Sunday, June 9, 2013

Hyull Story Part 8





“ mbak.. kucing kamu.. “ kata Hyull sambil mengejar kucing yang sedang melarikan diri itu. Kucing itu berlari sangat jauh, namun Hyull dengan semangat terus mengejarnya. “ aduh kucing.. jangan jauh-jauh.. kucing! Ah, son.. namamu son kah?  Aww! “ Hyull terpeleset dan terduduk, ia sangat kelelahan, merasa tidak sanggup mengejar kucing itu, ia pun menelentangkan tubuhnya diatas rumput persawahan yang terlihat seperti hutan.
“ meong.. meong.. “ tanpa perlu mengejar, kucing itu menghampirinya.
“ hah.. kamu ya.. kucing kok cepat banget larinya? Fitnes dimana sih kamu? Ah.. son? Namamu son? “ memeluk kucing itu dan mencoba bermain dengannya.
“ meong.. meong.. “ jawabnya seakan mengiyakan pertanyaan hyull.
“ benarkah? Son? terus kemarin kenapa wanita itu bilang bahwa kamu tidak memiliki nama? Aneh sekali.. kalau begitu kita kembali kesana.. “


     Dave sudah berada didalam mobil dan wanita itu tidak terlihat diluar, Hyull pun masuk kedalam toko, ia menemukan wanita itu sedang duduk disudut ruangan. Bahasa tubuh wanita itu terlihat seperti tidak ingin diganggu, ia melepaskan kucing itu dan keluar menemui Dave yang sudah berada didalam mobilnya. Tidak sempat mengatakan apapun, disaat ia baru saja menempatkan bokongnya di kursi mobil, dengan gerak cepat Dave menekan gas mobil. Tidak ada tanda kehidupan. Seperti itulah keadaan didalam mobil. Sepanjang perjalanan Hyull hanya duduk dan diam, sesekali melirik Dave yang terlihat aneh.

      Arisan di Klinik. Suasana yang sangat disukai Hyull, Bermain bersama anak kecil. Berlarian, saling kejar mengejar dihalaman belakang Kliniknya Divane. Terdengar tawa mereka, tak seorang pun yang tidak menikmati permainan itu. Tapi..
“ lu gak ikutan main? “ merasa resah melihat Dave yang terus-terusan melamun, ia mencoba mendekati Dave.
“ gak. “ tanpa ekspresi sedikitpun.
“ hem, baiklah. Silahkan melanjutkan.. “ kembali berkumpul bersama anak-anak yang masih dengan semangat berlarian mengejar temannya. Waktu terus berjalan, tidak terlihat wajah lelah diwajah anak-anak tersebut, Hyull yang tidak mau kalah malu pun berusaha untuk menutupi rasa lelahnya, ia menyeka keringat dikeningnya, berusaha tertawa agar terlihat lebih fresh. “ wah, mereka hebat banget, gak capek apa ya? Dasar anak-anak.. “ tertawa riang sambil menyambut malam.

     Kini Divane dan teman-temannya beserta anak mereka sedang berkumpul di taman, mereka sedang menyantab makan malam. Dimalam hari taman terlihat lebih indah, mungkin dikarenakan berbagai macam lampu yang menghiasi setiap sudut taman. Hyull yang tadinya mengira bahwa taman akan gelap, kini tidak henti-hentinya tersenyum mengagumi keindahannya.
“ hyull, kamu tidak capek senyum terus? “ tanya Divane setelah memperhatikan tindak laku Hyull.
“ ah, bukan begitu, tadinya aku mengira kalau taman akan gelap, ehehhe.. “
“ ya tidak mungkin lah, kalau gelap, kita makannya gimana dong.. “
“ iya juga ya, ehehhe, aku bego banget deh, gak kepikiran kesitu. “ jawabnya seraya memasukkan potongan steak kedalam mulutnya.
“ hyull, dimana dave? “ baru mereka sadari, ternyata sedari tadi Dave tidak bergabung bersama mereka. Hyull terlihat mencari-cari dengan garpu masih berada di tangan kirinya. Kemana dia? Dia bahkan belum menyantap apapun sedari tadi.
“ hyull, sudahlah, biar kakak yang mencarinya, kamu lanjut makan saja. “ Divane segera masuk kedalam klinik, menaiki tangga dengan tenang seakan mengetahui dimana keberadaan Dave saat itu. Atap.

“ kamu sedang apa disini? Tidak makan? “ Divane duduk disebuah kursi, saat itu suasana begitu tenang, Dave yang berada disampingnya terlihat tidak menghiraukan pertanyaannya dan malah menarik nafas panjang sambil menutupkan mata. “ kenapa? Ada yang salah? “ ia merasakan sesuatu yang berbeda dari adiknya.
“ tolong tinggalkan aku, saat ini aku ingin sendiri. “ masih dengan mata tertutup Dave menjawabnya.
“ kamu sudah bertemu dengannya? “ pertanyaan kali ini berhasil membuyarkan ketenangan Dave.
“ ..... “ hanya menatap Divane dengan lekat, keningnya mengkerut dan wajahnya sekilas terlihat lelah.
“ kenapa? Kenapa kamu menatap kakak begitu? “
“ jadi ini ulahmu? “
“ ulahku? Apa maksudmu? “ Divane berusaha tersenyum.
“ kamu sengaja menyuruhku membeli bunga disana? “
“ ah.. itu.. “
“ kak, kamu bahkan tau aku sudah melupakannya! “
“ dave, kakak.. “ tidak sempat menjawab, dave sudah menghilang.

     Malam ini angin terasa kasar bagi Hyull, duduk seorang diri di taman, ia menjauhkan dirinya dari para tamu. Seharian bermain bersama anak-anak membuatnya kelelahan. Tapi, kini rasa lelahnya hilang begitu saja setelah ia tidak sengaja mendengar percakapan antara Dave dan Divane. Siapa yang mereka bicarakan? Mengapa Dave sampai semarah itu? Ia jadi menyesal telah mengikuti Divane diam-diam dan tanpa sengaja mendengarkan pembicaraan mereka. Pada akhirnya ia dibuat penasaran dengan obrolan mereka.
Sesak didada ia rasakan. Tidak ada pertanda akan turunnya hujan, tetapi kenapa dada gw sesak? Beberapa kali ia menghembuskan nafasnya dengan kencang, tapi tidak berhasil. Ia masih susah untuk bernafas. Lalu ia berdiri dan menggerakkan tubuhnya agar lebih santai dari yang sebelumnya. Akhirnya ia merasakan ketenangan dari yang sebelumnya. Dadanya tidak sesak lagi dan dirinya mulai bisa bersantai tanpa memikirkan percakapan yang baru saja ia dengar.
“ hyull, kita pulang sekarang. “ Dave melewatinya, berjalan dengan cepat menuju mobil. Kalimat dan gerak-geriknya menunjukkan bahwa dirinya sedang terburu-buru. Takut tertinggal olehnya, Hyull pun langsung menyusulnya ke dalam mobil tanpa pamit kepada Divane. Hening. Dave terlihat serius menyetir, tidak sekalipun ia menghiraukan Hyull yang pada saat itu juga ikut-ikutan serius. Serius duduk karena tidak tahu mau berbuat apa. Tidak jauh dari rumah Hyull, Dave menghentikan mobilnya dan terdiam tanpa suara. Hyull semakin bingung harus berbuat apa, keadaan tidak mendukung dirinya untuk membuka suara, tetapi jika ia berdiam terus, keadaan tidak akan berubah. Ia menatap Dave dengan pasti.
“ rumah gw disana.. “
“ ... “ dave tetap diam.
“ yasudah, gw turun disini saja. Makasi uda mau ngantarin gw.. “
“ kalau lu dipertemukan dengan orang yang pernah merusak hidup lu, apa yang lu lakukan? “ sebelum Hyull keluar dari mobil, Dave menanyakan sesuatu yang sepertinya dituju padanya.
“ menurut gw? “ masih belum mengerti, pertanyaan ini terlalu asing, Dave bahkan tidak pernah menanyakan hal seperti ini padanya. Dave tidak menjawab pertanyaan Hyull, ia malah menatap Hyull. Sangat tajam. “ hem, kalau menurut gw, gw tanyakan apa yang sebenarnya terjadi, kenapa dulunya dia menyakiti gw, mungkin saja ada alasan dibalik semua permasalahan. “
“ kalau lu bertemu dengan supir truk yang dulunya menabrak orang tua lu, apa yang akan lu lakukan? “ dengan sangat yakin ia menanyakan itu dan tetap menatap Hyull.
“ gw menjauh darinya. “ Hyull terlihat tersinggung mendengar pertanyaaan itu, wajahnya tidak berekspresi, kaku dan tegang. Antara marah, kecewa dan sedih bercampur menjadi satu. Sesudah menjawab pertanyaan, ia langsung keluar dari mobil dan berjalan menuju rumahnya. Dengan langkah cepat ia melewati setiap gang. Angin kencang membelai tubuhnya, rambutnya yang terurai indah pun menari mengikuti arah sang angin. Perlahan langkahnya melambat, kencangnya angin membuatnya merasakan sesuatu yang sangat berat di dadanya, sesak dan susah bernafas, apa phobianya kambuh?
Nafasnya melemah, sulit untuknya bernafas, melangkahkan kaki pun ia tidak mampu. Tidak bisa berbuat apa-apa, ia hanya bisa terduduk di atas aspal. Jalanan pada saat itu sangat sepi, jarak rumahnya masih beberapa gang lagi, tak terpikirkan lagi olehnya untuk berjalan, hanya duduk dan menahan rasa takut.

     Masih terdiam sejak mendengar jawaban dari Hyull. Menjauh darinya? Merasa gerah, ia pun keluar dari mobilnya. Memandang langit yang sepi, tak terlihat bintang disana, hanya gumpalan awan hitam dan kilatan cahaya. Angin yang lumayan kencang membuat tubuhnya kedinginan. Ia kembali ke dalam mobil, menghidupkan mesin mobilnya dan meluncur pelan.
“ bosannya.. “ jika ia sedang merasa bosan, pastinya toko musiklah pilihannya. Malam itu toko musik terlihat sepi, tak ada seorang pun disana, hanya dirinya dan Mas Dino. Karena tidak tahu mau berbuat apa, mereka pun memilih untuk bermain catur.
“ dave, lu suka lukisan kan? “ tanya Mas Dino sambil serius menatap papan catur.
“ kenapa mas? “
“ kemarin kyunn ngajak gw ke pameran lukisan, tapi kayaknya gw gak bisa, si bos pasti gak kasih gw bolos, toko sudah sering sepi, jadi pemasukan juga berkurang, kalau lu mau, lu gantikan gw.. “
“ pameran lukisan? “
“ iya, mau gak? Kalau mau ntar biar gw yang bilang.. kemarin gw cerita sama dia kalau nyokap gw tuh suka banget sama lukisan, gw mau belikan dia lukisan, makanya dia ajak gw, tapi kayaknya gw gak jadi nih.. “
“ ya terus kenapa harus digantikan? Dia kan bisa pergi sendiri.. “
“ tiketnya sudah keburu dibeli, lusa dave, lagian lu kan suka melukis tuh.. “
“ boleh deh kalau gitu. “
“ oke! Oh iya, mendung ya diluar? “
“ sepertinya begitu. “
“ gak hujan aja sepi, apalagi hujan. Kenapa sih toko ini sepi terus, si hyull lagi tuh, udah jarang banget kesini. “
“ hyull? “
“ iya, biasanya dia sering banget kesini. Semoga saja hujan kali ini membawa berkah.. “
Hyull? Hujan? Kalimat itu terus melayang di pikiran Dave. Ia melirik keluar, hujan mulai turun, semakin banyak air hujan yang turun, dirinya semakin gelisah. Beberapa kali ia mencoba untuk menghilangkan pikiran tersebut, tetapi sama saja. Hujan semakin deras.
“ gw jadi ingat, dulu kita pernah begini nih, kita main catur terus tiba-tiba terdengar suara petir lalu turun hujan, dan lu menghilang. Lu tahu gak, waktu lu pergi sehabis suara petir itu, gw sempat berpikir, apa mungkin lu dewa petir? Ahahha.. “
Ttarr!
Suara petir dengan lantam dapat mereka dengar. Mas Dino yang tadi tertawa kini diam tanpa ekspresi.
“ gila, kaget banget gw, gw lagi enak-enak tertawa si petir malah bunyi. “ katanya sabil mengelus dadanya.
 “ mas, lu punya payung? “ Dave bangkit dari duduknya sembari memakai jaketnya yang dari tadi ia gantung di tepi kursi.
“ tuh disamping pintu keluar, gw taruh disitu. Lu mau kemana hujan-hujan begini, kan lu ada mobil.. dave! Udah hilang aja lu! “ belum selesai ia bicara Dave sudah hilang. Pria itu berlari menggunakan payung tanpa sedikitpun takut akan hujan yang turun. “ dave, sepertinya lu beneran dewa petir. “ katanya setelah kehilangan dave untuk yang kedua kalinya.
     Air hujan turun diatas payung yang lusuh, pria yang berada dibawah payung itu terlihat tidak tenang, sepanjang ia berlari ia terus melihat kesana kemari. Kecemasan ini, tidak yang pertama ataupun yang kedua kali baginya, kecemasan yang dituju pada seseorang, seorang.. Hyull kah orangnya?
     Dave terus berlari, ketika ia melewati rumah Hyull, rumah itu terlihat sepi seakan tak berpenghuni. Dirinya kembali panik dan kembali berlari, ya, sudah jelas sekali, ia mencari Hyull. Mencari Hyull dengan penuh harapan, harapan bahwa Hyull sudah berada dirumah. Karena hujan sedang turun, jika dan jika... dia bahkan tidak sanggup memikirkannya. Kini Dave sudah sampai di tempat dimana tadinya ia menghentikan mobilnya, dia ingat sekali, Hyull turun dari mobilnya dengan wajahnya yang terlihat kaku seakan menahan amarah. Pertanyaan yang ia lontarkan kepada Hyull, seharusnya ia tidak menanyakan itu. Dave mencemaskan Hyull, kenapa? Berdiri diatas derasnya hujan membuatnya kedinginan, ia kembali berjalan menuju toko musik, ketika kembali melewati rumah Hyull, ia menghentikan langkahnya. Rumah itu masih saja terlihat redup, tak terlihat kecerahan didalam rumah itu.
“ semoga lu sudah dirumah. “ ucapnya sembari berjalan menuju toko musik.
     Pagi ini keadaan dirumah Hyull sangat kacau, ia telat bangun begitu juga dengan Kyunn, tak seorang pun dirumah itu yang bisa berhenti berteriak, masing-masing pada sibuk menyiapkan keperluan mereka, Hyull harus mengikuti uas sedangkan Kyunn harus mengikuti rapat. Benar-benar kacau.
“ kyunn, panaskan mobil! “ teriak Hyull dari kamarnya.
“ aku sedang sarapan, kamu saja.. “ katanya sembari menyantap roti dengan lahap.
“ apa! Keadaan sudah seperti ini lu masih mikirin sarapan? Lu kan bisa sarapan di kantor.. “
“ ah iya, benar juga.. “
“ cepetan...! “
“ iya.. iya.. “
     Setiba Hyull dikampus, tanpa pamit dengan Kyunn yang juga sedang serius menatap jalan dan siap-siap untuk kembali menekan gas dengan pasti. Hyull berlari dengan pandangan tetap lurus kedepan, tidak memikirkan keadaan sekitarnya, ia sudah sangat risau dengan keterlambatannya, itu menurutnya. Berlari dari depan gerbang menuju gedung yang ia tuju sangat melelahkan, terlihat dari raut wajahnya yang mulai kusut dan hembusan nafasnya yang terdengar berat. Langkahnya terhenti ketika melihat banyaknya tangga yang harus ia lewati.
“ waduh, tangga, latihan fisik ini namanya. “ terduduk disalah satu anak tangga, memukul pahanya yang terasa keram, air keringatnya mulai bercucuran membasahi wajahnya. Sembari menyeka keringat di wajahnya, ia kembali melangkahkan kakinya, menaiki anak tangga dengan semangat, setiap langkahnya ia hitung agar memacu semangatnya disaat melewati semua anak tangga tersebut. Tibalah ia di ruangan dimana ia akan mengikuti ujian akhir semesternya.
Kosong.
“ apa-apaan ini? Kenapa kosong?!! “ Tanpa ia sadari, atau mungkin memang tidak mau menyadarinya. Ruangan ini bukanlah tempat dimana ia akan mengikuti ujian, tepatnya, ia salah ruangan. “ hukuman apa ini!!! “ ini semua dikarenakan Hyull tidak melihat lembaran jadwal, dan hanya menggunakan firasatnya yang ternyata menyesatkan. Disaat seperti ini, jalan satu-satunya yaitu menelepon Siva dan menanyakan ruangan sebenarnya. Kenapa tidak dari awal gw telepon dia! Bego!
     Pagi ini menguap merupakan sesuatu yang sangat Dave sesalkan, raut wajahnya juga terlihat layu seakan tak ada darah yang mengalir disana, pucat pasi. Dilihat dari kondisinya dipagi ini, sepertinya ia telah bergadang semalaman. Berjalan saja terlihat malas, namun keadaannya yang terlihat kacau tidak membuat karismanya musnah. Banyak mahasiswi yang diam-diam memotretnya, menurut mereka ia terlihat manis disaat menguap. Ia menyadari perilaku-prilaku  mahasiswi tersebut. Namun ia tetap saja tidak menghiraukan mereka dan tetap berjalan.
Brukk!
Seseorang menabraknya dari belakang.
“ sorry, gw buru-buru. “ ucapnya dan terus berjalan tanpa memperhatikan siapa yang baru saja ia tabrak. Tidak ia sadari, ia menjatuhkan penanya, Dave segera mengambil pena tersebut dan memasukan pena itu kedalam saku celananya.
“ nabrak gw lagi? Dan pergi? Lu selalu begitu. “ tersenyum sambil memperhatikan punggung wanita yang baru saja menabraknya. Ia lanjutkan berjalan sambil sesekali menguap untuk yang kesekian kalinya. Ruang ujian terlihat sudah ramai, hampir seluruh kursi sudah ditempati, yang terlihat kosong hanya dibagian paling depan. Tidak ada pilihan lain, Dave memilih di sudut sebelah kanan paling depan.

     Siva sedang asik-asiknya menyelipkan catatan yang sudah ia salin sekecil mungkin dikertas yang juga berukuran kecil, disampingnya Hyull juga terlihat sibuk mencari sesuatu, ia sudah memeriksa keseluruh saku celana dan juga bajunya, tapi ia tidak juga mendapatkan barang yang ia cari.
“ lu ngapain sih? Rempong banget lu. “ sambar Siva sambil terus memikirkan tempat yang cocok untuk menyelipkan catatannya.
“ pena gw hilang, lu punya? Gw pinjam dong.. “
“ punya, tapi Cuma satu, kita gantian aja gimana? “
“ heh.. lu lebih rempong! Pinjamkan sama tante-tante dong.. “
“ ih, malas banget gw, ntar panjang penjelasannya.. mereka bakal bilang ini itu, trus akhirnya tetap aja bilang kagak ada. Lu kan tahu sendiri, mereka mah pelit! Udah, kita ganti-gantian aja. Dari pada lembaran lu kosong! “
“ benar-benar! Pena itu bikin ribet! Udah tau gw cuma bawa pena, pake hilang segala! “
“ makanya, besok-besok tu pakai tas, jadi penanya gak bakal nakal.. lu cewek malas banget pakai tas! Aneh lu! “
“ nih dosen mana? Lama banget, keburu hilang hafalan gw. Mana Cuma baca selembar doang lagi. “
“ selembar? Dikit amat. “ Siva masih terus mencoba menyelipkan catatannya kesana kesini.
“ ya karena catatan gw Cuma segitu! “
“ dasar lu. “

     Matahari mulai timbul dari sela-sela dedaunan, memancarkan sinarnya yang terasa panas dikulit. Siang ini kantin terlihat sepi, kesepian itulah yang memebuat Hyull tetap berada disana. Ia terlihat sedang memperhatikan tingkah laku temannya yang sedang memeriksa soal ujian yang baru saja mereka kerjakan, mencari tahu kebenaran yang sebenarnya, mereka terlihat rajin, berbeda dengannya.
“ wah.. gw bener tiga, gimana ini.. catatan sialan, capek-capek gw buat, malah jatuh kebawah. Syukur gak ketahuan dosen, tapi tetap aja gw gak bisa ambil.. nasib gw.. “ celoteh Siva tanpa akhir, Hyull hanya memperhatikannya sambil menikmati jus wortelnya. “ hyull, lu masih ingat jawaban lu apa? Sini biar gw periksa.. “
“ gatau, lupa. “
“ ih lu ini, peduli gitu sama nilai.. “
“ gw pergi dulu. “ menarik tasnya yang berada diatas meja. “ bayarin minuman gw. “ tidak perlu menunggu jawaban Siva, ia sudah beranjak dari sana.

     Menunggu memang membosankan, tetapi jika ditemani dengan berbagai macam lukisan pastinya tidak akan membosankan. Lukisan yang diperlihatkan juga bukan sembarang lukisan melainkan pilihan terbaik dari yang terbaik. Mengamati sambil mempelajari seni lukis merupakan hal yang sangat digemari Dave, disamping ia menyukai lukisan, ia juga mahir melukis, tidak heran jika ia terlihat sangat menikmati pameran lukisan tersebut. Kyunn yang seharusnya bersamanya terpaksa harus menunda kehadirannya untuk beberapa jam, tugas kantor membuatnya harus bersabar untuk segera menyusul Dave disana. Walaupun begitu, sendiri bukanlah masalah untuk Dave. Baginya lukisan-lukisan tersebut sudah sangat menghibur. Satu jam sudah ia disana, tidak banyak yang ia lakukan. Mengamati lukisan dan mencoba menirunya, begitu banyak lukisan disana, dengan temanya yang berbeda dan tentunya sangat menggoda mata. Mulai merasakan lelah setelah satu jam berjalan kesana kesini, Dave memilih duduk di salah satu sova yang terdapat di sudut ruangan. Tidak jauh darinya, terlihat sebuah lukisan dengan ukuran tidak terlalu besar dan mungkin lukisan tersebut merupakan lukisan dengan ukuran terkecil di pameran ini. Hatinya tergerak untuk segera melihat lukian tersebut dengan jarak yang lebih dekat, melangkah dengan perlahan, semakin mendekat semakin jelas seperti apa lukisannya, semakin jelas gambarnya, dan juga nama pelukisnya.
“ mr.anderson? “ terlihat sebuah nama disudut bawah lukisan. Nama yang sangat dikenalinya. Tidak lain yaitu nama kakeknya sendiri. Mengamati lukisan tersebut dengan pasti, tak satupun garisan disana yang tidak ia kenal, lukisan itu begitu melekat dipikirannya. “ lukisan ini.. “ sekilas ia mengingat kembali mimpi yang pernah menyelimutinya. Pohon besar yang terdapat kursi dibawahnya, Suasana yang nyaman membuatnya sangat merindukan mimpi itu, mimpi itu juga yang membuatnya mencoba melukiskan keadaan disana. “ kenapa bisa sama? Pohon itu, kursi dan sepasang kekasih? “ tidak ada perbedaan diantara lukisan miliknya dengan lukisan yang ada dihadapannya. Kedua lukisan yang sama persis. Tapi yang lebih membuatnya kaget, nama pelukisnya sama dengan nama kakeknya yang sudah lama tiada.
“ anderson? Kakek? Bagaimana bisa? “ terpaku dihadapan lukisan yang membuatnya memutar kembali ingatannya. Mimpi itu.. kenapa bisa? Dan.. nama itu?
“ dave! “ suara yang begitu keras tidak membuatnya melepaskan pandangannya dari lukisan tersebut. Masih terus memikirkan sesuatu yang menurutnya sangat tidak mungkin akan terjadi. Kyunn terlihat mendekatinya, melihat ekspresi Dave membuatnya tidak berani untuk kembali menyapa. “ lukisan ini.. kenapa dikeluarkan? “ tanya Kyunn tanpa ia sadari. Lukisan yang baru saja ia lihat, lukisan yang sedang diamati Dave, lukisan yang katanya sangat dirahasiakan kini terpampang bebas dan dapat dilihat oleh banyak orang. Dave dapat mendengar perkataan Kyunn, perkataan yang aneh, menurutnya. Perkataan seperti itu tidak akan diucapkan oleh sembarangan orang dalam arti orang tersebut pastilah sudah lebih mengetahui keberadaan lukisan tersebut. Pandangan Dave mulai tertuju padanya.
“ kakak sudah pernah melihat lukisan ini? “ raut wajahnya menunjukkan betapa besar rasa ingin tahunya pada saat itu.
“ ah dave.. lukisan ini.. “ Kyunn tidak tahu harus mengatakan apa, matanya mulai mencari sesosok yang lebih pantas dalam menangani pertanyaan ini.
“ jadi benar? Pelukis ini, Siapa mr.anderson yang dimaksud disini? “ sambil menunjuk nama yang tertera di sudut bawah lukisan, nadanya mulai terdengar berat, menggabungkan logika dan perasaan membuatnya semakin tidak mengerti.
“ dave.. “
“ siapa pelukisnya kak?! “
“ ada apa ini? Kenapa kalian berteriak dihadapan lukisanku! “ pria tua dengan garang menegur mereka. Ketika Kyunn melihat siapa pria tua tersebut, dirinya seakan diterpa angin di musim semi, sejuk dan nyaman.
“ mr.dean! “ panggil Kyunn. Mendengar nama itu, Dave seakan menelan beribu duri mematikan, menusuk logika hingga menembus jantung. Nama itu..
“ saya peringatkan, jangan sampai suara kalian merusak pameranku. “ katanya dan hendak pergi.
“ mr.dean? itu nama anda? “ Dave mengatakan itu sambil menatap lekad pria tua yang baru saja memarahi mereka. Pria tua itu baru saja hendak pergi, tetapi setelah mendengar perkataan Dave, dirinya langsung melihat dari mana asal pertanyaan yang sepertinya dilontarkan untuknya. Sekejap wajahnya menjadi kaku, mulutnya tak bergerak seakan terpaku dengan amat kuat. Matanya membesar seperti tidak menyadari dengan apa yang sedang ia lihat. Wajahnya.. suaranya.. sangat serupa.. seakan ditelan masa, tidak ada satupun dari mereka yang mengeluarkan suara, masing-masing dari mereka seperti sedang memutar kembali memori-memori dimana mereka pernah merasakan hal yang sama, mendengarkan hal yang sama dan juga melihat hal yang sama, bahkan sangat serupa. Mr.dean terlihat mulai membuka mulutnya dan sepertinya akan mengatakan sesuatu. Satu dua tiga detik setelah itu ia tidak kunjung bicara, ia malah membalikkan tubuhnya dan berjalan menjauhi dua pria tersebut. Kyunn yang menyaksikan itu tidak bisa berbuat apa-apa, tentunya ia tahu apa yang sedang dirasakan Mr.Dean dan juga Dave. Apa mungkin? Bagaimana bisa? Ia hanya bisa memikirkan itu. Dave masih saja memperhatikan Mr.Dean, pria tua itu terlihat rapuh. Langkahnya yang lemah seakan tidak mampu untuk kembali, kembali menemui Dave dan menceritakan apa yang seharusnya ia ceritakan. Hari ini cukup sampai disini.. pikir pria tua itu.

     Menyendiri merupakan hal yang sangat disukai Hyull. Dimanapun tempatnya asalkan jauh dari keramaian. Disore hari kantin atlit tidak begitu ramai, para atlit pada sibuk mengikuti jam berlatih mereka dan kantin ini akan mulai ramai disaat malam hari, dimana mereka sedang beristirahat dan mengisi kembali tenaga mereka dengan menyantap beberapa macam minuman dan makanan. Menulis sambil mendengarkan musik adalah sesuatu yang tidak pernah terlupakan untuknya, di satu sisi dirinya tidak begitu pintar dalam bergaul, untuk mengisi kekosongan itu ia memilih menulis dan berolahraga pada waktunya. Seperti itulah Hyull melewati hari-harinya yang menurutnya menarik.
“ huh, bosannya.. “ loh, tadi katanya menarik..? tidak, Hyull tidak sedang bosan, kini ia sedang membaca tulisannya agar ia tidak melupan cerita sebelumnya.
“ ya jelas bosan lah, teman lu buku sama pena doang. Tambah itu tuh, dengerin musik apa sih? “ kehadiran Arsha membuat Hyull menutup bukunya, tidak tahu kenapa, sesaat setelah kehadiran seniornya itu, Hyull mendadak lupa dengan kalimat-kalimat yang seharusnya ia tulis di bukunya. Arsha merusak waktu menulisnya. Tapi sepertinya pria itu tidak menyadari kesalahannya, terbukti dari perkataannya yang tidak ada habisnya. “ kenapa? Kok malah mandangin gw begitu? Awas.. ntar lu naksir sama gw.. “ sambil tersenyum yang sejujurnya sangat membuat Hyull ingin berteriak. lu terlalu mengganggu!
“ ada perlu apa ya? “ pertanyaan yang memiliki arti. Kalau tidak penting anda bisa pergi.
“ ih, jutek banget lu! Lagi dapet ya? Biasanya cewek-cewek begitu tuh kalau lagi dapet.. “ dengan santai ia mengatakannya. Tanpa mengetahui emosi Hyull yang mulai menerobos tenggorokan menuju mulut. Kalau memang hal itu terjadi, pastilah Hyull akan mengatakan. Ia! gw memang lagi dapet! Dapet masalah dari lu! Ide gw menghilang karena lu, rempong!
“ ada apa sih? Bukannya latihan malah ganggu orang. sekarang jadwalnya tim putra latihan kan? Kapten kok bolos, gimana sih? “
“ ye.. ini pertama kalinya gw bolos kok.. “ mungkin jika Arsha berkata jujur, ia akan mengatakan. Lu yang buat gw bolos..
“ ih, alasan. “
“ oh iya, kemarin kenapa lu hilang? Katanya mau makan es krim sama gw, gw cariin di halte kagak ada. Lu gak bermaksud balas dendam sama gw kan? Apa mungkin lu masih marah sama gw karena kejadian di bali itu? “
“ ya enggak lah, gw ada sesuatu yang mendadak, gw juga lupa kabarin lu. Masalah itu sorry deh.. gw ngaku salah.. “
“ kalau gitu sekarang giliran lu yang traktirin gw. “ permintaan Arsha tidak dapat ia tolak, dengan langkah gontai ia berjalan menyusul Arsha yang sudah melangkah menuju mobilnya.
“ huh, sepertinya ini perangkap para playboy, memanfaatkan kesalahan target. “ ucapnya sambil terus mengikuti Arsha.

next part 9..

0 komentar: