarkan letak selimut pria itu, Haewon berjalan mendekatinya. Menarik selimut yang nyaris terjatuh. Tanpa sengaja matanya menatap wajah pria itu. Kini dirinya kembali mematung.
       Entah apa itu. Ia bahkan masih tidak mengerti dengan apa yang sedang ia rasakan. Jantungnya berdebar dengan kencang. Hanya dengan menatap pria itu, dirinya menjadi sulit mengatur nafasnya. Tidak ingin terjebak dengan situasi memalukan seperti itu, ia langsung beralih ke balkon.
“ kenapa hanya menatapku? “ mendengar itu membuat Haewon dengan cepat memutar tubuhnya guna mencari asal suara itu. Pria itu, Him Chan sudah bangun dari tidurnya, tepatnya sudah terbangun sedari tadi. Kini pria itu duduk disana sambil terus menatapnya. “ uh, kenapa pagi ini dingin sekali.. “
“ pagi? “ sela Haewon.
weo? “ jawabnya. pria itu bangkit dari sofa lalu membuka pintu yang menghubungkannya ke balkon. “ aigoo, ternyata sudah sore.. hahahaha.. “ tawanya mencoba memecahkan suasana. Sepertinya Haewon tidak berniat masuk kedalam candaannya. Gadis itu malah berjalan melewatinya. Tapi pria itu dengan cepat menahannya. Berdiri dihadapan gadis itu. Menatap gadis itu dengan jarak yang dekat.
“ kau sedang apa? Menyingkirlah.. “ gadis itu tidak berhasil menyembunyikan ekspresi gugupnya. Ketika mata mereka saling bertatapan, seakan kekurangan oksigen, Sulit untuknya bernafas. Jantungnya kembali berdetak tak karuan. Pria itu juga tidak mengatakan apapun, hanya menatapnya. Haewon mencoba menghindarinya dan kembali berjalan melewati pria itu. Pria itu kembali menahannya. Dengan cepat ia menggenggam tangan Haewon. Kembali menatap gadis itu, semakin dekat, sudah tak tertahan lagi olehnya, hingga akhinya pria itu memeluknya.
bogoshipo (aku merindukanmu) “ ucapnya yang masih memeluk tubuh gadis itu. Haewon merasakan kehangatan itu. Ia bahkan tidak berkeinginan untuk melepas pelukan itu. Dinginnya cuaca pada saat itu tak lagi mereka rasakan. Terlihat dari apa yang mereka lakukan. Tak ada satupun yang ingin melepaskan pelukan itu. “ yak, kau tidak ingin mengatakan apapun? “ kata Him Chan setelah menyadari gadis itu yang tidak juga bereaksi. Ia langsung melepas pelukannya guna melihat wajah gadis itu. Menangis. “ aigoo.. kau menangis? Lagi? “
wae? Apa aku tidak boleh menangis? “ jawabnya seraya menghapus airmatanya. Pria itu kembali menahan tangannya. Lalu perlahan mengelus pipi Haewon dengan lembut.
“ apa lagi yang harus kau tangisi? Semuanya sudah selesai. “
“ apa benar-benar sudah selesai? “ pria itu menatapnya lekat. “ apa tidak ada lagi yang kau sembunyikan dariku? “
“ … “ Him Chan tidak menjawabnya.
wae? Kenapa kau tidak menjawab? Apa masih ada yang tidak aku ketahui? Jika ada, katakan, katakan padaku. “ suaranya yang tersamarkan dengan isakan tangisnya membuat Him Chan semakin sulit memilih kata-kata. Tidak, bukan rahasia kelam, melainkan sesuatu yang menurutnya sudah seharusnya ia katakan.
“ apa aku harus mengatakannya sekarang? “
“ hemm.. “ Haewon sudah gusar menunggu jawabannya. Namun, tidak seperti yang ia pikirkan. Pria itu tidak menjawabnya. Ia malah melangkah lebih maju mendekati dirinya. Lalu menundukkan wajahnya mendekati wajahnya. Panas, ia rasakan wajahnya memanas ketika bibir pria itu bertaut lembut dengan bibirnya. Untuk beberapa detik kedua bibir itu bersentuhan, dengan lembut hingga menyentuh hati yang terdalam. Dan untuk beberapa detik juga, Haewon merasa jantungnya berhenti berdetak. Hingga pria itu melepas ciumannya. Dan kembali menatapnya.
saranghae.. (aku cinta kamu) “ ujar Him Chan dengan tenang. Terus menatap gadis itu yang masih terdiam membalas tatapannya. “ hanya itu yang tidak kau ketahui. Saranghae..

…………………..

ige mwoya? Kenapa aku menjadi seperti ini? “ setelah kepergian Him Chan beberapa menit yang lalu. Hingga malam tiba, Haewon belum juga menutup matanya. Sulit untuknya tidur. Disaat suasana senyap, yang terdengar hanya detak jantungnya yang belum juga berdetak normal. “ pria itu! “ ia terdiam. Ketika wajah Him Chan terlintas dipikirannya. Seperti ada sebuah paksaan yang mengharuskannya untuk tersenyum. Tidak dapat menghindari itu, tetap saja ia tersenyum.
       Menyentuh dadanya untuk merasakan detak jantungnya yang semakin tak karuan. ia kembali memikirkan perkataan pria itu. Sebuah penyataan yang membuatnya tak mampu mengatakan sepatah katapun. Saranghae.. ia kembali tersenyum memikirkan itu. Untuk kedua kalinya pria itu menyentuh bibirnya. Namun kali ini begitu berbeda, sesuatu yang ia rasakan membuatnya hanya bisa menerima sentuhan lembut itu. Kehangatan yang tadinya ia rasakan, keseriusan yang pria itu perlihatkan padanya, genggaman tangannya yang seakan tak ingin kehilangan gadis itu, semua terasa sempurna untuknya.

…………………

       Dibalik selimut tebalnya, ia terus mengulang kejadian itu. Seakan tidak mengijinkannya untuk segera tidur. Masih didalam sepinya malam. Keheningan memaksanya mendengarkan detak jantungnya. Ini merupakan sesuatu yang sangat amat membingungkannya. Bersusah payah ia bergelut dengan dirinya untuk segera tidur. Tapi matanya tidak juga tertutup. Mungkin karena sudah tidur sangat lama hari ini. Dia berdecak kesal. Pertanyaan itu terus mengganggunya.

     Tak terlihat rumput disana. Semuanya nyaris tertutupi salju. Tetapi tidak membuat Him Chan takut akan itu. Ia memilih duduk di taman daripada melamun dikamarnya yang senyap. Udara yang semakin menusuk tulang tidak mampu mengusirnya dari taman itu. Masih duduk disana, seorang diri. Menatap kosong tumpukan salju.
“ mau sampai kapan kau disini? Kau tidak kedinginan? “ Kim Mari menghampirinya sembari membawakan segelas teh hangat. “ minum ini, sebelum tehnya dingin. “
gomawo eomma.. “ tersenyum kepada ibunya. Perlahan menyeruput teh tersebut.
“ apa kau sudah mendengar itu? “
“ apa? “
“ Haewon ingin kembali ke Busan. “
wae? Bukankah semuanya sudah selesai? “
“ dia tidak menceritakannya padamu? Memangnya apa yang kalian lakukan seharian disana? “ pertanyaan ibunya membuatnya kembali teringat dengan apa yang telah ia lakukan kepada gadis itu.
opseo.. (tidak ada) “ jawabnya gugup. “ eomma, aku tidur dulu. “ dengan cepat ia berlari ke kamarnya. Ia harus segera tidur. Agar esoknya bisa langsung mempertanyakan maksud gadis itu untuk kembali ke Busan. Bagaimana pun juga ia tidak bisa menerima itu. 3 bulan sudah ia menunggu, ia tidak ingin pengorbanannya diakhiri dengan kepergian gadis itu.

       Hujan gerimis memaksa Him Chan untuk menggunakan jaket hingga berlapis-lapis. Dirinya yang juga belum tertidur hingga pagi ini sudah tidak mampu menahan dirinya untuk segera menemui gadis itu. Langit masih belum terlalu terang, tanpa berpamitan dengan ibunya dan juga adiknya yang belum keluar dari kamar mereka. pria itu pergi menemui Haewon di pagi buta.
       Parkiran rumah sakit masih sangat sepi. Hanya mobilnya dan beberapa mobil lainnya yang terlihat. Dirinya yang tidak menggunakan payung harus melangkah dengan cepat untuk menghindar dari dinginnya air hujan. Setelah menggunakan lift dan mengisi daftar pengunjung, ia langsung menghampiri kamar Haewon.
       Kasurnya terlihat rapi dengan selimutnya yang terlipat dan terletak diujungnya. Ketika dirasakannya hembusan angin dari arah balkon, dirinya langsung menoleh dan mendapatkan gadis itu disana. Berdiri disudut balkon, melentangkan kedua tangannya kedepan untuk merasakan rintikan hujan. Untuk yang pertama kalinya Him Chan dapat melihat dengan jelas gadis itu tersenyum. Sembari membuka jaketnya ia menghampiri gadis itu.
“ kau tidak kedinginan? “ tegurnya seraya memakaikan jaketnya ditubuh gadis itu. Haewon terlihat kaget, ia juga hanya bisa diam ketika pria itu menarik tubuhnya menjauh dari air hujan. Pria itu dengan tenang membawanya kembali kedalam kamar dan menyuruhnya duduk di atas kasur. Dan dengan baiknya Haewon mengikuti perintahnya. Tapi kini yang membuat gadis itu benar-benar mematung. Pria itu berdiri dihadapannya. Menatapnya tanpa mengatakan sepatah katapun.
wae? “ hanya mampu mengatakan itu.
khajima.. (jangan pergi) “ ujar pria itu dengan tenang. Untuk beberapa saat Haewon tidak menjawab perkataan pria itu. Tatapannya. Ada sesuatu pada tatapan pria itu. Sesuatu yang baru gadis itu sadari. Ketulusan. Haewon tertegun melihat itu. Namun rasa bersalahnya membuatnya menepis pemikirannya dan tetap teguh dengan niat awalnya.
mian, aku tidak bisa. Kembali ke Busan sudah menjadi keputusanku. “
“ semudah itu kau pergi? “ matanya memerah, membuat Haewon harus memalingkan wajahnya. Tidak ingin melihat sesuatu yang dapat menggoyahkan niatnya.
“ kau kesini untuk menjemputku, bukan? aku sudah membereskan pakaianku, kau bisa membantuku mengangkatnya. Aku sudah tidak sabar keluar dari rumah sakit ini. “ gadis itu meraih ransel kecilnya. Berusaha menghindari tatapan pria itu.
“ tak bisakah kau mendengarkanku? “ menarik tangan Haewon dengan kuat, sedikit meneriakinya. Memegang bahu gadis itu dan menatap matanya lekad. “ khajima..
mian, aku tidak bisa. “ jawabnya lemah.
“ kumohon.. “
“ kau tahu, melihat kalian membuatku semakin merasa bersalah. Aku selalu memikirkan hal itu. Seandainya appa-mu tidak mengorbankan nyawanya untukku, kalian tidak akan kehilangannya. Aku sungguh malu berada dihadapan kalian.. “
“ hentikan.. “
“ aku sudah merenggut kebahagiaan kalian. Aku benar-benar tidak bisa bersama kalian.. “
“ aku bilang hentikan! “
“ … “ menutup mulutnya untuk beberapa detik. Menahan isakan tangisnya yang sudah hampir tak terbendungkan. Lalu dengan tenang ia kembali mengatakannya. “ chongmal mianhae.. “ ketika airmata hendak mengalir, dengan cepat Haewon berjalan mendahului pria itu.

      Hanya bisa menyaksikan kesedihan gadis itu dari jauh. Ia dapat mengerti keadaan gadis itu, namun ia juga tidak ingin melepas gadis itu. Mencoba melangkah mendekati gadis itu, namun ia mengulurkan niatnya. Ia memilih mengikuti gadis itu dengan sedikit jarak.
      Hujan gerimis masih mengguyur kota Seoul. Tepat dimusim dingin, malam itu menjadi sangat dingin. Suhu minusnya berhasil membuat semua orang merasa kehilangan kekebalan tubuh mereka. pria itu sedang merenung dikamarnya. Berdiri disamping jendela kamarnya. Setelah membawa Haewon kembali kerumahnya, pria itu belum juga keluar dari kamarnya hingga malam tiba. Dihadapan jendela yang ukurannya melebihi tubuhnya itu, Memperhatikan butiran salju yang sedang mempertontonkan keindahannya.
“ haruskah ku biarkan kau pergi? “ batinnya.

Tukk tukk tukk!
Seseorang mengetuk pintu kamarnya. Belum sempat ia mempersilahkan masuk, pintu sudah terbuka. Wajahnya berubah sendu ketika melihat adiknya menghampirinya.
“ kau sedang apa? Kami sedang makan malam, kau tidak makan? “ masih mengunyah sisa makanan yang ada di mulutnya.
“ habiskan dulu makananmu baru berbicara denganku. “ jawabnya malas.
wae? Patah hati? “
mwo?
“ kau patah hati? Karena akan ditinggal oleh eonni? Wah.. jinja?
yak..
hyung.. ah, maksudku oppa, kau lucu sekali. “
yak!
“ jika kau tidak ingin ia pergi dari sini, cobalah untuk menahannya, bukannya mengurung diri seperti ini. “
“ aku sudah mencobanya. Tapi dia tetap ingin kembali.. “
oppa, sejak kapan kau menyukainya? “
“ … “ tidak menjawab. Pria itu hanya tersenyum sembari terus menatap salju yang turun dari langit.
“ kenapa kau tersenyum? Kau sungguh menyukainya? “
“ hem.. neomu joha (sangat suka) “
“ pikirkanlah oppa, besok adalah harinya. Eonni akan kembali besok. “ ia meninggalkan pria itu. Perkataan terakhirnya membuat Him Chan terdiam. Dirinya seakan tak lagi bisa memikirkannya, cara untuk mempertahankan gadis itu.
     Hari semakin larut. Belum juga beranjak dari sana, masih merenungkan perkataan gadis itu. Jarum jam menunjukkan pukul 12 malam. Keadaan rumah mulai terasa sepi. Tentu saja, semua orang pasti sudah pada tertidur. Ia menghela nafas panjang, lalu hendak melangkah menuju kasur. Namun keberadaan seseorang di ruangan itu membuatnya menghentikan langkahnya. Sejak kapan gadis itu berada disana?
“ … “ gadis itu hanya menatapnya. Begitu juga dengan pria itu. Tidak sepatah katapun yang terucap dari mulut mereka. menit ke menit terus berlalu. Mereka tetap dengan diamnya.
“ istirahatlah, bukankah kau akan kembali besok? “ perkataan pria itu memecahkan keheningan. Haewon, gadis itu seperti tercengang mendengar perkataan pria itu. Mencoba menenangkan dirinya, ia memaksakan sebuah senyuman. Lalu membalikkan tubuhnya dan menghilang dari balik pintu.

     Menutup pintu itu lalu berjalan menuju kamarnya. Raut wajahnya terlihat menyedihkan. Ia terlihat tidak bersemangat. Padahal ia sudah mengikuti kemauan dirinya untuk melihat pria itu, walau tidak mampu mengatakan sepatah katapun. lalu, kenapa ia harus sedih ketika pria itu mengatakan itu?
“ istirahatlah? Ya, aku memang mengharapkan kau mengatakan itu, tapi kenapa hatiku sakit ketika mendengarnya? “ ucapnya pelan. Tepat didepan pintu kamarnya, ia menghentikan langkahnya. Termenung disana. Tanpa sadar air mata mengalir diwajahnya. Belum sempat ia menyeka air mata itu, seseorang menarik tangannya, memaksa tubuhnya untuk menatap orang tersebut. Air mata kembali mengalir.
“ kenapa kau menangis? “ pria itu menatapnya tajam.
“ … “ berusaha terlihat tenang. Namun tetap saja air mata terus mengalir.
“ bukankah ini yang kau mau? Kembali kesana? Aku sudah merelakanmu. “ gadis itu tetap tidak membalas perkataannya. “ wae? Kau berubah pikiran? “ keseriusan pria itu sangat amat terlihat. Lebih tepatnya menahan emosi dan kesedihannya. “ lalu kenapa kau menangis? “ kini pria itu yang terdiam. Gadis itu memeluknya. Dapat didengar olehnya suara isak tangis Haewon yang berbisik. Pada akhirnya pria itu juga kembali memeluk gadis itu.

……………..

oppa, gwenchanayo? “ setelah mengantar kepergian Haewon, Soomi merasakan sesuatu yang aneh terhadap pria itu. Kini mereka sedang didalam perjalanan menuju rumah.
wae? Naega wae?
“ apa kau benar-benar patah hati? “
yak..
“ lalu kenapa kau mendengarkan lagu seperti ini? Membuatku mengantuk saja, ganti! Aku ingin mendengar lagu terbarunya 2ne1.. “
andwe, jika kau berani menukarnya, akan aku turunkan kau dipinggir jalan. “ mobil melaju semakin kencang.
yak, apa kau lupa ada eomma disini? Pelankan laju mobilnya! “ ucap Kim Mari sembari memukul kepala putranya yang sedang menyetir. Wajah serius pria itu pun berubah menjadi kesal.
eomma! Kenapa kau memukulku? “ keluhnya lalu menuruni laju mobilnya.
“ jika kau menyukainya, tidak seharusnya kau membiarkan dia kembali ke Busan seorang diri. “ kembali memukul kepala putranya.
appo! (sakit), Appo eomma! “ ia mengelus kepalanya yang sakit. Matanya terus memperhatikan kedepan. Kini raut wajahnya kembali serius. “ aku hanya perlu menunggu. “ katanya dengan suara beratnya.
“ menunggu? “ sela Soomi tidak mengerti.
“ ya, menunggu. “

……………….

     Kereta melaju tanpa hambatan. Dari balik kaca ia menyaksikan keindahan alam, tentu senyuman akan terlihat. Namun berbeda dengan gadis itu. Haewon hanya menatap ponselnya, ponsel yang baru saja diberi oleh Him Chan kepadanya. Membaca sesuatu ada ada didalam ponselnya dengan serius, lalu terlihat senyuman dari sudut bibirnya. Senyuman yang bahkan dirinya sendiri tidak menyadari itu. Ia kembali teringat dengan apa yang terjadi pada malam itu.

……………

     Pelukan itu bertahan lama. Him Chan tidak juga berkeinginan untuk melepasnya. Dan Haewon terlihat hanya diam membiarkan perlakuan pria itu. Sepinya malam semakin menggoda. Ditambah suara detak jantung mereka yang dengan lantang terdengar, bahkan sangat jelas. Saat itulah, disaat mereka menyadari suara detak jantung mereka, Him Chan langsung melepaskan pelukannya. Mereka malah terlihat canggung. Haewon menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dan Him Chan terbatuk pelan. Tapi setelah melihat tingkah Haewon, pria itu langsung tersenyum dan kembali menatap gadis itu.
wae? “ Haewon menyadari tatapan nakal darinya.
“ jantungmu terlalu berisik. “ tertawa kecil menahal geli.
mwo? Hoh! Sepertinya itu kau. “
“ hem.. itu memang aku. “ jawabnya santai dan masih menatap gadis itu dengan hangat. Mendengar jawaban itu membuat Haewon reflek menutup mulutnya, dan jantungnya pun semakin berdebar. “ dan juga kau. “ tambahnya. Ia memasukkan tangannya kedalam saku celananya, lalu mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya dan memberikannya ketangan gadis itu.
ige mwoyeyo? (ini apa) “
“ kau sendiri juga tahu itu apa. “ ia melangkah menuju kamarnya.
“ maksudku, untuk apa kau memberikanku ini? “ sedikit memiringkan tubuhnya untuk menoleh kepada gadis itu, dengan langkah kecil ia menjawabnya.
“ ah, aku lupa. Jika nanti kau sudah tiba di Busan. Bukalah memo pada ponsel itu, ada sesuatu yang aku tulis disana. Aku akan menunggu itu.. “ kembali tersenyum, pintu kamarnya tertutup meninggalkan Haewon disana seorang diri. Dengan ponsel yang ada ditangannya.

………………

      Banyaknya gravity yang menghiasi setiap rumah, bermacam patung dengan warnanya yang mencolok, ramainya pengunjung yang berada disana semakin membuat Haewon merindukan tempat itu. Gamcheon berhasil membuatnya kembali kesana. Sekilas ingatan masa lalu mengganggunya, ia sadari itu, kini dirinya hanya seorang diri. Namun ketika ia melihat tawa canda sekumpulan pelajar yang ada dihadapannya, seakan memberikannya kekuatan. Dirinya yang sangat jarang tersenyum pun ikut tersenyum.
      Hampir seluruh rumah yang ada di Gamcheon dikosongkan oleh pemiliknya. Hanya ada beberapa keluarga yang menetap disana, termasuk Haewon. Walau begitu, penduduk tetap disana tidak pernah merasa kesepian, itu dikarenakan banyaknya wisatawan yang berdatangan kesana. Gamcheon memang sangat cocok dijadikan tempat wisata, maka itu ia lebih dikenal dengan sebutan Gamcheon Art Village.
      Belum berkeinginan untuk pulang kerumahnya. Gadis itu masih betah berjalan seorang diri disana. Menikmati keindahan gravity yang menghiasi setiap rumah yang ada disana, ada juga yang terlihat di aspal dan juga tangga. Terus tersenyum dan sesekali bersin ketika angin dingin menerpa tubuhnya. Setelah lelah naik turun anak tangga, Haewon mengunjungi sebuah jajanan kaki lima, tentunya banyak makanan disana. Dan seperti biasa, pertama kali yang ingin ia santap yaitu tteokbokki. Ia langsung memesan semangkuk tteokbokki dengan saus cabainya yang pedas.
“ wah.. ini pasti lezat.. “ serunya ketika melihat tumpukkan tteokbokki dihadapannya, dengan asapnya yang menggepul dan menyebarkan aroma sedapnya. Bibi penjual tteok pun memberikannya semangkuk tteokbokki. “ khamsahamnida.. “ disaat ia hendak memasukkan setusuk tteokbokki kedalam mulutnya, sebuah ingatan akan pria itu mengganggunya. Tentunya sebuah larangan dari pria itu untuk menyantap tteokbokki dengan saus cabai. Entah mengapa, gadis itu seakan mengikuti perintah itu, ia pun membuang tteokbokki itu lalu berlalu pergi dengan wajah kesalnya.

     Melangkah menuju rumahnya dengan membawa sekantong soju yang ia beli disaat melewati supermarket langganannya. Matanya menatap kosong kedepan seakan sudah mengerti dengan keadaan jalan disana. Sesuatu kembali terlintas dipikirannya, kontras membuatnya berhenti melangkah dan dengan cepat meraih ponselnya. Membaca sesuatu yang ada pada memonya.
“ … “ tidak ada reaksi apapun, yang terlihat hanya ekspresinya yang sedikit bingung dengan apa yang pria itu tulis di ponselnya. “ apa-apaan ini? “ kembali melangkah, tetapi dirinya kembali mengentikan langkahnya dengan sebuah hentakan kesal. “ hoh, tadi aku membuang tteok-ku karena aku tidak ingin menderita menahan sakit, bukan karenanya! “ memasukkan ponselnya kedalam saku celana dengan kasar. Kini ia sedikit berlari menuju rumahnya. Berusaha untuk tidak memikirkan itu.

      Menyendiri di atap rumahnya. Dapat ia dengar hiruk pikuk wisatawan yang melewati rumahnya. Disaat malam hari seperti ini, Gamcheon semakin mempesona, dengan gemerlap bintang dan lampu hias yang berada disetiap sisinya. Tentunya akan semakin banyak wisatawan yang datang. Tadinya Haewon menyukai keramaian itu, namun kini suasana hatinya berubah murung. Ia merasa kebahagiaan mereka hanya untuk mereka, tanpa membutuhkan dirinya yang memang lebih pantas seorang diri seperti ini.
      Ditemani dengan sebotol soju, tanpa memerlukan sebuah gelas, ia langsung menyeruput soju dengan sebuah sedotan yang sudah ia siapkan, tentu caranya meminum soju sangat aneh bahkan mungkin dirinyalah yang pertama kali melakukan itu. Ia baru menghabiskan seperempat sojunya, ketika ia hendak menyeruput kembali sojunya, pikirannya kembali bertabrakan dengan tulisan yang ada di ponselnya, tulisan yang pria itu tujukan untuknya. Dirinya kembali kesal.
aish! Aku hanya harus menyeruput minuman ini, tidak perlu memikirkan perkataan pria itu. “ ujarnya untuk dirinya sendiri. Tetapi tetap saja, ketika ia akan menyeruput soju itu, tangannya seakan menolak tindakannya dan dengan enteng membuang soju ketempat sampah yang terdapat disudut tembok. “ baiklah, aku membuangnya karena aku tidak begitu ahli dalam meminum, karena itu aku membuangnya. “ berbaring diatas meja yang besar, menatap langit yang sedang mempertontonkan keindahannya, dengan bintang-bintangnya yang berbinar seperti permata.
“ Haewon.. eodiya? (kau dimana) “ seseorang memanggilnya dari luar. Belum juga ia bangkit, seorang bibi dengan rambut keritingnya sudah berdiri dihadapannya.
ahjuma (bibi), ada apa? “ kaget ketika melihat bibi yang berbadan gemuk itu menutupi pemandangan yang sedang ia nikmati.
mianhaeyo, aku tidak bermaksud mengganggumu, aku hanya ingin menumpang menonton drama dirumahmu. Bolehkah? Suamiku sedang menonton pertandingan bola, aku tidak bisa menonton dramaku, akan sangat disayangkan jika aku melewatinya.. “ wajahnya terlihat menyedihkan, tetapi Haewon mengijinkannya bukan dikarenakan ekspresinya yang menyedihkan, itu karena ia jarang menggunakan televisinya, daripada rusak karena jarang digunakan.
“ oh, tentu saja boleh, masuk saja kerumahku, kau bisa menggunakannya sesuka hatimu. “ belum juga ia menyelesaikan perkataannya, si bibi sudah melesat kedalam rumahnya. Ia tidak terlalu meragukan kebaikan wanita gemuk itu, karena bibi tersebut merupakan teman ibunya. Tidak berniat ikut bersama bibi itu, ia kembali melanjutkan menikmati keindahan langit malam.

      Seketika suasana menjadi sepi, tak terdengar lagi keributan dari wisatawan. Tetapi gadis itu bukannya merasakan ketenangan yang sedari tadi ia inginkan, ia malah merasa kesepian. Dilihatnya ponsel pemberian Him Chan, berada disudut meja antara hidup dan mati. Keinginannya untuk menjatuhkan ponsel itu sangat besar, dikarenakan kesal dengan tulisan yang pria itu tulis di memo, namun tidak seperti yang ia pikirkan. Tangannya kembali melakukan apa yang tidak ia inginkan. Bahkan melebihi dari kebiasaannya. Alunan musik memenuhi indra pendengarnya. Entah kenapa, ia membuka pemutar music dan lagu yang ia pilih yaitu lagunya 2NE1 yang berjudul Missing You. Awalnya ia mendengarkan dengan baik. Hingga disaat terdengar reffnya.
geuriwohaeyo.. geuriwohaeyo.. (missing you) “ tepat disaat kata-kata tersebut terdengar, seperti kilat, layar ponsel langsung padam, itu karena ia membuka baterai ponselnya. Gadis itu sungguh lucu. Kini ia mondar mandir dan entah memikirkan apa.
“ ada apa denganku? Aish! Kenapa aku jadi begini? “ menendang meja tempat tadinya ia berbaring, lalu kesakitan dan terduduk diatas meja. Ia terdiam sejenak sebelum matanya menoleh kedalam rumahnya. “ kenapa didalam senyap sekali? Apa dia tertidur? “ ia beranjak kedalam rumah. Penasaran dengan apa yang tetangganya lakukan. Dilihatnya bibi itu sedang duduk santai diatas sofa, dengan sekotak tisu. Tidak menghiraukan Haewon yang sudah duduk disampingnya. Haewon jadi penasaran dengan drama yang sedang ada di televisinya itu. Ia pun mencoba untuk menontonnya.
      Sudah 5 menit berlalu. Ia masih belum mengerti dengan apa yang si bibi tangisi. matanya masih kering tanpa airmata, berbeda dengan si bibi yang airmatanya terus berlinang. Karena merasa bosan dengan drama tersebut, ia bangkit dan hendak keluar untuk berjalan-jalan. Namun tiba-tiba saja si bibi berteriak histeris. Ia yang kaget langsung menoleh. Tidak seperti yang ia bayangkan. Yang si bibi histeriskan yaitu dimana adegan ciuman akan terjadi.
aish! ahjuma! Kenapa kau berteriak seperti itu. “ mengelus dadanya yang berdebar karena kaget.
aigoo, kau ini sungguh aneh. Ketika adegan seperti ini akan terjadi, semua wanita pasti akan histeris, tidak sabar menyaksikan keromantisannya.. “ jelas si bibi tanpa melepaskan pandangannya dari televisi.
“ kau terlalu berlebihan. “ walau ia berkata seperti itu. Tetapi tanpa sadar matanya ikut menyaksikan adegan itu. Jantungnya yang tadinya berdebar karena kaget kembali berdebar bahkan lebih kencang. Ia tersadar akan itu. Seketika pikirannya kembali melayang kepada pria itu. Ciuman yang pernah pria itu berikan padanya. Hal itu terus terbayang olehnya. Dadanya semakin sesak memikirkannya. Ia pun langsung berlari keluar dari rumah.

      Jalanan didepan rumahnya terlihat sepi. Hanya beberapa orang yang terlihat disana. Angin berhembus pelan, udara dinginnya dengan perlahan menyusup ke dalam jaket tebalnya. Walau begitu ia terus melangkahkan kakinya. Disebuah taman yang luas dan memiliki banyak pepohonan. Terlihat banyak remaja yang sedang bermain disana. Ada yang sedang membuat gravity disebuah dinding yang kosong, ada juga yang sedang menari sambil mendengar music KPOP, ada yang sedang mengobrol dan sesekali tertawa dengan kuat, dan dibalik pepohonan yang rimbun dan sedikit gelap, terlihatlah beberapa pasangan yang sedang memadu kasih.
      Sungguh sedih dirinya yang hanya seorang diri dan hanya bisa menyaksikan semuanya begitu saja lalu berlalu pergi. Dan pikiran akan pria itu kembali mengganggunya. Gamcheon yang memiliki banyak gang kecil membuat pikirannya kembali melayang kepada pria itu. Dimana dulunya ia pernah bersembunyi di sebuah gang dengan pria itu untuk menghindar dari sekumpulan gadis labil. Ditambah lagi ketika ia melewati barisan pohon sakura yang sedang berguguran, ingatan lainnya kembali berdatangan. Ia rasakan kini kakinya berat untuk melangkah. Dan dirinya hanya berdiri dibawah lampu jalan. Seakan merasa sulit bernafas, berkali-kali ia menghembuskan nafasnya dengan berat.
“ bertahanlah, kita akan segera tiba di klinik! “ kata seorang pria yang baru saja berlari melewatinya. Pria itu sedang menggendong seorang gadis yang sepertinya sedang sakit. Dapat terlihat olehnya ekspresi khawatir dari pria itu, seakan tidak menginginkan sesuatu yang buruk terjadi oleh gadis itu. Aneh sekali, Haewon seakan ingin menangis. Lagi-lagi ingatan tentang pria itu menyeliputinya. Dirinya yang beberapa kali jatuh sakit, dan pria itulah yang merawatnya. Kini Ia bahkan tidak tahu kenapa matanya terasa panas, nafasnya masih terasa berat, bahkan jantungnya kembali berdebar kencang, dan dirinya menjadi gelisah.
      Setelah mematung disana, entah mendapat kekuatan dari mana. Kakinya melangkah hingga berlari kecil. Tentunya menuju rumahnya. Sembari berlari kecil, ia terus mencari sesuatu didalam saku celananya dan juga saku jaketnya. Setelah mengetahui bahwa tidak ada apa-apa didalam sakunya, langkahnya semakin kencang hingga akhirnya ia tiba dirumahnya. Tidak berhenti disitu saja, menaiki anak tangga dengan cepat menuju atap rumahnya, merunduk dibawah meja mencari sesuatu. Ia mendapatkan sebuah baterai, lalu tidak jauh dari sana akhirnya ia bisa melihat benda yang ia cari, yaitu ponsel.
     Setelah menyatukan baterai dengan ponselnya, Ia langsung membuka memo yang ada didalam ponselnya. Hanya satu memo yang terdapat disana, yaitu memo yang pria itu tuliskan untuknya. Memo yang sudah pernah ia baca, dan ingin ia baca lagi.

1.      Jangan memakan tteokbokki!
2.      Jangan minum alcohol, kau tidak pintar akan itu.
3.      jangan menonton drama, karena kau akan mengingatku.
4.      Jangan mendengarkan lagu KPOP! Itu sangat membantumu dalam mengingatku.
5.      Jangan cemburu terhadap setiap pasangan, mereka tidak bersalah terhadapmu.
6.      Jangan mencoba untuk memikirkanku! Jangan!

Tapi..
‘ Jika kau memikirkanku, walau sekali saja, bisakah kau langsung menghubungiku?
Aku berjanji, aku akan langsung menghampirimu, sungguh. ’

      Membaca itu dengan tangannya yang bergetar pelan. Ia mulai membuka kontak pada ponselnya, tersenyum simpul ketika dilihatnya hanya ada satu kontak disana, yaitu pria itu. Mulailah dirinya bimbang ketika hendak menekan tombol call, saat itu bukan kehadiran pria itu yang ia inginkan. Tetapi tiba-tiba saja ia merindukan suara pria itu, semakin sering ia mengulur niatnya untuk menghubungi pria itu, semakin banyak hal yang ia inginkan dari pria itu. Semua hal yang baru saja ia lihat, seakan menghubungkan ingatannya kepada pria itu. Sehingga membuatnya semakin sulit mengatur dirinya.

……………….

“ kau tidak makan? “ seharian ini risau dibuat putranya yang belum juga menyentuh makanan. Kim Mari sudah berusaha dengan membuatkan beberapa macam makanan kesukaan putranya itu, namun tetap saja tidak disentuhnya.
“ nanti.. “ jawabnya tanpa mengalihkan pendengarannya dari suara merdunya Huh Gak yang terus menyanyikan lagu nan mellow.
“ sampai kapan kau akan terus begini.. “ sedih melihat putranya yang seakan tidak memiliki semangat untuk hidup.
“ sampai dia menghubungiku. “
yak.. ini belum juga sehari, tapi kau sudah begini? “
“ aku yakin dia juga seperti ini. “ masih menikmati alunan music yang memacu kesedihan itu.
“ terserah kau saja. “ sudah tidak sanggup membujuknya, Kim Mari kembali keruang makan. Soomi yang masih menyantap makan malamnya sudah tidak ingin bertanya kepada ibunya lagi, karena dirinya tahu apa yang menyebabkan raut wajah ibunya tidak baik seperti itu.
“ cinta itu benar-benar rumit. “ ucapnya dengan sedikit sindiran. Mengangkat piring kotornya kedapur, lalu kembali ke meja makan untuk meneguk minumannya. Belum sempat ia mengangkat gelasnya, Him Chan berlari melewati mereka seperti kilat.
yak! Kau mau kemana? “ teriak Kang Mari.
“ Busan. “ dan pria itu pun menghilang seketika dengan suara bantingan pintunya yang mengagetkan. Soomi malah tidak jadi mengambil minumannya, begitu juga dengan Kim Mari. Mereka hanya diam mematung. Ini adalah hal yang pertama kali Him Chan lakukan dihadapan mereka. kini pria itu terlihat asing. Tapi sedikit lucu. Soomi yang sudah terdiam dalam beberapa menit, seperti sudah tak tertahankan lagi, seketika keheningan pada rumah mewah itu dipecahkan dengan suara tawa Soomi yang kencang dan kuat. Lalu diikuti dengan Kim Mari yang baru menyadari sisi imut dari putranya.
“ kau mirip seperti appa-mu. “ batinnya dan terus tertawa.

…………………..

      Udara dingin yang menusuk membangunkannya dari tidurnya. setelah semalaman menemani si bibi menonton drama, dirinya yang sebelumnya sudah meminum sedikit soju tanpa sadar tertidur lelap. Tentunya setelah ia selesai menghubungi pria itu. Walau ia mematikan panggilan itu sebelum pria itu menjawabnya, paling tidak ia sudah berani menghubungi pria itu.
      Masih setengah sadar dirinya sudah dikagetkan dengan keadaan rumah yang berserakan dengan tisu kotor. Ulah si bibi yang pergi begitu saja tanpa bertanggung jawab. Sambil berkutat dirinya membersihkan semuanya. Satu plastic penuh sudah terpenuhi dengan sampah, ia hanya perlu membuang plastic tersebut ke pinggir jalan sebelum truk pengumpul sampah datang.
      Dirinya masih sedikit sempoyongan. Tumpukkan salju mengharuskannya untuk berhati-hati disaat Menuruni tangga. Matanya masih tidak terlalu siap untuk menangkap gambar. Seperti apa yang saat ini sedang dilihatnya. Seseorang sedang meringkuk ditangga rumahnya. Wajahnya yang terbenam jaket tak bisa dikenalinya. Keberadaan orang tersebut menghalanginya yang ingin turun. Namun satu hal yang menyanggal, kenapa orang tersebut tidur ditangganya?
      Ia memberanikan diri untuk membangunkan orang tersebut. Dan jika dilihat dari pakaian yang dikenakannya, sepertinya ia seorang pria. Beberapa kali ia menyentuh pundak pria yang menggunakan Hoodie Nike itu, tidak ada reaksi darinya. Ia tendang kaki pria itu dengan pelan. Tetap tidak ada reaksi. Tetapi lama kelamaan ia merasa mengenal pria itu. Ia ikut meringkuk guna membuka jaket yang menutup wajah pria itu. Dirinya langsung terperanjat kaget ketika yang dilihatnya ternyata adalah Him Chan. Namun yang membuatnya semakin kaget, wajah pria itu memucat dan bibirnya gemetar. Ketika disentuhnya kening pria itu, ternyata pria itu sedang demam.
      Mencampakkan plastic sampah begitu saja. Membawa pria itu kedalam rumahnya adalah hal yang terpenting. Sedikit kesusahan disaat menyeret tubuh pria itu yang tinggi langsing namun kekar. Hanya menyeretnyalah cara yang bisa ia lakukan. Setelah itu berlari ke sebuah apotek untuk membeli beberapa obat dan plaster penurun panas. Menunggu pria itu bangun, ia kembali keluar rumah untuk mencoba mencari makanan hangat. Kini ia tidak terlalu mencemasi pria itu karena tadinya ia sudah menempelkan plaster penurun panas. Setidaknya membutuhkan waktu untuk menunggu panasnya turun.

      Dipagi hari seperti ini tidak mudah untuk mendapatkan pedagang yang menjual makanan. Karena itu ia memilih berjalan keluar Gamcheon. Langkahnya tiada henti mencari warung ataupun pedagang kaki lima. Ia sudah berjalan lumayan jauh. Dan kini ada ancaman dari langit untuknya, memberikannya sebuah pertanda dengan menunjukkan langitnya yang gelap. Hal itu membuatnya harus lebih cepat bergerak. Tentu saja ia tidak memiliki payung maupun jas hujan. Ia tidak sempat memikirkan kemungkinan-kemungkinan itu. Kekhawatirannya membuatnya lupa akan hal itu.
      Pagi yang dingin ini semakin menggoyahkan pertahanannya. Diakhir langkahnya yang hendak menyerah. Sebuah warung bertenda merah dengan aroma sedapnya yang menggoda membuat gadis itu kembali bersemangat dan langsung menghampiri warung tersebut. Dengan raut wajah bahagianya ia kembali kerumah, tentunya dengan sebungkus bubur yang telah ia beli.
      Jarak antara warung dan rumahnya lumayan jauh. Ia harus sedikit menguras tenaganya untuk sampai kerumahnya. Langkah demi langkah ia lakukan. Ia terlihat santai, tetapi lebih tepatnya terlihat bahagia. Seseorang menyenggolnya. Setelah meminta maaf orang tersebut langsung berlari dengan payung yang ia gunakan. Tidak hanya orang tersebut, ketika Haewon baru menyadari itu, hanya dirinya yang tidak menggunakan payung. Dan hanya dirinya yang tidak menyadari bahwa saat itu sedang turun hujan. Gerimis dan lama kelamaan mulai menderas. Tidak ada pilihan lain, ia harus mencari tepat untuk berteduh.

…………………..

      Hujan membuat udara menjadi dingin. Angin mulai berhembus menyusuri ruangan kosong. Pada saat itu jendela pada kamar Haewon terbuka, dan Him Chan sedang tertidur, entah karena merasa kedinginan atau memang sudah baikan, pria itu terbangun lalu terduduk di tepi kasur. Memperhatikan ruangan itu. Memperhatikan setiap sudutnya, ketika dilihatnya sebuah foto keluarga yang terletak diatas meja rias, dirinya langsung tersenyum simpul. Namun angin kembali menghempaskan hawa dinginnya, dilihatnya jendela yang terbuka itu, ia langsung menghapirinya. Sebelum menutupnya, terlihat olehnya rintikan hujan yang semakin lama tak terpantau oleh mata. Sangat deras. Sembari menutup jendela, pria itu memikirkan sesuatu.
      Rumah itu terlalu sepi. Hanya suara hujan yang terdengar olehnya. Sedari tadi ia mencari gadis itu, tapi hingga sekarang gadis itu tidak juga terlihat. Sekilas ia melihat kearah pintu keluar, hanya sepatunya yang terlihat disana. Entah mengapa, ketika melihat itu, dirinya seakan langsung mengetahui dimana gadis itu berada. Ia langsung berlari keluar. Sebelum ia keluar dari sana, ia tidak lupa untuk mengambil payung dan juga jas hujan. Ia sangat tahu itu, gadis itu memang tidak pernah memikirkan tubuhnya.
      Jalanan terlihat sepi. Banyak orang yang menepi untuk menghindari hujan, dan beberapa menebus hujan dengan menggunakan payung. Seperti dirinya yang sedang mengkhawatirkan gadis itu. Payung itu dengan senang hati melindunginya dari dinginnya air hujan dan terus mencari keberadaan Haewon.

……………………

      Hujan tidak juga reda. Sedangkan dirinya sudah tidak sabar menunggu seperti ini. Ia tidak mempersalahkan udara dinginnya, tetapi ia takut jika buburnya akan dingin. Dilihatnya langit, masih mendung dan terus menyirami air hujannya. Kakinya semakin gatal dan sudah bersiap untuk berlari. Tentunya tanpa payung ataupun jas hujan. Jelas sekali bahwa ia hanya mengenakan jeans dan jaket tipisnya. Benar sekali, tidak memperdulikan air hujan yang sudah membasahi tubuhnya. Ia terus berlari, melawan dinginnya udara pada saat itu.
      Derasnya hujan sedikit mengganggu penglihatannya. Ia tidak dapat melihat dengan jelas apa yang ada dihadapannya. Karena itu ia memperlambat langkahnya. Dirinya yang sudah basah kuyup tidak terlihat kedinginan. Gadis itu malah terlihat menikmati itu. Baru saja ia tersenyum menyambut air hujan yang menyetuh tubuhnya, kini langkahnya terhenti sembari menghilangnya senyuman itu.
      Matanya terpaku menatap kedepan. Menatap sesuatu yang berhasil membuatnya mematung seperti itu. Derasnya air hujan menyamarkan pandangannya, tetapi walau ia tidak bisa mengetahui dengan jelas apa yang ia lihat, ia merasa ada yang aneh pada dirinya. Dirasakannya jantungnya yang mulai bertindak bodoh dengan berdetak kencang tak karuan. Nafasnya sesak dan dirinya menjadi sangat kaku. Apalagi ketika sesuatu yang ia lihat mulai terlihat dengan jelas dan berdiri dihadapannya.
pabo (bodo) “
“ … “ tidak memberikan reaksi apapun, walau sudah dikatain seperti itu. Hanya menatap pria itu yang kini sedang memakaikannya jas hujan. Tepat disaat hal itu terjadi, jantungnya seakan berhenti berdetak. Tubuhnya melemas seakan ingin meluncur ke aspal. Namun ketika si pria menatapnya, sebuah energy kembali masuk kedalam tubuhnya, jantungnya kembali berdetak dan tetap tidak karuan bahkan semakin berdetak kencang.
“ apa kau tidak tahu berapa suhu pada saat ini? Kau mau mati? “ pria itu terus memarahinya. Namun gadis itu tetap tidak berkutik dan hanya menatapnya dengan gugup. “ dengan bajumu yang setipis ini! apa kau tidak bisa berhenti membuatku khawatir? Sekali saja? “
“ aku tidak pernah memintamu untuk mengkhawatirkanku. “ ucapnya setelah bisa kembali bernafas dengan baik. Berjalan mendahului pria itu yang masih kesal terhadapnya.
yak! Keadaanmu seperti ini bagaimana bisa aku tidak mengkhawatirkanmu. “
“ khawatirkan saja dirimu, bukankah kau sedang sakit? “ ucapnya. Tidak lama dari itu ia berhenti berjalan dan membalikkan tubuhnya untuk melihat pria itu. “ yak, kenapa kau keluar? Kau kan sedang demam.. “ raut wajahnya berubah khawatir. Membuat pria itu menjadi gugup dihadapannya. Ini pertama kalinya gadis itu memperhatikannya.
aish! Aku tidak selemah dirimu.. aku demam karena semalaman berada diluar dimusim dingin seperti ini. Seharusnya kau mengkhawatirkan dirimu. Siapa yang terakhir kali demam setelah kehujanan? Sepertinya itu bukan aku. “ sindirnya. Namun tetap bersikap hangat. Pria itu merangkul gadis itu dan memayunginya. Mereka mulai melangkah, dengan tenang mereka melewati derasnya hujan dimusim dingin itu.

      Tangannya terus merangkul gadis itu. Disadari atau tidak, gadis itu juga terlihat nyaman dengan perlakuannya. Sesekali ia memberanikan diri untuk melirik gadis itu. Jantung seakan berhenti berdetak ketika dilihatnya wajah itu, gadis itu tersenyum manis memandangi butiran air hujan. Tubuhnya melemas begitu juga dengan rangkulan tangannya yang terlepas begitu saja. Ia langsung memalingkan wajahnya. Dan ketika itu juga Haewon menghentikan langkahnya.
“ kau, kenapa kau kesini? “ Tanya Haewon malu tanpa melihatnya. Him Chan tersenyum getir melihat tingkah gadis itu. Ia menatap gadis itu dengan berani, sehingga membuat gadis itu semakin gelisah dan kembali berjalan.
“ bukankah kau yang menginginkannya? “ Haewon mematung. Ia menghampiri gadis itu, berdiri dihadapannya dan kembali menatapnya. “ kau merindukanku? “
“ … “ dengan reflek ia menatap pria itu. Pria yang sedang menatapnya, tepat 10cm dihadapannya. Ia sangat malu untuk mengatakan sesuatu, sesuatu yang kini baru ia sadari.
“ kau tidak mau menjawab? “ gadis itu masih menutup rapat mulutnya. “ baiklah, tidak masalah jika kau tidak mau menjawab, panggilan teleponmu pada malam itu sudah cukup membuktikan bahwa kau merindukanku. “ senyuman nakalnya semakin membuat gadis itu merasa malu. Ditambah kini pria itu berjalan mendahuluinya setelah membuatnya mematung seperti itu.
yak! Aku kehujanan! “ akhirnya gadis itu berani membuka mulutnya setelah tidak kuat menahan air hujan yang turun diatas jas hujannya. Ia berlari kecil mengejar pria itu yang sudah mendahuluinya. “ yak! Kau tidak mau berhenti? “ teriaknya lagi. Pria itu terus melangkah, menghiraukan teriakan gadis itu. “ yak, Kim Him Chan! “ pria ia membalikkan tubuhnya dengan cepat. Gadis itu yang tidak menyadari itu tidak sempat menghentikan langkahnya sehingga ia menubruk tubuh pria itu. Dan pria itu juga dengan reflek memeluk tubuh gadis itu.
Dukk dukk dukk

      Jantung mereka dengan serentak berdetak kencang. Irama hujan tersingkirkan seketika, waktu terhenti seiring dengan butiran hujan yang melayang di udara. Hanya mereka disana, yang bisa merasakan kehidupan itu. Suasana yang seakan berubah senyap membuat suara jantung mereka terdengar jelas. Dan gadis itu, kini ia semakin yakin dengan apa yang akhir-akhir ini membuatnya terus gelisah dengan terus memikirkan pria itu. Tepat disaat ia berada dipelukan pria itu, ia bisa merasakan kenyamanan itu. Hangatnya pelukan itu membuatnya tidak berkeinginan untuk terlepas dari pelukan itu.
“ sepertinya kau suka berada didalam pelukanku. “ cibir Him Chan guna menggoda gadis itu. Dengan menahan rasa malu gadis itu menjauh dari tubuh pria itu dan mencoba berjalan melewati pria itu. Namun seakan tidak ingin kehilangan kesempatan. Dalam hitungan detik tubuh gadis itu sudah kembali kedalam pelukannya. “ jika kau tidak bisa mengatakannya, maka peluklah aku. “ tangannya melingkar erat di pinggang gadis itu. Payung yang ia pegang terlepas begitu saja. Tak terpikirkan lagi olehnya dinginnya air hujan yang membasahi tubuhnya. “ tapi, jika kau tetap tidak bisa mengatakannya. Maka aku yang akan mengatakannya terlebih dahulu. “ sedikit merenggangkan pelukannya, lalu menatap sepasang mata itu, yang juga menatapnya penuh harapan. “ aku merindukanmu.. “ ucapnya berbisik. “ saranghae.. “ terdengar sudah semua yang ingin ia dengar. Namun tetap saja gadis itu masih kaku untuk membuka mulutnya.
      Masih menatap pria itu yang juga terus menatapnya. Dan kini, perlahan dirasakannya hembusan nafas pria itu, semakin lama hembusannya semakin kencang. Wajah itu terus mendekat, semakin dekat dan semakin membuat dirinya mematung. Matanya dengan reflek tertutup, seakan mengijinkan pria itu menyentuhnya, menyentuh bibirnya dengan penuh cinta. Kedua bibir itu pun bertaut, hingga jarum jam terasa tak berkerja lagi, mereka menikmatinya dengan penuh cinta.

Epilog
      Musim gugur kembali menyapa. Udara perlahan menjadi sejuk dan hujan mulai sering turun. Banyak dedaunan yang berubah warna, ada juga yang berguguran sehingga menciptakan suasana yang romantis. Satu tahun sudah waktu berlalu. Melewati semuanya bersama-sama, ikatan kasih yang semakin kuat. Hingga banyak perubahan baik yang terjadi, mereka semakin terlihat sempurna.
      Haewon sudah kembali ke Seoul. Ia memutuskan untuk kembali setelah pria itu terus-terusan mengganggunya. Dan selama setahun juga ia sudah memulai lembar barunya. Lembar barunya sebagai mahasiswa di kampus dimana Him Chan berkuliah. Dirinya semakin bersemangat melewati semuanya. Seperti saat ini, persiapannya untuk berkuliah benar-benar lengkap. Dimulai dari perlengkapan belajar, gadget, dan juga fashion. Rambutnya yang sudah panjang terlihat indah setelah diguraikan begitu saja. Ditambah sedikit polesan makeup diwajahnya. Haewon terlihat seperti gadis dewasa yang manis.
      Hal yang harus pria itu hadapi setiap harinya, yaitu menunggunya. Seperti saat ini, Pria itu sudah bersabar menunggu gadis itu. Hampir satu jam ia sudah menunggu, gadis itu belum juga selesai dengan dandanannya. Dirinya mulai tidak sabar, ia langsung masuk kedalam kamar gadis itu. Dan ternyata gadis itu sedang bercermin.
“ kau sedang apa? Kenapa lama sekali? “ tegurnya kesal.
mian.. kajja. “ tersenyum manis pada pria itu dan berjalan mendahuluinya.
“ kenapa rambutmu tidak diikat saja? “ ucapnya dengan nada kesalnya.
weo? Apa salahnya jika rambutku seperti ini. “ Tanya Haewon sembari menatap pria itu.
“ kau terlihat cantik, dan itu berbahaya untukku. Akan semakin banyak pria yang mengganggumu. Aku sudah sangat kerepotan melihatnya. Aish, kenapa kau jadi gemar berdandan! Ini pasti karena eomma. “ pikirnya dalam hati. “ ikat rambutmu, jika tidak, aku tidak akan mengantarmu. Dan juga wajahmu, aku tidak mau melihat wajahmu seperti itu. Hem, maksudku, hapus makeupmu! “ ia langsung melesat pergi.
yak!
“ ah, kalau perlu, potong rambutmu seperti satu tahun yang lalu. Aku tidak suka melihat rambutmu yang sekarang. “ teriaknya dari luar.
“ ada apa dengan pria itu? “


gomawo udah baca, tunggu cerita lainnya ya... 

0 komentar: