Pagi yang
cerah tak terpandang olehnya. Menikmati kopi buatan adiknya, ditemani dengan
roti panggang yang sedikit gosong. Duduk diteras rumahnya seorang diri,
memperhatikan keadaan rumahnya dengan penuh keseriusan.
“ sepertinya rumah ini sudah lebih dari cukup untuknya..
“ pikirnya. Tak menghiraukan teriakan Hyull dari dalam rumah. Merasa diacuhkan,
Hyull langsung menyusul kakaknya.
“ woy, lu gak dengan gw teriak-teriak? “
“ ada apa? Kenapa teriak-teriak? “ tanyanya dengan
santai.
“ idih, gw teriak aja lu kagak dengar, lu lagi apa sih?
Kok jadi rusak gitu tuh kuping? “ katanya yang sudah duduk dilantai tidak jauh
dari Kyunn.
“ besok? Buru-buru amat? Kerjaan lu gimana? “
“ ntar aku urus, kamu mau gak? “
“ ya mau dong, ntar kabari gw, biar gw siapin
barang-barang. “
“ oke.. cuci ni piringnya, aku kerja dulu, ntar aku
kabari kamu secepatnya. “ meraih kunci mobilnya dan langsung berangkat
kekantornya.
“ aneh banget, buru-buru amat tu anak, besok lagi, gw
harus permisi dulu nih sama tim basket, duh.. mana pagi ini ada latihan.
Sekalian aja deh! “ ia memilih untuk langsung pergi ke kampusnya dan menemui
tim basketnya disana, membiarkan piring dan gelas itu terletak diatas meja.
Pagi ini
kampus begitu sepi, hanya tim basket putri yang terlihat disana, mereka sedang
berlatih untuk mempersiapkan turnamen yang akan datang, Hyull datang tanpa
membawa sepatu, dia tidak berniat untuk mengikuti latihan, hanya sekadar
meminta izin. Setelah ia mendapatkan izin dari pelatihnya, ia menyempatkan diri
untuk menonton sejenak proses berlatih timnya. Disaat ia serius memperhatikan
teman-temannya berlatih, tiba-tiba saja ia merasa sesak dan sulit bernafas,
memukul dadanya dan terbatuk untuk beberapa kali, hal aneh yang tidak pernah ia
alami, kecuali..
“ apa mungkin dia disini? “ ia terlihat memperhatikan
sekitarnya, hanya ada seseorang yang dapat membuatnya merasa gugup seperti itu,
tidak lain yaitu Dave. Sepi, tak terlihat siapapun disana. Ia kembali mencoba
mencari tahu maksud dari rasa sesak yang ia rasakan. “ kenapa sih ini. “
kembali memukul dadanya yang semakin terasa berat.
“ kenapa lu? “ Arsha tiba tanpa sepengetahuannya. Duduk
disampingnya sambir terus memperhatikannya yang mungkin terlihat aneh. “ lu
sakit? Pucat amat. “ tambahnya.
“ kagak. “
“ mau minum? Biar gw belikan.. “
“ gak deh, makasih. Lu udah keseringan belikan gw
minuman.. “
“ ahahha.. gak masalah kali, lu adik gw.. beneran nih gak
mau? “
“ adik? “
“ lupa? Kemarin kan lu sediri yang bilang kalau lu itu
adik gw, gimana sih. “
“ haha.. “ setelah mengingatnya, ia pun ikut tertawa.
Gerimis datang tanpa tanda. Tapi dia, Hyull tak terlihat seperti biasanya, ia
malah melentangkan tangannya kedepan, merasakan setetes demi setetes rintikan
hujan, tersenyum akan kesejukan yang ia rasakan, walau pikirannya menolak itu
semua.
“ hyull, lu gak kenapa-kenapa? Kita berteduh saja, ntar
lu.. “ nada dering handphone milih Hyull menghentikan perkataan Arsha. Ia
tersenyum ketika melihat nama yang tercantum dilayar hanphonnya.
“ ya siva.. ada apa? “ katanya sambil tersenyum. Namun
hanya dalam sedetik senyuman itu sukses menghilang, seakan terbawa air hujan
yang semakin menderas. Wajahnya begitu tegang, tanpa ekspresi, matanya memerah,
tak mampu mengucapkan sepatah kata pun, dapat terlihat tubuhnya yang bergetar,
seakan menahan beban yang begitu besar, air matanya sudah membaur dengan air
hujan, Hyull terlihat lemah.
“ cepatlah kesini! “ teriakan terakhir Siva seakan
merobek jantungnya, berlari sekuat mungkin, tak perlu menunggu lama untuknya
mendapatkan taksi, dan setelah itu dengan cepat ia mengatakan tempat tujuannya.
Perjalanannya terasa hampa, apakah
terulang kembali? Tak banyak yang ia lakukan, hanya menggenggam kedua
tangannya.
Tanaman
terlihat segar dipagi hari. Mona selalu menyiram tanamannya tepat waktu agar
tanamannya dapat menghasilkan bunga yang indah. Memotong daun yang sudah layu,
memberikan pupuk, membersihkan tokonya sehingga pelanggan nyaman disaat
berkunjung kesana. Terdengar suara klakson mobil dari luar, baru saja ia hendak
melihat, seorang pria sudah terlihat dari balik pintu.
“ dave? “ ini pertama kalinya Dave menemuinya setelah
begitu lamanya mereka berpisah.
“ kamu sedang sibuk? “ tanyanya sembari memperhatikan
bunga-bunga yang ada disana.
“ hanya menyiram bunga.. kamu, kenapa kesini? “
“ apa aku harus ada alasan untuk kesini? Son, dimana dia?
“ kini ia sudah duduk di kursi yang terletak disamping Mona.
“ kamu kesini untuk melihatnya? “
“ tidak, aku hanya bertanya. “
“ ada apa sebenarnya? “
“ ... “ ia hanya memperhatikan gadis itu.
“ kenapa? “
“ kamu tahu, aku sudah memaafkanmu? Aku mengaku salah,
selama ini aku mencoba melupakanmu, tapi kini, aku merasa melupakanmu hanya
akan menyiksaku, kamulah satu-satunya sahabatku saat ini, aku tidak mungkin
bisa membencimu, karena itu maafkan aku. “ setelah mengatakan semua itu ia
tersenyum.
“ dave, apa kamu sedang menyatakan perasaanmu secara
tidak langsung untuknya? “
“ apa? “
“ kamu tahu aku sangat mencintaimu.. tapi kamu mengatakan
bahwa aku sahabatmu? Itu berarti, kamu memilihnya? “
“ mona.. “ tidak pernah terpikirkan olehnya bahwa Mona
akan memikirkan hal itu.
“ apa kamu benar-benar mencintainya? “ disaat Dave akan
menjawabnya, handphonenya berdering, sebuah panggilan dengan nomor yang tidak terdapat
dikontaknya, merasa akan adanya hal penting dalam panggilan itu, ia langsung
menjawabnya. Ia terdiam, tangannya menggenggam erat telepon genggamnya, setelah
memutuskan panggilan itu, ia langsung bangkit dari duduknya dan berlari menuju
mobilnya. Sebelum ia membuka pintu, ia membalikkan tubuhnya dan mengatakan
sesuatu kepada Mona.
“ ya, aku mencintainya. Sangat mencintainya. “ dengan
tenang ia mengatakannya, tak ingin berlama-lama, ia kembali berlari. Menyetir
dengan gelisah, mengkhawatirkan seseorang yang pasti sangat membutuhkannya, ia
berpikir bahwa ia harus secepatnya menemui orang tersebut. Menekan gas dengan
kencang, sambil terus memkirkan orang tersebut. “ bagaimana mungkin hal seperti
ini terjadi lagi? Gw yakin dia tidak akan sanggup menerimanya. “ katanya
sembari menyetir.
Disudut ruangan,
terlihat kain berwarna putih menutupi seseorang. Tidur dengan tenang, tak
mengelak walaupun seluruh tubuhnya ditutupi kain, Hyull, gadis itu berjalan
mendekatinya, membuka kain tersebut untuk melihat siapa yang ada dibaliknya.
Air matanya kembali mengalir, mengetahui bahwa tak ada lagi kehidupan pada
orang tersebut, tak lagi bernafas, tak lagi tersenyum.
“ kyunn.. bangunlah.. “ suaranya terdengar getir, menahan
tangisnya. “ kyunn.. bangunlah.. bukannya lu mau berlibur dengan gw? “ wajahnya
yang terlihat tenang tidak mampu menyembunyikan kesedihannya yang amat
mengguncang hati. Terduduk dilantai, menggenggam tangannya yang gemetar tak
karuan, menggigit bibirnya dan berusaha untuk tidak terisak. Siva datang
menghampirinya, gadis itu terlihat lemah sama seperti Hyull, ia memeluk Hyull,
berusaha menenangkan sahabatnya yang sangat ia sayangi, ia tahu betul bagaimana
perasaan Hyull pada saat itu.
“ apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kyunn bisa menjadi
seperti itu? “ dengan berat ia paksakan bertanya kepada Siva. Siva terlihat
enggan menjawab, ia juga terpukul akan kejadian ini, tetapi melihat tatapan
Hyull yang seakan mengunggu jawaban olehnya, Siva pun berusaha menjawab dengan
tenang.
“ sewaktu rapat, tiba-tiba saja dia pingsan, bokap gw
bilang, akhir-akhir ini dia memang sering begitu, tapi pagi ini dia terlihat
berbeda, wajahnya pucat dan tubuhnya
dingin, bokap gw langsung panggil dokter untuk periksa dia, ternyata dia bukan
pingsan, tapi.. “ walau ia sudah menahannya, kali ini tangisannya pun pecah,
terisak didalm pelukannya. Tak mampu mengatakan kalimat terakhir yang pastinya
Hyull sudah tahu apa yang akan ia katakan. Hyull melepaskan pelukan itu, ia
bangkit dan berjalan keluar dengan lemah. Didepan pintu, seseorang
menghadangnya, pria itu menatapnya dengan penuh kehangatan, Hyull merasakan
kehangatan itu, apalagi disaat pria itu memeluknya dengan lembut, mengelus
kepalanya, dan mengatakan. Sabarlah.. hal
itu kontras membuah pertahanan Hyull terpecahkan, pada saat itulah ia
melepaskan semua kesedihannya yang amat menyiksa, menangis didalam pelukan
hangat pria itu, Dave. Siva dapat mendengar suara tangisan Hyull, seakan
mengiris setiap organ tubuhnya, apapun itu, ia akan melakukannya asalkan Hyull
dapat hidup bahagia. Tapi hal ini, apa
Hyull sanggup melewatinya?
Pemakaman
berjalan dengan lancar, Hyull meminta agar Kyunn dimakamkan hari itu juga dan
ayahnya Siva membantunya dalam proses pemakaman itu. Tapi, Hyull enggan untuk
menghadiri proses pemakaman itu, ia lebih memilih untuk pulang kerumah dan merelakan
Kyunn, dengan diantarkan Dave, ia melewati perjalanannya dengan keheningan.
Seakan raganya pergi entah kemana. Setiba mereka dirumahnya, Dave mencoba
membantunya berjalan, tetapi ditepis olehnya.
“ sudahlah dave, gw bisa jalan, makasih sudah antar gw,
gw masuk dulu.. “ tubuhnya pun menghilang seiring tertutupnya pagar.
“ hyull, apa yang harus gw lakukan? “ memandang pagar
yang ada dihadapannya, membayangkan apa yang sedang gadis itu lakukan dirumah
itu seorang diri. Tidak lama dari itu ia pun pergi. Sedangkan Gadis itu
terlihat mematung, berdiri diteras, dihadapan sebuah meja yang terdapat piring
dan juga gelas diatasnya. Ia dapat mengingat dengan jelas, kedua benda itu
adalah sentuhan terakhir Kyunn dirumah itu. Memikirkan itu membuatnya lemah dan
terjatuh.
“ kenapa? Kenapa hal ini terjadi? Kenapa hidup gw seperti
ini? Apa yang harus gw lakukan! “ menangis tersedu-sedu dihadapan kedua benda
itu. Habis sudah keluarganya, tak ada lagi tempatnya untuk bersandar, tak ada
lagi yang akan membuatkannya sarapan, menunggunya dimuka pintu, memarahinya,
dan juga memanggilnya dengat sangat lembut, kamu..
Kyunn sudah tiada beserta harapannya
untuk hidup bersama adiknya itu, dan Hyull, ia merasa tidak memiliki satu
harapan pun kecuali hidup bersama kakaknya, dan kini harapannya sudah musnah. “
apa gw harus pergi menyusul lu kyunn! Menyusul kalian disana? Lu, lu jahat, lu
pergi menemui mereka tanpa membawa gw, apa lu gak tahu betapa rindunya gw sama
mama dan papa? Dan sekarang, lu ikutan ninggalin gw. Apa gw begitu tidak
berharga buat kalian sehingga kalian dapat dengan mudah meninggalkan gw begitu
saja? Aarrgh! “ berteriak dengan sangat kuat, berharap hujan turun dan
menyiksanya sehingga ia dapat segera menyusul keluarganya disana, disurga. Tapi
sayang, yang terlihat hanya bintang, mereka memancarkan sinarnya yang begitu
indah, seakan ingin mengatakan kepada Hyull. Hidupmu harus berwarna, hapus kesedihanmu, masa depan yang indah
menantimu.. malam itu dihabiskannya dengan menangis. Tidur dikamar Kyunn,
masih tercium dengan jelas aroma parfumnya, aroma parfum itulah yang dapat
membuat Hyull tertidur dengan nyenyak, tapi, walau begitu, ia tidak dapat
menyimpan kesedihannya, terlihat dari air mata yang mengalir dari sela matanya
yang tertutup, hari ini adalah hari yang terberat untuknya.
Udara yang
segar dan pemandangan yang indah. Aroma daun teh yang sangat dirindukan
olehnya, asap jagung bakar yang sangat menggunggah selera, membuatnya memesan
banyak jagung bakar tersebut, dengan saus yang amat pedas, ia santap dengan
penuh semangat, menikmati segelas teh hangat, ditemani bibi si penjual jagung
bakar tersebut, ia mengobrol dengan asik. Setelah puas berlamaan di warung
jagung bakar langganannya, ia bermain ke perkebunan, berlarian sambil berteriak
kegirangan, saat rasa lelah menyelimutinya, ia mencari tempat untuknya
beristirahat. Dari kejauhan, terlihat sebuah gembulan tanah liat, tanpa perlu
berpikir ia langsung berlari dan duduk disana.
“ ditempat inilah gw pernah menunggu kalian, menunggu
mama papa pulang kerja, bermain seorang diri, disaat mama papa tiada, gw
menunggu kehadiran lu, tapi sekarang, siapa yang harus gw tunggu? “ ucapnya. menyadari
kesendirian yang ia alami, ia hanya tersenyum, tak terlihat air mata di
wajahnya, Hyull sudah bisa menerima kenyataan itu, hidup seorang diri bukanlah
hal yang buruk. Masih banyak orang lain yang menyayanginya, sebut saja Siva
sahabatnya, Mas Dino teman mengobrolnya, Divane yang selalu mengobatinya, dan..
“ dave? “ pria yang ada dihadapannya menyadarkannya dari
lamunanya.
“ lu gak nunggu gw? Duh.. padahal gw udah relain
jauh-jauh kesini.. “ pria berjalan mendekatinya, berdiri dihadapannya,
menatapnya, masih seperti tatapannya yang terakhir kali, hangat.
“ lu, kenapa kesini? “ ia tidak menyangka bahwa ia akan
bertemu dengan Dave disana.
“ gw mau lihat lu.. “ dengan penuh kesungguhan ia
mengatakannya.
“ lihat gw? “
“ hem.. “ mengangguk pelan.
“ untuk apa? “ Dave tidak menjawabnya, ia hanya
memberikan sebuah kecupan pada bibirnya,
sebuah kecupan yang berhasil membuat Hyull semakin yakin akan masa depannya.
Setelah Dave melepaskan kecupan lembut itu, ia kembali menatap Hyull.
“ lu tahu? Betapa tersiksanya gw disaat melihat air mata
jatuh di pipi lu? Hari-hari gw terasa berat sebelum melihat lu tersenyum
kembali, kesedihan tidak pantas lu kenang, karena lu dilahirkan untuk bahagia.
“
“ ... “ dapat ia rasakan kesungguhan dari kata-kata itu,
Dave mengatakannya dengan sangat lembut, menanatap matanya dengan yakin.
“ gw gak mau melihat orang yang gw sayangi menangis
lagi.. “ kalimat itu telah memacu kecepatan detakan jantung Hyull, gadis itu
terlihat salah tingkah dan tentunya Dave menyadari itu. “ kenapa? Apa kata-kata
gw terdengar aneh? “
“ hah? Gw.. “ ia merasakannya lagi, kecupan itu kembali
ia rasakan, bahkan kini lebih lama, seakan merasakan hempasan angin yang sejuk,
menyelimuti tubuhnya dengan kesejukan, menunjukkan bahwa akan datangnya
kebahagian yang lebih besar dari pada ini.
“ hey.. sudah-sudah! Mau sampai kapan kalian berciuman? “
teriak Mas Dino dari kejauhan, hal itu tentu saja membuat mereka berdua menjadi
salah tingkah. Dari sela-sela dedaunan, terlihat Mas dino, Divane, dan juga
siva sedang berjalan menuju mereka, ketiga orang itu tertawa kegirangan karena
telah berhasil menangkap basah Hyull dan Dave.
“ kenapa kalian kesini? Mengganggu saja! “ ucap Dave
kesal.
“ lu kesini bersama mereka? “ tanya Hyull yang masih
terkagetkan.
“ ia, kenapa? Lu senang gak? “ senyumannya membuat Hyull
tersenyum dan tersipu malu.
“ karena itu, lu haru bahagia.. “ memeluk Hyull dengan
erat, tidak menghiraukan ketiga manusia yang sedang meneriaki mereka. “ lu
tahu, gw sudah lama memperhatikan lu.. “
“ oh ya? Sejak kapan? “ masih dalam pelukannya.
“ awal mulanya sih sewaktu lu nabrak gw di rumah makan
sunda, lu bukannya minta maaf, eh malah pergi begitu saja.. ingat? “
“ ah.. iya gw ingat.. “
“ sebenarnya karena itu, gw jadi penasaran sama lu,
jarang banget ada cewek yang mengacuhkan gw.. “ bangganya.
“ ahaha, kepedean lu. “
“ waktu lu ikut divane ke bali, sebenarnya gw senang
banget, kemanapun lu pergi gw ikutin, makanya sewaktu ada anak kecil yang
tenggelam gw bisa ada disana, karena dari awal gw udah ikutin lu.. kemarin itu
sewaktu kita ujian lu juga ada nabrak gw, lu jatuhin bolpen, gw sih sengaja gak
mau balikin.. “
“ karena gw mencintai lu.. “ kalimat terakhir itu
menjelaskan segalanya. Hyull kembali tersipu malu, setelah lamanya mereka
mengobrol, ketiga manusia itu baru sampai di hadapan mereka.
“ aduh hyull, lu mainnya jauh banget, capek tau
jalannya.. “ kata Siva sembari menyeka keringatnya.
“ hyull, temani kakak makan jagung bakar yuk.. “ sambar
Divane yang sedari memperhatikan warung jagung bakar yang terdapat tidak jauh
dari sana.
“ dave, ayo ikut gw, kita beres-beres rumah. “ Mas Dino
menarik tangan Dave dan membawanya pergi dari sana. Mereka membersihkan rumah
Hyull agar nantinya mereka bisa menginap dissana, sedangkan ketiga gadis itu,
mereka asik-asikan menyantap jagung bakar, tawa canda tak lepas dari mereka,
tak ada lagi kesedihan, tak ada lagi kata menunggu, yang ada hanya ada
kebahagiaan dan masa depan.
.TAMAT.
0 komentar:
Post a Comment