Monday, July 15, 2013

Hyull Story Part 12 (the end)


    

  
Pagi yang cerah tak terpandang olehnya. Menikmati kopi buatan adiknya, ditemani dengan roti panggang yang sedikit gosong. Duduk diteras rumahnya seorang diri, memperhatikan keadaan rumahnya dengan penuh keseriusan.
“ sepertinya rumah ini sudah lebih dari cukup untuknya.. “ pikirnya. Tak menghiraukan teriakan Hyull dari dalam rumah. Merasa diacuhkan, Hyull langsung menyusul kakaknya.
“ woy, lu gak dengan gw teriak-teriak? “
“ ada apa? Kenapa teriak-teriak? “ tanyanya dengan santai.
“ idih, gw teriak aja lu kagak dengar, lu lagi apa sih? Kok jadi rusak gitu tuh kuping? “ katanya yang sudah duduk dilantai tidak jauh dari Kyunn.



“ hyull, gimana kalau besok kita ke puncaknya? “
“ besok? Buru-buru amat? Kerjaan lu gimana? “
“ ntar aku urus, kamu mau gak? “
“ ya mau dong, ntar kabari gw, biar gw siapin barang-barang. “
“ oke.. cuci ni piringnya, aku kerja dulu, ntar aku kabari kamu secepatnya. “ meraih kunci mobilnya dan langsung berangkat kekantornya.
“ aneh banget, buru-buru amat tu anak, besok lagi, gw harus permisi dulu nih sama tim basket, duh.. mana pagi ini ada latihan. Sekalian aja deh! “ ia memilih untuk langsung pergi ke kampusnya dan menemui tim basketnya disana, membiarkan piring dan gelas itu terletak diatas meja.
     Pagi ini kampus begitu sepi, hanya tim basket putri yang terlihat disana, mereka sedang berlatih untuk mempersiapkan turnamen yang akan datang, Hyull datang tanpa membawa sepatu, dia tidak berniat untuk mengikuti latihan, hanya sekadar meminta izin. Setelah ia mendapatkan izin dari pelatihnya, ia menyempatkan diri untuk menonton sejenak proses berlatih timnya. Disaat ia serius memperhatikan teman-temannya berlatih, tiba-tiba saja ia merasa sesak dan sulit bernafas, memukul dadanya dan terbatuk untuk beberapa kali, hal aneh yang tidak pernah ia alami, kecuali..
“ apa mungkin dia disini? “ ia terlihat memperhatikan sekitarnya, hanya ada seseorang yang dapat membuatnya merasa gugup seperti itu, tidak lain yaitu Dave. Sepi, tak terlihat siapapun disana. Ia kembali mencoba mencari tahu maksud dari rasa sesak yang ia rasakan. “ kenapa sih ini. “ kembali memukul dadanya yang semakin terasa berat.
“ kenapa lu? “ Arsha tiba tanpa sepengetahuannya. Duduk disampingnya sambir terus memperhatikannya yang mungkin terlihat aneh. “ lu sakit? Pucat amat. “ tambahnya.
“ kagak. “
“ mau minum? Biar gw belikan.. “
“ gak deh, makasih. Lu udah keseringan belikan gw minuman.. “
“ ahahha.. gak masalah kali, lu adik gw.. beneran nih gak mau? “
“ adik? “
“ lupa? Kemarin kan lu sediri yang bilang kalau lu itu adik gw, gimana sih. “
“ haha.. “ setelah mengingatnya, ia pun ikut tertawa. Gerimis datang tanpa tanda. Tapi dia, Hyull tak terlihat seperti biasanya, ia malah melentangkan tangannya kedepan, merasakan setetes demi setetes rintikan hujan, tersenyum akan kesejukan yang ia rasakan, walau pikirannya menolak itu semua.
“ hyull, lu gak kenapa-kenapa? Kita berteduh saja, ntar lu.. “ nada dering handphone milih Hyull menghentikan perkataan Arsha. Ia tersenyum ketika melihat nama yang tercantum dilayar hanphonnya.
“ ya siva.. ada apa? “ katanya sambil tersenyum. Namun hanya dalam sedetik senyuman itu sukses menghilang, seakan terbawa air hujan yang semakin menderas. Wajahnya begitu tegang, tanpa ekspresi, matanya memerah, tak mampu mengucapkan sepatah kata pun, dapat terlihat tubuhnya yang bergetar, seakan menahan beban yang begitu besar, air matanya sudah membaur dengan air hujan, Hyull terlihat lemah.
“ cepatlah kesini! “ teriakan terakhir Siva seakan merobek jantungnya, berlari sekuat mungkin, tak perlu menunggu lama untuknya mendapatkan taksi, dan setelah itu dengan cepat ia mengatakan tempat tujuannya. Perjalanannya terasa hampa, apakah terulang kembali? Tak banyak yang ia lakukan, hanya menggenggam kedua tangannya.
     Tanaman terlihat segar dipagi hari. Mona selalu menyiram tanamannya tepat waktu agar tanamannya dapat menghasilkan bunga yang indah. Memotong daun yang sudah layu, memberikan pupuk, membersihkan tokonya sehingga pelanggan nyaman disaat berkunjung kesana. Terdengar suara klakson mobil dari luar, baru saja ia hendak melihat, seorang pria sudah terlihat dari balik pintu.
“ dave? “ ini pertama kalinya Dave menemuinya setelah begitu lamanya mereka berpisah.
“ kamu sedang sibuk? “ tanyanya sembari memperhatikan bunga-bunga yang ada disana.
“ hanya menyiram bunga.. kamu, kenapa kesini? “
“ apa aku harus ada alasan untuk kesini? Son, dimana dia? “ kini ia sudah duduk di kursi yang terletak disamping Mona.
“ kamu kesini untuk melihatnya? “
“ tidak, aku hanya bertanya. “
“ ada apa sebenarnya? “
“ ... “ ia hanya memperhatikan gadis itu.
“ kenapa? “
“ kamu tahu, aku sudah memaafkanmu? Aku mengaku salah, selama ini aku mencoba melupakanmu, tapi kini, aku merasa melupakanmu hanya akan menyiksaku, kamulah satu-satunya sahabatku saat ini, aku tidak mungkin bisa membencimu, karena itu maafkan aku. “ setelah mengatakan semua itu ia tersenyum.
“ dave, apa kamu sedang menyatakan perasaanmu secara tidak langsung untuknya? “
“ apa? “
“ kamu tahu aku sangat mencintaimu.. tapi kamu mengatakan bahwa aku sahabatmu? Itu berarti, kamu memilihnya? “
“ mona.. “ tidak pernah terpikirkan olehnya bahwa Mona akan memikirkan hal itu.
“ apa kamu benar-benar mencintainya? “ disaat Dave akan menjawabnya, handphonenya berdering, sebuah panggilan dengan nomor yang tidak terdapat dikontaknya, merasa akan adanya hal penting dalam panggilan itu, ia langsung menjawabnya. Ia terdiam, tangannya menggenggam erat telepon genggamnya, setelah memutuskan panggilan itu, ia langsung bangkit dari duduknya dan berlari menuju mobilnya. Sebelum ia membuka pintu, ia membalikkan tubuhnya dan mengatakan sesuatu kepada Mona.
“ ya, aku mencintainya. Sangat mencintainya. “ dengan tenang ia mengatakannya, tak ingin berlama-lama, ia kembali berlari. Menyetir dengan gelisah, mengkhawatirkan seseorang yang pasti sangat membutuhkannya, ia berpikir bahwa ia harus secepatnya menemui orang tersebut. Menekan gas dengan kencang, sambil terus memkirkan orang tersebut. “ bagaimana mungkin hal seperti ini terjadi lagi? Gw yakin dia tidak akan sanggup menerimanya. “ katanya sembari menyetir.

     Disudut ruangan, terlihat kain berwarna putih menutupi seseorang. Tidur dengan tenang, tak mengelak walaupun seluruh tubuhnya ditutupi kain, Hyull, gadis itu berjalan mendekatinya, membuka kain tersebut untuk melihat siapa yang ada dibaliknya. Air matanya kembali mengalir, mengetahui bahwa tak ada lagi kehidupan pada orang tersebut, tak lagi bernafas, tak lagi tersenyum.
“ kyunn.. bangunlah.. “ suaranya terdengar getir, menahan tangisnya. “ kyunn.. bangunlah.. bukannya lu mau berlibur dengan gw? “ wajahnya yang terlihat tenang tidak mampu menyembunyikan kesedihannya yang amat mengguncang hati. Terduduk dilantai, menggenggam tangannya yang gemetar tak karuan, menggigit bibirnya dan berusaha untuk tidak terisak. Siva datang menghampirinya, gadis itu terlihat lemah sama seperti Hyull, ia memeluk Hyull, berusaha menenangkan sahabatnya yang sangat ia sayangi, ia tahu betul bagaimana perasaan Hyull pada saat itu.
“ apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kyunn bisa menjadi seperti itu? “ dengan berat ia paksakan bertanya kepada Siva. Siva terlihat enggan menjawab, ia juga terpukul akan kejadian ini, tetapi melihat tatapan Hyull yang seakan mengunggu jawaban olehnya, Siva pun berusaha menjawab dengan tenang.
“ sewaktu rapat, tiba-tiba saja dia pingsan, bokap gw bilang, akhir-akhir ini dia memang sering begitu, tapi pagi ini dia terlihat berbeda,  wajahnya pucat dan tubuhnya dingin, bokap gw langsung panggil dokter untuk periksa dia, ternyata dia bukan pingsan, tapi.. “ walau ia sudah menahannya, kali ini tangisannya pun pecah, terisak didalm pelukannya. Tak mampu mengatakan kalimat terakhir yang pastinya Hyull sudah tahu apa yang akan ia katakan. Hyull melepaskan pelukan itu, ia bangkit dan berjalan keluar dengan lemah. Didepan pintu, seseorang menghadangnya, pria itu menatapnya dengan penuh kehangatan, Hyull merasakan kehangatan itu, apalagi disaat pria itu memeluknya dengan lembut, mengelus kepalanya, dan mengatakan. Sabarlah.. hal itu kontras membuah pertahanan Hyull terpecahkan, pada saat itulah ia melepaskan semua kesedihannya yang amat menyiksa, menangis didalam pelukan hangat pria itu, Dave. Siva dapat mendengar suara tangisan Hyull, seakan mengiris setiap organ tubuhnya, apapun itu, ia akan melakukannya asalkan Hyull dapat hidup bahagia. Tapi hal ini, apa Hyull sanggup melewatinya?

     Pemakaman berjalan dengan lancar, Hyull meminta agar Kyunn dimakamkan hari itu juga dan ayahnya Siva membantunya dalam proses pemakaman itu. Tapi, Hyull enggan untuk menghadiri proses pemakaman itu, ia lebih memilih untuk pulang kerumah dan merelakan Kyunn, dengan diantarkan Dave, ia melewati perjalanannya dengan keheningan. Seakan raganya pergi entah kemana. Setiba mereka dirumahnya, Dave mencoba membantunya berjalan, tetapi ditepis olehnya.
“ sudahlah dave, gw bisa jalan, makasih sudah antar gw, gw masuk dulu.. “ tubuhnya pun menghilang seiring tertutupnya pagar.
“ hyull, apa yang harus gw lakukan? “ memandang pagar yang ada dihadapannya, membayangkan apa yang sedang gadis itu lakukan dirumah itu seorang diri. Tidak lama dari itu ia pun pergi. Sedangkan Gadis itu terlihat mematung, berdiri diteras, dihadapan sebuah meja yang terdapat piring dan juga gelas diatasnya. Ia dapat mengingat dengan jelas, kedua benda itu adalah sentuhan terakhir Kyunn dirumah itu. Memikirkan itu membuatnya lemah dan terjatuh.
“ kenapa? Kenapa hal ini terjadi? Kenapa hidup gw seperti ini? Apa yang harus gw lakukan! “ menangis tersedu-sedu dihadapan kedua benda itu. Habis sudah keluarganya, tak ada lagi tempatnya untuk bersandar, tak ada lagi yang akan membuatkannya sarapan, menunggunya dimuka pintu, memarahinya, dan juga memanggilnya dengat sangat lembut, kamu.. Kyunn  sudah tiada beserta harapannya untuk hidup bersama adiknya itu, dan Hyull, ia merasa tidak memiliki satu harapan pun kecuali hidup bersama kakaknya, dan kini harapannya sudah musnah. “ apa gw harus pergi menyusul lu kyunn! Menyusul kalian disana? Lu, lu jahat, lu pergi menemui mereka tanpa membawa gw, apa lu gak tahu betapa rindunya gw sama mama dan papa? Dan sekarang, lu ikutan ninggalin gw. Apa gw begitu tidak berharga buat kalian sehingga kalian dapat dengan mudah meninggalkan gw begitu saja? Aarrgh! “ berteriak dengan sangat kuat, berharap hujan turun dan menyiksanya sehingga ia dapat segera menyusul keluarganya disana, disurga. Tapi sayang, yang terlihat hanya bintang, mereka memancarkan sinarnya yang begitu indah, seakan ingin mengatakan kepada Hyull. Hidupmu harus berwarna, hapus kesedihanmu, masa depan yang indah menantimu.. malam itu dihabiskannya dengan menangis. Tidur dikamar Kyunn, masih tercium dengan jelas aroma parfumnya, aroma parfum itulah yang dapat membuat Hyull tertidur dengan nyenyak, tapi, walau begitu, ia tidak dapat menyimpan kesedihannya, terlihat dari air mata yang mengalir dari sela matanya yang tertutup, hari ini adalah hari yang terberat untuknya.

     Udara yang segar dan pemandangan yang indah. Aroma daun teh yang sangat dirindukan olehnya, asap jagung bakar yang sangat menggunggah selera, membuatnya memesan banyak jagung bakar tersebut, dengan saus yang amat pedas, ia santap dengan penuh semangat, menikmati segelas teh hangat, ditemani bibi si penjual jagung bakar tersebut, ia mengobrol dengan asik. Setelah puas berlamaan di warung jagung bakar langganannya, ia bermain ke perkebunan, berlarian sambil berteriak kegirangan, saat rasa lelah menyelimutinya, ia mencari tempat untuknya beristirahat. Dari kejauhan, terlihat sebuah gembulan tanah liat, tanpa perlu berpikir ia langsung berlari dan duduk disana.
“ ditempat inilah gw pernah menunggu kalian, menunggu mama papa pulang kerja, bermain seorang diri, disaat mama papa tiada, gw menunggu kehadiran lu, tapi sekarang, siapa yang harus gw tunggu? “ ucapnya. menyadari kesendirian yang ia alami, ia hanya tersenyum, tak terlihat air mata di wajahnya, Hyull sudah bisa menerima kenyataan itu, hidup seorang diri bukanlah hal yang buruk. Masih banyak orang lain yang menyayanginya, sebut saja Siva sahabatnya, Mas Dino teman mengobrolnya, Divane yang selalu mengobatinya, dan..
“ dave? “ pria yang ada dihadapannya menyadarkannya dari lamunanya.
“ lu gak nunggu gw? Duh.. padahal gw udah relain jauh-jauh kesini.. “ pria berjalan mendekatinya, berdiri dihadapannya, menatapnya, masih seperti tatapannya yang terakhir kali, hangat.
“ lu, kenapa kesini? “ ia tidak menyangka bahwa ia akan bertemu dengan Dave disana.
“ gw mau lihat lu.. “ dengan penuh kesungguhan ia mengatakannya.
“ lihat gw? “
“ hem.. “ mengangguk pelan.
“ untuk apa? “ Dave tidak menjawabnya, ia hanya memberikan sebuah kecupan  pada bibirnya, sebuah kecupan yang berhasil membuat Hyull semakin yakin akan masa depannya. Setelah Dave melepaskan kecupan lembut itu, ia kembali menatap Hyull.
“ lu tahu? Betapa tersiksanya gw disaat melihat air mata jatuh di pipi lu? Hari-hari gw terasa berat sebelum melihat lu tersenyum kembali, kesedihan tidak pantas lu kenang, karena lu dilahirkan untuk bahagia. “
“ ... “ dapat ia rasakan kesungguhan dari kata-kata itu, Dave mengatakannya dengan sangat lembut, menanatap matanya dengan yakin.
“ gw gak mau melihat orang yang gw sayangi menangis lagi.. “ kalimat itu telah memacu kecepatan detakan jantung Hyull, gadis itu terlihat salah tingkah dan tentunya Dave menyadari itu. “ kenapa? Apa kata-kata gw terdengar aneh? “
“ hah? Gw.. “ ia merasakannya lagi, kecupan itu kembali ia rasakan, bahkan kini lebih lama, seakan merasakan hempasan angin yang sejuk, menyelimuti tubuhnya dengan kesejukan, menunjukkan bahwa akan datangnya kebahagian yang lebih besar dari pada ini.
“ hey.. sudah-sudah! Mau sampai kapan kalian berciuman? “ teriak Mas Dino dari kejauhan, hal itu tentu saja membuat mereka berdua menjadi salah tingkah. Dari sela-sela dedaunan, terlihat Mas dino, Divane, dan juga siva sedang berjalan menuju mereka, ketiga orang itu tertawa kegirangan karena telah berhasil menangkap basah Hyull dan Dave.
“ kenapa kalian kesini? Mengganggu saja! “ ucap Dave kesal.
“ lu kesini bersama mereka? “ tanya Hyull yang masih terkagetkan.
“ ia, kenapa? Lu senang gak? “ senyumannya membuat Hyull tersenyum dan tersipu malu.
“ karena itu, lu haru bahagia.. “ memeluk Hyull dengan erat, tidak menghiraukan ketiga manusia yang sedang meneriaki mereka. “ lu tahu, gw sudah lama memperhatikan lu.. “
“ oh ya? Sejak kapan? “ masih dalam pelukannya.
“ awal mulanya sih sewaktu lu nabrak gw di rumah makan sunda, lu bukannya minta maaf, eh malah pergi begitu saja.. ingat? “
“ ah.. iya gw ingat.. “
“ sebenarnya karena itu, gw jadi penasaran sama lu, jarang banget ada cewek yang mengacuhkan gw.. “ bangganya.
“ ahaha, kepedean lu. “
“ waktu lu ikut divane ke bali, sebenarnya gw senang banget, kemanapun lu pergi gw ikutin, makanya sewaktu ada anak kecil yang tenggelam gw bisa ada disana, karena dari awal gw udah ikutin lu.. kemarin itu sewaktu kita ujian lu juga ada nabrak gw, lu jatuhin bolpen, gw sih sengaja gak mau balikin.. “



“ kenapa lu begitu sama gw? “
“ karena gw mencintai lu.. “ kalimat terakhir itu menjelaskan segalanya. Hyull kembali tersipu malu, setelah lamanya mereka mengobrol, ketiga manusia itu baru sampai di hadapan mereka.
“ aduh hyull, lu mainnya jauh banget, capek tau jalannya.. “ kata Siva sembari menyeka keringatnya.
“ hyull, temani kakak makan jagung bakar yuk.. “ sambar Divane yang sedari memperhatikan warung jagung bakar yang terdapat tidak jauh dari sana.
“ dave, ayo ikut gw, kita beres-beres rumah. “ Mas Dino menarik tangan Dave dan membawanya pergi dari sana. Mereka membersihkan rumah Hyull agar nantinya mereka bisa menginap dissana, sedangkan ketiga gadis itu, mereka asik-asikan menyantap jagung bakar, tawa canda tak lepas dari mereka, tak ada lagi kesedihan, tak ada lagi kata menunggu, yang ada hanya ada kebahagiaan dan masa depan.
.TAMAT.

0 komentar: