Perasaan lega mereka rasakan setelah menyelesaikan ujian. Ada yang tertawa kegirangan, ada juga yang langsung pergi berlibur, pulang ke kampung halaman, tetapi wajah kebahagiaan tidak terlihat dimata Hyull, wajahnya terlihat muram, dosen memerintahkannya untuk membawakan lembaran ujian mereka ke ruangan dosen, ruangan yang letaknya sangat jauh dari kelasnya saat ini, dan harus melewati banyak tangga untuk menuju kesana, memikirkan itu saja dirinya sudah merasakan lelah yang luar biasa, sesungguhnya dirinya membenci tangga. Siva yang diharapkan kehadirannya malah menghilang, perjalanan yang berat.
“
cepetan lu antar, gw tunggu diparkiran.. “ kata Dave sembari berjalan menuju
pintu keluar.
“
idih, keluar gitu aja? Gak niat bantuin gw gitu? Sebanyak ini gw bawa sendiri?
Ruangan dosen sejauh itu, gimana caranya! “ sebalnya semakin melunjak setelah
melihat Dave yang sama sekali tidak berniat membantunya. Hyull mulai menyusun
setiap lembaran, memasukkan lembaran tersebut kedalam kotak, kotak yang lumayan
besar dan pastinya akan sulit untuknya membawanya. “ kotak sebesar ini,
lembarannya gak seberapa kenapa kotaknya sebesar ini sih? Ini apa maksudnya,
mau menyuksa gw? Benar-benar! “
“
sini biar gw yang bawa! “
Dave kembali dan langsung mengangkat kotak tersebut, tanpa menunggu ia langsung berjalan menuju ruangan dosen. Hyull yang merasa tidak enak pun ikut dengannya. Memperhatikan pria yang sudah membuatnya bimbang, bimbang akan perasaannya.
Dave kembali dan langsung mengangkat kotak tersebut, tanpa menunggu ia langsung berjalan menuju ruangan dosen. Hyull yang merasa tidak enak pun ikut dengannya. Memperhatikan pria yang sudah membuatnya bimbang, bimbang akan perasaannya.
“
dari pada lu liatin gw terus, lebih baik lu kasih tahu kita harus kemana. “
katanya yang menyadari akan tatapan hyull.
“
hah? Jadi lu gak tahu dimana ruangannya? “
“
ia “
“
jadi? Loh, kok kita disini? “ ia baru menyadarinya, mereka salah jalan. “ kenapa
ke kantin? “
“
makanya, perhatikan jalan. “ kata Dave sambil tersenyum kepadanya.
“
gw perhatikan jalan kok.. “
“
beneran? “ senyumannya semakin lebar.
“
gak perlu senyum-senyum, kita balik, salah ini, gimana sih, ruang dosen saja
tidak tahu. “ mereka pun berbalik dan memilih jalur yang lain. Dave menyadari
banyaknya mata yang memandangi mereka, ini pertama kalinya ia berjalan dengan
seseorang didalam perkarangan kampus.
“
kenapa mereka? Ada yang salah? “ tanya Hyull setelah baru menyadarinya.
“
acuhkan saja, kita harus cepat, divane pasti menunggu.. “ ia mempercepat
langkahnya.
“
divane? “ kata Hyull yang juga mengikuti langkah Dave.
“
ia, dia pasti menunggu lu.. “
“
gw? Kenapa? “
“
karena dia yang mengundang lu, udah jangan banyak tanya. “
“
dia? “ langkahnya terhenti, Dave tdak menyadarinya dan terus berjalan. “ dia?
bukan lu? “ pikirnya. Semangatnya menurun, langkahnya terlihat gontai, disaat
melihat tangga, semangatnya seakan menghilang. “ oh tangga, bisakah kamu
menghilang dulu? “ baru saja dirinya hendak melangkahkan kakinya ke tangga,
Dave terlihat sedang menuruni tangga. Disaat ia melihat Hyull yang terlihat
enggan menaiki tangga, ia kembali tersenyum, tentunya tanpa sepengetahuan
Hyull.
“
lu gak perlu naik, sudah gw antar. “ katanya sembari melewati hyull.
“
cepat banget, bukannya lu gatau dimana ruangannya? “ ia terus mengikuti langkah
pria itu.
“
gw bisa bertanya hyull.. “ ia tersenyum kembali. Seharian ini ia sudah banyak
tersenyum, tersenyum karena ulah gadis itu, Hyull. Setelah mereka sudah didalam
mobil, Hyull tidak lupa untuk menghubungi Kyunn, melihat Kyunn gelisah
membuatnya bosan. Tentunya perjalanan kerumah Dave tidak asing baginya, karena
mereka berada di satu komplek.
“
lu gak perlu menghubungi kyunn kali, dia juga akan datang. “ batin Dave seakan
mengetahui apa yang sedang dilakukan Hyull.
Pagar yang menjulang tinggi, seakan dapat
mengantarkan seseorang ke langit. Berdiri kokoh dan tidah ada satupun yang
dapat meruntuhkannya. Terbuka perlahan, dibaliknya terdapat sebuah bangunan yan
tidak pantas disebut dengan rumah, besar, megah, lebih mirip seperti istana.
Itu menurut Hyull. Mengikuti Dave kemana dia melangkah, takut akan tersesat
jika tertinggal selangkah pun. Rumah ini terlalu besar untuk dikatakan rumah.
Dibayangkannya seperti apa orang-orang yang tinggal disana, ternyata tidak
seperti yang ia pikirkan. Pembantu yang berada disana begitu ramah terhadapnya,
seperti Divane yang langsung menyambutnya disaat melihatnya, dan wanita yang
sedang duduk anggun dengan menggunakan kemeja, kemeja?
“
itu.. itu mama lu? “ tanya Hyull kepada Dave.
“
ia, kenapa? “ sembari memilih kue yang akan ia makan.
“
kok.. “
“
pakai kemeja? Ahahha.. itu kemeja gw, dia mau ngerasain apa yang gw pakai
selama ini, sedikit aneh sih.. “ dengan mulutnya yang penuh dengan dua macam
kue.
“
dave.. kunyah dulu makananmu baru bicara, didepan wanita harus sopan.. “ teriak
ibunya dari jauh.
“
mama lu jauh dari dugaan gw.. “ matanya terus memandangi ibunya Dave, wanita
itu tetap terlihat anggun dengan kemeja yang ia kenakan, walau kemejanya
kebesaran untuknya, tetapi itu tidak dapat menutupi sisi keanggunannya.
“
hem.. dia memang sudah berubah. “ masih asik mencari kue berikutnya yang akan
ia santap.
“
dave, dengarkan dulu wanita itu baru mencari makanan selanjutnya, itu tidak
sopan.. “ ibunya kembali meneriakinya.
“
mama! “ kesal karena terus diganggu oleh ibunya.
“
hahaha.. mama lu lucu. “
“
ah.. mona.. ayo kesini, wah, tante rindu sekali dengan kamu.. “ terlihat
seorang gadis disana, ia sedang memeluk ibunya Dave, mereka terlihat akrab.
Gadis itu terlihat manis dengan gaun yang ia pakai, pakaian seperti itu adalah
pakaian yang tidak pernah disentuh Hyull sekalipun.
“
dave, itu.. “ kata Hyull, tapi diacuhkan olehnya. Dave masih saja asik memilih
kue yang tersusun rapi diatas meja nan besar. Meja yang bida menampung banyak
kue diatasnya. “ hem, kalau gw boleh tahu, sebenarnya gadis itu siapa? Em..
maksud gw, dia siapanya lu? “ tak menyadari akan pertanyaan yang ia lontarkan,
rasa ingin tahunya terlalu besar.
“
lu suka buku kan? Ayo gw tunjukkin koleksi buku gw. “ entah apa yang ada
dipikirannya, menarik tangan Hyull dan membawa gadis itu kedalam ruang
santainya. Disana seperti pustaka umum, begitu banyak buku disana, koleksi buku
bukanlah kata yang tepat untuk itu, buku-buku yang terdapat disini terlalu
banyak untuk dikatakan koleksi.
“
dave, sebanyak ini? Koleksi buku lu sebanyak ini? “ tanyanya yang masih
terkagumkan dengan apa yang ia lihat.
“
ia “
“
pustaka umum kalah ini.. banyak banget. “
“
semua yang disini gw kumpulkan dari gw masih kecil, orangtua gw suka belikan gw
buku, dari pada gw buang, ya gw baca, sebenarnya gw kurang suka baca, gw lebih
suka mengkoleksinya saja. “
“
gw lihat-lihat boleh kan? “ sudah tidak sabar untuk melihatnya dengan jarak
lebih dekat.
“
tentu saja. “ Dave mengatakannya dengan bangga. Tapi sesudah itu, mereka berdua
terdiam, sesuatu yang sedari tadi tidak mereka sadari, sesuatu yang masih
tergenggam, tangan mereka. Dave tidak melepaskan genggamannya, bahkan ia tidak
menyadari dengan apa yang ia lakukan, perasaan nyaman yang ia rasakan
membuatnya lupa dengan tangan yang ada dalam genggamannya. Rasa malu membuatnya
melepaskan tangan Hyull, gadis itu juga terlihat salah tingkah, mengelilingi
setiak rak buku tanpa sekalipun melihat buku yang ada disana. Untuk yang kedua
kalinya, buku menjadi saksi.
Membaca membuatnya melupakan waktu, buku
yang sedang ia baca begitu mangasikkan. Itu menurutnya. Rasa laparlah yang
menyadarkannya. Ia menutup buku itu dan mengembalikan pada tempatnya. Dave, ia
melihat pria itu disudut ruangan, berdiri disamping jendela nan besar,
merenungkan sesuatu. Hyull menghampirinya, rasa ingin tahunya akan gadis itu
semakin besar, melihat sikap Dave yang sering berubah seperti itu, ia meyakini
bahwa gadis itulah penyebabnya.
“
dave.. “
“
namanya mona, dia teman kecil gw, dia meninggalkan gw begitu saja, tanpa kabar
sedikitpun. Sekarang dia hadir, dia hadir disaat gw sudah terbiasa hidup
tanpanya. “ ucapnya, lalu menatap Hyull, untuk meyakinkan Hyull bahwa itulah
yang ingin ia ketahui.
“
... “ Hyull masih terdiam, baru kali ini Dave mengatakan rahasia hidupnya
seperti ini, nada bicaranya terdengar tenang, tapi juga lelah.
“
itu jawaban dari pertanyaan lu tadi. “
“
lu mencintainya? “ pertanyaan itu keluar seiring rasa sakit dihatinya, Hyull
tidak menyadarinya, rasa ingin tahu telah menguasainya.
“
... “ pria itu hanya menatap Hyull, lama sekali, tatapannya tidak juga
terlepaskan.
“
dave, cinta dimasa lalu tidak akan pernah berubah.. “
“
... “ masih dalam diam, dalam tatapannya ia mendengarkan perkataan Hyull.
“
masa depan, masih dapat dirubah, tapi kalau lu masih saja begini, kenangan masa
lalu akan selalu menyeliputi kehidupan lu, sampai ke masa depan. Yakinkan hati
lu, apa yang harus lu lakukan terhadap kenangan itu, bukan berarti
melupakannya. “ kalimat demi kalimat ia ucapkan, walau puas yang ia rasakan,
hatinya terasa seperti tertumpuk banyak buku, sesak. Setelah selesai mengatakan
semuanya, ia keluar dari ruangan itu lalu menemui Divane dan yang lainnya.
Sedangkan Dave, pria itu masih tertegun setelah mendengar perkataan Hyull.
“
ya, gw mencintainya, tapi itu dulu. “ batinnya.
Membantu Divane menata meja, bersama
pembantu disana, ia juga menyiapkan tempat untuk makan siang, menyusun piring
dan gelas, meletakkan sendok dan garpu, serbet, dan yang laiinnya. Terdengar
suara dari kejauhan, suara yang terdengar akrab ditelinganya.
“
hyull! Rajin banget lu.. biasanya nyusun kaset, sekarang piring. Ahahha.. “
“
mas dino? Loh, kyunn? Kalian? “ ia kaget melihat Dino dan Kyunn dihadapannya.
“
kamu membantu mereka? Wah.. bagus dong. “ kata Kyunn sambil menyerahkan
bungkusan kepada Divane.
“
wah, kamu bawa buah? Makasih banget, kalian duduk saja, dave! Mereka sudah
datang.. “
“
kakak kenal dengan kyunn? “
“
kenal dong, kyunn itu teman kakak juga, dulunya kami satu sekolah.. “
“
jadi, kakak sudah tahu dari pertama jumpa sama aku? “
“
wajahmu dengannya serupa, bagaimana kakak tidak tahu. “
“
jadi karena itu kakak baik kepadaku? “
“
kamu ini, apa kakak hanya boleh baik terhadap adik teman? Kakak baik karena
kamunya juga baik.. sana cuci buah ini. “ ia memberikan buah bawaan Kyunn
kepasa Hyull. Gadis itu hanya bisa menjalani perintahnya. Mencuci buah sambil
tertawa.
“
ahahaha.. jadi selama ini gw seperti orang bodoh, mereka, ahahaha, mereka
saling kenal. “
“
loh non, kenapa kok ketawa sendiri? “ Buk Evi menghampirinya guna membantunya
menata buah.
“
ah, saya baru tahu kalau kakak saya dengan kak divane saling kenal.. bi,
piringnya mana? Bibi bantu saya menata ya.. “
“
baik non.. oh iya, non sejak kapan dekat dengan tuan dave? “ tanya buk Evi
sembari menyusun buah diatas piring.
“
tuan? Ahahaha.. sejak dia nabrak saya bi.. “
“
nabrak? Tuan dave nabrak non? “
“
hyull, nama saya hyull, gak pakai non. “
“
maaf, tapi saya harus sopan.. “
“
sudahlah, kita susun ini saja bi. “
“
ada yang bisa saya bantu bi? “ kedatangan Mona membuat Hyull secara reflek
menjatuhkan buah yang ada ditangannya, tapi dengan cepat ditangkap dengan Mona.
“
maaf kalau sudah membuat kamu terkejut.. “ katanya sembari meletakkan buah ke
atas piring.
“
ah, tidak apa-apa.. “ Hyull menjadi kaku, tidak tahu mau berbuat apa. Begitu
juga dengan Mona.
“
kalian sedang apa? Mana buahnya? “ Divane membuyarkan kekakuan Hyull dan Mona.
Melihat sikap kedua gadis ini membuat Divane puas. Inilah tujuannya
mengumpulkan semua orang, terutama mempertemukan Mona dan Hyull, disaat mereka
sudah mengetahui satu sama lain pastinya keadaan akan berubah, saat itulah
Divane bisa mengetahui apa yang ada di pikiran mereka. Acara makan siang
berjalan lancar, selesai menyantap semua makanan, mereka berkumpul di ruang
tengah, menikmati berbagai cemilan dan beberapa macam minuman yang menyegarkan.
Setiap manusia disana pada asik dengan temannya, Kyunn, Dino dan Dave asik
mengobrol, ibunya Dave mengobrol dengan pembantunya. Tapi Divane, ia hanya
memperhatikan tingkah kedua gadis dihadapannya, mereka hanya duduk diam sambil
menatap Dave secara diam-diam.
“
keputusan ada ditanganmu dave.. “ batinnya.
Taman yang luasnya hampir menyerupai taman
perkomplekan ini membuat Hyull tertegun. Ternyata rumah ini menyimpan sebuah
taman dibelakangnya, tidak hanya taman, masih ada berbagai macam fasilitas
lainnya seperti kolam renang yang letaknya terdapat dibawah pustaka tempat
tersimpannya koleksi buku milik Dave. Begitu indah, bahkan Hyull tidak dapat
mengedipkan matanya, hal indah seperti itu akan sangat disayangkan jika tidak
di perhatikan dengan lama. Ia berjalan mendekati kolam renang tersebut, airnya
yang jernih dapat menunjukkan dasar kolamnya, Hyull tersenyum, melihat
bayangannya yang memantul air kolam, ia menyadari sesuatu.
“
gw berbeda jauh dari mona. “ pikirnya.
“
awas masuk nyamuk, mulutnya kok sampai terbuka lebar begitu sih. “ tegur Dave
yang sudah duduk di pinggir kolam renang.
“
hah? Oh.. gw kaget doang, sewaktu gw jalan sana sini, eh ternyata dibelakang
luas banget. Ada kolam renang, terus itu tuh, itu apaan sih? Kok kayak bangunan
gitu, tapi kok mirip rumput ya? “ katanya sambil menunjukkan ke arah rumput
yang berbentuk menyerupai bangunan.
“
itu labirin, mau kesana? “ pria itu bangkit lalu memakai sandalnya, seakan tahu
jawaban Hyull, ia langsung berjalan menuju labirin tersebut.
“
loh dave, lu mau kemana? “
“
udah kesini cepetan.. “ tubuhnya sudah tertutupi rerumputan yang menjulang
tinggi. Hyull berlari mencarinya.
“
dave! Lu dimana? “ teriak Hyull, yang dapat ia lihat hanya rumput, banyak
lorong yang tidak tahu kemana arahnya, tentunya dia tidak akan berani untuk
menelusurinya seorang diri.
“
lama banget sih lu, ayo! “ genggaman hangat yang sedang ia rasakan, menarik
tangannya dengan lembut, membuat dirinya nyaman walau keadaan terlihat
menegangkan. Dave menarik tangannya, menggenggam tangannya, mengisi setiap
rongga jarinya, mereka berjalan dengan santai, saling berpegangan, yang
sesungguhnya tidak disadari Dave, tapi sangat mengguncang Hyull, mengguncang
jantungnya sehingga dirinya pun seperti berada di dalam mimpi, keadaan seperti
ini tidak pernah terpikirkan olehnya. Tapi selalu terpikirkan oleh Divane yang
sejak tadi memperhatikan mereka.
“ dave,
sepertinya kamu sudah memilih. “ ucap Divane sambil tersenyum.
Dapat berkumpul seperti sekarang ini
merupakan hal yang jarang ia rasakan. Hampir dari seluruh hidupnya ia lakaukan
untuk bekerja guna menghidupkan keluarganya yang pada saat ini hanya bersisa
seorang saja, Hyull. Melihat Hyull tertawa bersama Siva membuat dirinya
bahagia, ditambah kehadiran Dave yang sepertinya dapat melindungi, dirinya
semakin tenang, tidak hanya Dave, Divane selaku kakaknya juga berlaku baik
terhadap Hyull, Hyull memiliki banyak pelindung, pikirnya.
“
aduh kyunn.. sudah dong mikirin kerjaannya, sekarang lu kudu santai, jarang
banget kan lu begini. “ tegur Mas Dino, melihat Kyunn termenung di tengah
keramaian membuatnya terlihat asing.
“
ahaha, aku gak lagi mikirin kerjaan kali.. “ tawanya renyah.
“
terus lu mikirin apa? Serius banget. “
“
hyull.. “ raut wajahnya kembali serius.
“
kenapa dengan hyull? Oh iya, gw baru ingat, jadi mereka dekat ya? Pantas saja,
akhir-akhir ini gw sudah curiga dengan sikap mereka berdua.. ternyata.. “
“
kenapa? Apa yang terjadi? “
“
jadi begini, waktu itu gw lagi main catur sama dave, tiba-tiba ada suara petir,
sehabis suara itu, si dave langsung hilang, terus ninggalin mobilnya di toko,
yang kedua kalinya juga begitu, tapi dia balik, ya basah gitu pakaiannya,
memangnya kenapa sih? Gw sempat berpikir kalau dave itu pahlawan petir, ahaha..
“ ucapnya panjang lebar.
“
jadi begitu? “ mendengar semuanya membuat Kyunn tenang. Tapi kenapa? Kenapa dia setenang itu?
“
ia, tapi kenapa sih? Muka lu seserius itu, gw gak lagi pidato kali kyunn.. “
candanya.
“ gw
senang aja, ada banyak orang yang sayang dengan hyull, paling tidak kalau... “
terdiam. Ia kaget dengan apa yang ia pikirkan.
“
kenapa? Kok berhenti? “
“
ah, ya siapa sih yang gak senang kalau lihat adiknya bahagia. Begitu.. “
“
oh, ahahha.. simpel begitu jadi ribet sama lu. Udah ah, kita santap makanan
ini, semuanya! “ Mas Dino berhasil membawanya kembali kedalam kehebohannya.
Memutari labirin membuat lutut Hyull
pegal, sudah selama itu mereka tidak juga mendapatkan jalan keluarnya. Hyull
cemas akan nasib mereka, ia selalu serius disaat akan memilih lorong mana yang
akan mereka lewati, namun keseriusannya ditepis begitu saja dengan Dave, pria
itu dengan asal menarik tangannya dan memilih lorong yang lain. Wajahnya
terlihat tenang, masih dengan santai ia berjalan, dan juga masih dengan
tangannya yang memenuhi setiap rongga pada jari Hyull. Tanpa Hyull sadari,
sebenarnya pria itu sengaja membuatnya kelelahan, sesungguhnya ia telah
menguasai setiap lorong labirin itu, namun dikarenakan sesuatu, sesuatu yang
membuatnya ingin berlamaan disana bersama gadis itu, Hyull.
“
mau smapai kapan kita begini? Bosan gw lihat rumput mulu.. “ kesalnya sambil
memukul kedua lututnya yang terasa nyeri.
“ naik.
“ ia membungkukkan badannya.
“
apa? “
“
naik ke punggung gw.. “
“
hah? “
“
cepetan, gw juga bosan dengar lu ngeluh terus.. “
“
ih, kagak ah, gw berat.. “
“
gw pegal nih, cepetan.. “
“
tapi gw berat.. lu bisa gak? Berat banget loh.. “
“
udah cepetan, gw.. “ belum selesai Dave menjawabnya, Hyull sudah berada diatas
punggungnya, melingkarkan kedua tangannya ke dada Dave. Sedikit menjauhkan
tubuhnya, tidak ingin Dave merasakan detakan jantungnya yang mulai berdetak
tidak karuan.
“
yang benar dong, jangan mundur begitu, susah neh gw jalannya.. “
“
ah, i,iya... “ akhirnya Hyull memberanikan dirinya untuk memeluk Dave.
Merasakan hangatnya tubuh pria itu, membuatnya ingin menghentikan waktu. Selamanya
seperti itu pasti akan menyenangkan. Mengelilingi labirin bersamanya, berada
dipunggungnya, memeluk tubuhnya, inikah
kebahagian yang sebenarnya? Inikah
akhir dari segalanya? Jika benar, masihkah kepahitan menghampirinya?
Kembali kekolam renang membuat Hyull
senang bukan main, buka dikarenakan kolam renang, dapat keluar dari labirin
tersebutlah yang yang membuatnya senang. Tetapi ketika melihat Dave, ia menjadi
merasa bersalah, pria itu terduduk di pinggir kolam sembari memukul
punggungnya.
“
sakit banget ya? Kan sudah gw bilang, gw berat.. “
“ ia,
gw baru tahu, lu berat banget. “ katanya ketus.
“
ih, lu maksa sih, kan gw udah nolak.. jadi gimana nih? Di kompres air dingin
aja gimana? Biar gw ambil sekarang. “
“
boleh deh. “ Hyull sudah berlari ke dapur, mencari sesuatu yang dapat
meringankan nyeri pada punggungnya Dave. Pria itu masih duduk disana, masih
memukul punggungnya, setelah menurunkan Hyull dari punggungnya, nyeri itu baru
ia rasakan, mungkin dikarenakan ia terlalu lama menggendong gadis itu.
“
kamu kenapa? “ Mona mengejutkannya, ia nyaris tercebur.
“
huh.. “
“
dari labirin? “
“
ia.. “ tidak banyak bicara, karena memang tidak ada yang ingin ia katakan.
“
lama banget? Kesasar? “ nada bicaranya terdengar ramah. Terdapat tawa diujung
kalimatnya.
“
ia.. “ Dave memperhatikan gelagat gadis itu, Mona terlihat seperti dirinya yang
dulu.
“
kenapa? “
“
kamu.. tertawa? “ mendengar Mona tertawa membuatnya teringat kembali dengan masa
kecilnya.
“
tentu saja, kamu kan mendengarnya. Kenapa? Apa aku terlihat aneh? “
“
tidak.. “ disaat ia akan mengatakan kalimat selanjutnya, Hyull terlihat dari
balik pintu, kehadiran Hyull membuatnya mengulurkan niatnya. Kini ia
memperhatikan Hyull yang sedang berjalan menujunya, tapi, langkah gadis itu
berhenti, matanya mengarah ke Mona. Dave tahu apa yang sedang ia pikirkan,
tidak ingin berlamaan seperti itu, ia langsung memangil Hyull dengan semangat.
“ hyull! Sini cepetan. “ teriaknya. Mona yang kaget kontrak membalikkan
tubuhnya dan mencari keberadaan Hyull. Rasa sakit yang ia rasakan, dengan cepat
ia tepis, melihat Dave begitu akrab dengan Hyull memang begitu menyayat
hatinya, tapi setelah mengingat kembali kesalahan yang pernah ia lakukan, ia
merelakan semuanya. Tidak ingin menggangu, ia memilih pergi dari sana.
“
aku balik ke dalam dulu.. “ tanpa perlu menunggu jawaban ia terus berjalan dan
menghilang.
“
dia, kenapa masuk? Gw mengganggu ya? “ kata Hyull setelah berada didekatnya.
“
gak tahu. Udah buruan kompres punggung gw.. “ dengan cepat Hyull meletakkan
minuman kaleng yang baru saja ia ambil dari lemari es, menggulingkannya diatas
punggung Dave. Dinginnya kaleng tersebut membuat rasa nyeri menghilang secara
perlahan. Dari kejauhan, Mona memperhatikan semuanya, tersenyum dalam pahit.
“ bagaimana
mungkin kamu tersesat? kamu membohongiku.. dave, apa kamu benar-benar
menyukainya? “ pikirnya.
Menulis di dalam sepinya malam,
mengeluarkan semuanya kedalam sebuah kertas. halaman perhalaman terisi dengan
cepat, begitu banyak inspirasi yang Hyull dapatkan. dimasa liburnya ia tidak
memiliki aktifitas lain selain menulis dan olahraga, kedua hal itu sudah lebih
dari cukup untuk mengisi kekosongan harinya.
“
kamu kok belum tidur? “ terlihat Kyunn dari sela pintu yang tidak tertutup
rapat.
“
gw lagi asik nulis.. “ masih terus menatap laptopnya.
“
waktu libur kamu masih panjang, jangan terlalu dipaksakan.. “
“
ia.. “
“
jaga kesehatanmu.. “
“
ia.. “
“
kamu mendengarkanku hyull? “ Kyunn merasa diacuhkan.
“
ia gw dengar.. “
“
tidurlah, besok kamu yang buatkan aku sarapan.. “
“
loh, kenapa gw? “
“
aku ingin mencoba makanan buatanmu, apa tidak boleh? Tidurlah.. “ katanya lalu
tak terlihat lagi. Sedikit aneh mendengar Kyunn ingin merasakan masakan buatan
Hyull. Perkataan Kyunn merusak waktu menulisnya, walau itu terdengar biasa
saja, Hyull merasakan hal yang berbeda pada saat Kyunn mengatakannya.
“
kenapa gw jadi cemas? “ batinnya. Sudah tidak tahu akan menulis apa, ia
putuskan untuk segera tidur. Melewatkan malam yang sedang menemani Kyunn,
menyendiri disudut kamar, menatap gelapnya malam melalui jendela kamarnya.
“
tuhan.. bisakah kau menghapus hujan? Aku, tidak tahan melihat hyull tersakiti
olehnya, wajah pucatnya seperti santapanku sehari-hari, apa aku harus melihat
hal mengerikan itu setiap harinya? Kehidupannya sudah sangat berat, bantulah
aku, melindunginya, hanya itu yang ada di benakku.. karena itu, izinkan aku
untuk terus melindunginya.. tapi jika.. “ Hanya dengan menutup mata, air
matanya mengalir menyentuh pipinya. Tertidur disudut kamar dalam keadaan
terduduk, memeluk kedua kakinya, tak terasa lagi dinginnya malam, hanya
perasaan cemas yang menemaninya dan selalu menjadi rahasia dikehidupannya.
next part 12
0 komentar:
Post a Comment